Rabu, 19 September 2012

Penghormatan Untuk Para ISTRI


5 menit berlalu, kami masih terdiam. Aku tahu pasti jika Ayu, istriku sedang marah. Dia memang tidak mengucapkan kata-kata dengan nada yang keras, namun dari intonasi dan gaya bicaranya yang
tidak biasa, aku bisa memahami kalau hatinya sedang tidak berkenan atas perbuatanku. 6 bulan menikah telah membuatku paham dengan kebiasaannya, bagaimana dia senang, sedih, marah, dll. Ayu menghela nafas, tanda amarahnya telah berkurang.

Kuberanikan diri untuk bicara, "Sudah selesai, Dik?" tanyaku pelan.

Dia menjawab dengan anggukan.

"Abang minta maaf, Abang tidak sengaja. Tadi malam Abang lembur mengerjakan tugas dari sekolah sehingga tadi sehabis shalat dhuha Abang tertidur dan bangun ketika hujan sudah lebat, jadi tidak sempat menyelamatkan jemuran yang telah kamu cuci. Sekali lagi Abang minta maaf, biar nanti jemurannya Abang cuci kembali."

Mendengar penjelasanku amarah Ayu menjadi reda.

Dia kemudian duduk mengambil posisi di hadapanku. Ini hari minggu, kami libur mengajar.

Tadi setelah selesai mencuci pakaian, Ayu pergi belanja ke pasar.

Sejak menikah hingga saat ini, kami hidup dalam kesederhanaan. Rumah kami masih mengontrak, namun kami tetap bersyukur masih punya tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. Kami memutuskan untuk menikah setelah lulus kuliah tanpa melalui proses pacaran. Persamaan kami adalah kami anti pacaran. Kami sekuat tenaga menjaga hati untuk tidak melakukan sesuatu yang belum seharusnya dilakukan, sekaligus menjaga prasangka orang lain terhadap kami.

Hal inilah yang tidak dilakukan oleh muda-mudi yang sedang pacaran, mereka biasa mengumbar perasaan yang justru akan membuat hati menjadi kotor, juga membuat orang lain berprasangka atas apa yang telah mereka lakukan. Waktu itu kami belum mendapat pekerjaan, hanya kepercayaan atas rezeki dari ALLAH lah yang membuat kami berani untuk menikah.

Alhamdulillah, saat ini kami telah menjadi guru meski cuma guru swasta; aku di SMP sedang dia di Madrasah Aliyah. Kami sepakat untuk selalu bersama dalam berjuang menggapai cita-cita dalam segala keadaan.

Aku mencintainya dan dia pun mencintaiku.

"Bang, Ayu boleh tanya?" suaranya memecah keheningan yang kembali terjadi sesaat.

"Ada apa Dik?" sahutku.

"Kenapa sih Abang tidak pernah marah sama Ayu? Ayu sendiri merasa kalau selama ini Ayu belum bisa menjadi istri yang baik, sering membuat Abang kecewa, sering marah-marah; tapi kenapa Abang selalu sabar dengan sikap Ayu yang seperti ini?"

Mendengar pertanyaan Ayu, aku terdiam.

Aku jadi teringat sebuah kisah yang terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra.
Saat itu ada seorang sahabat yang hendak melaporkan kelakuan istrinya yang kasar terhadapnya kepada Khalifah Umar. Dia ingin mendapatkan saran dari beliau dalam menghadapi istrinya.

Lalu pergilah sahabat tersebut menuju rumah Khalifah Umar. Khalifah Umar adalah seorang pemimpin ummat Islam yang sangat zuhud, beliau tidak suka menumpuk harta dan lebih suka hidup sederhana. Tempat kediamannya tidak pantas disebut istana meski beliau adalah seorang kepala negara.

Ketika sampai di depan rumah Khalifah Umar dia berhenti. Sahabat itu mendengar dari luar jika Khalifah Umar sedang dimarahi oleh istri beliau, sedangkan beliau hanya diam.

Sahabat itu lalu berfikir, "Kalau Khalifah Umar saja diam saat dimarahi istrinya, apa yang bisa disarankan dia untukku?" Akhirnya dia berniat pulang dan tidak jadi meminta pendapat beliau.

Selang beberapa langkah, dia dipanggil oleh Khalifah Umar, "Wahai Fulan, engkau telah sampai di depan rumahku, mengapa engkau hendak kembali lagi?"

Mendengar pangilan Khalifah Umar, sahabat tersebut menghampiri beliau dan berkata, "Maafkan wahai 'Amirul Mukminin, tadi aku hendak melaporkan kelakuan istriku yang kasar terhadapku. Tapi ternyata kulihat engkau diam saja ketika dimarahi istrimu, jadi kupikir apa saran yang bisa kudapat darimu?" jawab sahabat.


"Kenapa aku diam saja ketika istriku marah padaku, itu karena aku menghormatinya. Aku mengalah dan membiarkannya memarahiku karena dia telah banyak membantuku. Dia yang mengurus aku dan rumahku, mencucikan baju untukku, membuatkan roti untukku, memasak untukku, dan pekerjaan lain, sementara semua itu tidak pernah kuperintahkan padanya. Jadi sudah sepantasnya aku memuliakannya." jelas Khalifah Umar.

Sahabat itu akhirnya mengerti dan kembali kepada istrinya dengan hati yang tenang.

"Bang, kok diam?" suara Ayu membuyarkan ingatanku. Lama dia menunggu jawabanku.

"Oh iya, maaf. Bagi Abang, kamu adalah istri yang terbaik. Abang selama ini sabar dan akan selalu berusaha bersikap sabar atas sikapmu, karena Abang ingin memuliakanmu selama di dunia seperti Khalifah Umar memuliakan istrinya. Selain itu, jika nanti kita berhasil mati dalam keadaan Islam, di akhirat Abang akan mendapatkan hadiah bidadari, itu artinya Abang akan memadumu meski kamu tetap jadi istriku yang utama dan menjadi ratu dari bidadariku. Maka dari itu selama masih di dunia, Abang ingin membuatmu merasa sempurna dengan semua cintaku. Dan, Abang tidak akan menduakanmu dengan menikahi wanita lain, cukup kamu yang akan menjadi bidadariku di dunia."

Mendengar penjelasanku, Ayu tertunduk. Pelan kudengar dia terisak, setelah itu dia menghambur ke arahku. Dia berlutut dihadapanku sambil mencium tanganku.

Tangisnya meledak, "Maafkan aku, Bang... maafkan aku!" pintanya dalam isakan.

Tanpa terasa air matakupun meleleh.

Aku hanya bisa mengangguk sambil membelai rambutnya yang halus.

"Aku ingin kamu jadi bidadariku, selamanya...!!!"

Selasa, 18 September 2012

YOU’R MY TRUE LOVE




Termenung sendiri disini, di tempat sepi di samping rumahku itulah pekerjaan yang ku lakoni saat ini, hanya bisa membayangkan semuanya akan indah pada waktunya dan andai saja semua orang tahu kalau aku sangat mencintainya.
Dia adalah lelaki yang selama ini aku kagumi, jikalau suatu saat nanti semuanya sudah berbeda tidak ada lagi rahasia tentang perasaan ini, dan semua hal yang kurasa dan ku dambakan berubah menjadi nyata pasti aku akan merasakan indahnya cinta.

"ERGI! Kenapa sih kamu harus masuk kedalam pikiranku? Aku tersiksa karena harus mempertahankan perasaan ini untuk diriku sendiri." Aku langsung membuyarkan pikiranku tentang Ergi karena aku merasa bahwa ini hanyalah impianku yang tidak akan pernah menjadi nyata.

"Woi! Kenapa sih kok kamu memandangi si Ergi terus? Naksir yah? Hayooo ahahaha akhirnya ketahuan orang yang selama ini membuat kamu galau tuh dia, cie cie haha Jehan lagi jatuh cinta nih ceritanya? hahaha" Fina berhasil menebak hal yang ku rahasiakan selama ini sempat membuatku terkejut juga. Tapi aku mencoba untuk mengelak.
"Puas ketawanya? Aku tuh lagi ngeliatin nyamuk yang lagi patroli keliling kelas! Jangan sok tahu deh.." aku hanya memasang wajah tengil.

Aduh Ergi kamu tuh bagi aku ganteng banget! Aku tahu di sekolah ini banyak cowok yang ketampanannya melebihi kamu, tapi gak ada satu pun cowok yang mampu melebihi rasa suka aku ke kamu. Andaikan kamu milikku gi, pasti aku akan menemani kamu disaat kamu sedang kepanasan di lapangan basket seperti saat ini. Ketika aku memandangi wajah tampannya Ergi tanpa kusadari ternyata dia juga memandangku. Ya ampun kok aku deg degan begini sih? Aku yang merasa ketakutan langsung beranjak dari bangku kelasku dan aku bersembunyi di balik pintu kelas.

Aku benar-benar merasa sangat tersiksa dengan perasaan ini, mungkin aku merasa tersiksa karena aku tidak pernah mencoba untuk mendekatinya, tapi aku malu. Kini aku hanya bisa memandangi wajah Ergi yang terpampang jelas di layar handphoneku. Ya aku memiliki banyak sekali foto-foto Ergi. Mau tahu dari mana? Tentu saja dari temannya, aku sih bilangnya untuk temanku yang suka dengan Ergi padahal yang suka itu aku.

Jujur saja, setiap aku pulang sekolah aku selalu memperlambat laju jalanku alasannya sih agar aku bisa melihat dia keluar dari kelasnya dan memandanginya sampai ke depan gerbang sekolah. Namun kali ini dia tidak muncul-muncul dari kelasnya, apa mungkin dia sudah pulang duluan yah? Aduh aku telat deh, dan aku memutuskan untuk langusng pulang ke rumah.
"Hhei! Pulang bareng yuk, mau gak?" Ada seseorang menepak punggungku, aku pun berbalik ternyata Ergi! Oh My God! Aku tidak bisa mempercayai ini apakah ini sungguh Ergi orang yang aku kagumi sejak lama? Mengapa nampak berbeda, pesona nya lebih kuat kali ini, ku sadari bahwa dia lebih tampan dari yang aku kira.
"Eh Ergi, kok tumben ngajak pulang bareng?" Aku mencoba menyembunyikan rasa heranku ini dan menggantinya dengan bersikap lebih tenang.
"Yah soalnya aku gak ada temen nih, mau gak? Kita jalan kaki aja! Kan rumah kamu deket ya kan?" Lhoh kok? Ih aneh Ergi tahu rumah aku?
"Heran yah? Ya udah ayo kita pulang" Ergi menarik tanganku dan akhirnya aku menyamai langkah kakinya. Saat di jalan semuanya terasa sunyi tidak ada percakapan sama sekali di antara kami, akan tetapi dia tetap menggenggam tanganku dengan eratnya. Aduh hati aku jadi gak menentu gini. 

Tak terasa aku sudah sampai di depan rumahku.
"Nih kita sudah sampai di depan rumah kamu, aku langsung pulang yah" Ergi memberikan senyumannya kepadaku, membuat aku merinding.
"Ergi tunggu"
"Ada apa yah?"
"Hmm terima kasih yah"
"Ok sama-sama, ya udah masuk sana. Besok kita ketemu lagi di sekolah ok!" Ergi pun pergi.

Ahh aku tidak sabar kapan rahasiaku ini akan ia ketahui? Dan semua menjadi nyata?  Dan jawabannya....
"Jehan tunggu!!!!!"  Teriak Ergi saat aku hendak memasuki rumahku.
"Kenapa gi?" Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. Tiba-tiba dia memegang tanganku dan berkata.

"Do you want to be my true love?"
"Apa? Kamu salah ngomong yah?"
"Gak, aku tuh suka sama kamu sejak lama, aku bisa tahu rumah kamu dari teman kamu, aku tahu semua tentang kamu. Setiap pulang sekolah aku selalu menunggu kamu keluar dari kelas, setiap pagi aku selalu berada di lapangan basket karena aku ingin melihat kamu. Aku selalu membayangkan kamu, entah sampai kapan aku mampu menahan perasaan ini. Aku gak mau kamu cuma menjadi khayalanku saja tapi aku mau kamu menjadi My True Love!" Ergi semakin mengeratkan genggamannya. Dan aku hanya tersenyum karena aku merasa beruntung dan sangat sangat merasa beruntung ternyata dia merasakan hal yang sama denganku. Ahh hati ini sangat bahagia rasanya.
"Gi, kamu lucu yah, ternyata kamu juga suka sama aku, aku kira aku saja yang suka sama kamu" lagi lagi aku tersenyum.
"Maksudnya kamu juga suka sama aku? Jadi gimana? Kamu mau menjadi true love aku?" pandangan Ergi terpancar penuh harap.
"Tentu dan akhirnya sekarang you really really my true love, bukan khayalan lagi. Dan aku harap aku tidak akan pernah terbangun dari mimpi indah ini"
"Terima kasih Han, your my true love for now and future."
Tanpa kusangka Ergi langsung memelukku, yah karena senang ku biarkan saja. Ya ampun tak kusangka semua ini menjadi nyata.
Cinta memang tak bisa di tebak yah. Harus merasakan sakit dulu untuk dapat merasakan keindahan dari cinta itu sendiri, kalau kalian masih merasakan sakit karena cinta mungkin itu adalah awal untuk meraih kebahagiaan dan keindahan dari cinta.

Ergi, you’r my true love :*

NOSTALGIA CINTA SEORANG WANITA SHALIHAH



Teringat ketika dulu saat pertama kali aku melihatmu, berlalu di hadapanku. Aku hanya melihat gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada. Tak sempat ku lihat wajahmu, hingga rasa penasaranku berlalu karena aku tak mungkin bisa mengenalmu.
Teringat ketika seorang saudara menawarkan wanita shalihah padaku. Yang ku tahu bahwa pilihannya insyaAllah bagus untukku. Saudara yang ku kenal ke shalihannya, tak kan mungkin menjerumuskanku. Rumus husnuzhan yang ku yakini saat itu. Bukanlah sebuah kepasrahan, namun keyakinan.
Teringat ketika dulu aku menadhormu, suasana menegangkan yang ku rasakan. Bertandang ke rumah keluargamu dengan hati penuh rasa, detak jantungku semakin cepat saat aku melihat gaun yang kau kenakan, warna yang sama yang berlalu di hadapanku. Gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada. Ya Allah...itu dia desahku. Saat ku lihat wajahmu yang tertunduk begitu dalam, ku yakin bahwa tidak hanya aku yang deg-degan, detak jantungku mulai kembali normal.
Teringat ketika dulu aku mengkhitbahmu. Hari itu hatiku berbunga senang, namun jantungku masih deg-degan, tetap berdetak tak normal. Berlalu dengan hasil yang membanggakan, I am the winner karena berhasil memenangkan hatimu, kau menerima pinanganku sayang.
Teringat ketika dulu aku mengikatmu dengan kalimat ijab kabul dan jabat tangan ayahmu dalam genggaman. Do’a makbul terucapkan “ Baarokallahu laka wa baaroka ‘alaika wa jam’a bainakuma fii khair. Qalbuku berdesir kalimat ALHAMDULILLAH... Allah bukit tursina kini ada di pundakku, mudahkan hamba mengemban amanah untuk kehidupan dunia – akhirat semoga sampai ke syurgaNya, aamiin.
Rabb, pilihanMu tak pernah salah, ialah istriku kini wanita shalihah. Melahirkan jundi-jundi permata kehidupan. Letihmu yang terhias sabar.
Teringat ketika dulu pergi dan pulangku disambutnya dengan senyuman. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai menjelang tidurpun ada saja pekerjaan yang kau lakukan. Seakan tak ada bagimu waktu luang, tapi istriku memang pintar, ia tak pernah lupa dengan penampilan terbaik untukku suaminya. Istriku sabar dalam mengurusi anak-anak kami, anak menangis kau tenangkan dalam gendongan, kau usap airmatanya dengan lembut dan senyuman.
Bahtera kita memang tak selalu berjalan lancar, ada riak kecil sampai gelombang menghantam, namun kau bantu aku menyeimbangkan bahtera kita agar tak tenggelam. Saat aku harus menyelesaikan pekerjaan yang begitu banyak, kau pun tak lupa menyiapkan bekal. Kopi atau teh hangat kau sediakan serta camilan ringan agar perutku tak lapar. Sementara aku terjaga dengan setumpuk kerjaan, namun kulihat kau di sana terurai tangis bermunajad dalam kekhusukan.
“ Abi...., sarapan dan vitamin di meja sudah ku siapkan, jangan lupa periksa tas kerja kalau-kalau ada yang lupa ummi siapkan”, kalimat ini yang selalu terlontar setiap pagi, saat kau sibuk membenahi rumah dan mengurusi anak-anak kita. Setiap siang kau selalu sempat mengirimkan SMS kasih sayang padaku, semua berbeda setiap harinya. Aku selalu tersenyum membacanya, entah dari mana kau dapatkan kalimat-kalimat sayang itu istriku.
Teringat ketika dulu saat aku sakit dan harus istirahat dari aktivitas harian, sepekan aku terbaring di rumah untuk memulihkan kembali kesehatan setelah dua pekan perawatan di rumah sakit karena gejala ginjal. Kau tak mengeluh dan tetap sabar, menyiapkan makanan khusus untukku, tak membiarkan anak-anak mengganggu waktu istirahatku.
Teringat ketika dulu saat kau jatuh sakit dan harus menjalani perawatan. Dua pekan kau terbaring lemah di rumah sakit, dokter memvonismu terkena kanker tulang belakang. Ketika ku dengar berita itu, seketika aku jatuh lemas tak berdaya. “ Abi.., aku istirahat di rumah saja”. Kalimat itu terucap, karena dia membaca kesedihanku karena melihatnya dalam perawatan. Aku semakin sedih mendengar ucapannya, ia tak mau berlama-lama di rumah sakit hanya berteman infus dan obat-obatan. Aku tak sanggup menolak permintaannya, karena kerasku akan membuatnya terluka.
Rumah membuat senyumnya terkembang, melihat anak-anak kami yang masih kecil bermain riang, bisa memeluk dan tidur dengan mereka membuatnya bahagia. Walaupun kau hanya terbaring dan tak bisa melakukan apa-apa. Hari itu adalah jum’at kedua kau bersama kami.
Setelah sholat subuh dan seperti biasa aku duduk di sampingnya untuk tilawah. Setelah selesai kau bekata padaku “ Abi, kenapa ya mataku begitu ingin terpejam, padahal kan sudah tidur semalaman”. Aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Kembali ia berucap “ Abi..., ummi tidur dulu ya, jangan lupa anak-anak di perhatikan, yang sabar ya. Abi juga jaga kesehatan “
Sesaat dengan senyum matanya pun terpejam sambil menggenggam tanganku. Ku pandang wajahmu saat tidur, ada damai tersirat disana. Ketika genggaman eratmu terlepas dari tanganku, kuperiksa detak jantungmu. Ya Allah.... kekasihku kembali ke pangkuanMu. Air mataku tak terbendung, mengalir dengan derasnya.
Istriku, tak terasa sudah begitu lama kau meninggalkanku. Kini aku hanya bisa mengenangmu, setiap tahun ku lakukan di tempat yang sama. Di sampingmu dan memandang pusaramu. Kau memang shalihah, walau kini tak ada lagi tempatku bermanja, namun aku selalu bahagia bahwa kau pernah ada, mengisi sejarah kehidupan yang takkan ku lupakan. Hiduplah di sisiNya, yang kupinta dariNya...
Kelak ku ingin -Wanita Shalihah- ini mendampingiku dalam kekalnya Syurga. 


                     ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~

Rabu, 19 September 2012

Penghormatan Untuk Para ISTRI


5 menit berlalu, kami masih terdiam. Aku tahu pasti jika Ayu, istriku sedang marah. Dia memang tidak mengucapkan kata-kata dengan nada yang keras, namun dari intonasi dan gaya bicaranya yang
tidak biasa, aku bisa memahami kalau hatinya sedang tidak berkenan atas perbuatanku. 6 bulan menikah telah membuatku paham dengan kebiasaannya, bagaimana dia senang, sedih, marah, dll. Ayu menghela nafas, tanda amarahnya telah berkurang.

Kuberanikan diri untuk bicara, "Sudah selesai, Dik?" tanyaku pelan.

Dia menjawab dengan anggukan.

"Abang minta maaf, Abang tidak sengaja. Tadi malam Abang lembur mengerjakan tugas dari sekolah sehingga tadi sehabis shalat dhuha Abang tertidur dan bangun ketika hujan sudah lebat, jadi tidak sempat menyelamatkan jemuran yang telah kamu cuci. Sekali lagi Abang minta maaf, biar nanti jemurannya Abang cuci kembali."

Mendengar penjelasanku amarah Ayu menjadi reda.

Dia kemudian duduk mengambil posisi di hadapanku. Ini hari minggu, kami libur mengajar.

Tadi setelah selesai mencuci pakaian, Ayu pergi belanja ke pasar.

Sejak menikah hingga saat ini, kami hidup dalam kesederhanaan. Rumah kami masih mengontrak, namun kami tetap bersyukur masih punya tempat untuk berteduh dari panas dan hujan. Kami memutuskan untuk menikah setelah lulus kuliah tanpa melalui proses pacaran. Persamaan kami adalah kami anti pacaran. Kami sekuat tenaga menjaga hati untuk tidak melakukan sesuatu yang belum seharusnya dilakukan, sekaligus menjaga prasangka orang lain terhadap kami.

Hal inilah yang tidak dilakukan oleh muda-mudi yang sedang pacaran, mereka biasa mengumbar perasaan yang justru akan membuat hati menjadi kotor, juga membuat orang lain berprasangka atas apa yang telah mereka lakukan. Waktu itu kami belum mendapat pekerjaan, hanya kepercayaan atas rezeki dari ALLAH lah yang membuat kami berani untuk menikah.

Alhamdulillah, saat ini kami telah menjadi guru meski cuma guru swasta; aku di SMP sedang dia di Madrasah Aliyah. Kami sepakat untuk selalu bersama dalam berjuang menggapai cita-cita dalam segala keadaan.

Aku mencintainya dan dia pun mencintaiku.

"Bang, Ayu boleh tanya?" suaranya memecah keheningan yang kembali terjadi sesaat.

"Ada apa Dik?" sahutku.

"Kenapa sih Abang tidak pernah marah sama Ayu? Ayu sendiri merasa kalau selama ini Ayu belum bisa menjadi istri yang baik, sering membuat Abang kecewa, sering marah-marah; tapi kenapa Abang selalu sabar dengan sikap Ayu yang seperti ini?"

Mendengar pertanyaan Ayu, aku terdiam.

Aku jadi teringat sebuah kisah yang terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab ra.
Saat itu ada seorang sahabat yang hendak melaporkan kelakuan istrinya yang kasar terhadapnya kepada Khalifah Umar. Dia ingin mendapatkan saran dari beliau dalam menghadapi istrinya.

Lalu pergilah sahabat tersebut menuju rumah Khalifah Umar. Khalifah Umar adalah seorang pemimpin ummat Islam yang sangat zuhud, beliau tidak suka menumpuk harta dan lebih suka hidup sederhana. Tempat kediamannya tidak pantas disebut istana meski beliau adalah seorang kepala negara.

Ketika sampai di depan rumah Khalifah Umar dia berhenti. Sahabat itu mendengar dari luar jika Khalifah Umar sedang dimarahi oleh istri beliau, sedangkan beliau hanya diam.

Sahabat itu lalu berfikir, "Kalau Khalifah Umar saja diam saat dimarahi istrinya, apa yang bisa disarankan dia untukku?" Akhirnya dia berniat pulang dan tidak jadi meminta pendapat beliau.

Selang beberapa langkah, dia dipanggil oleh Khalifah Umar, "Wahai Fulan, engkau telah sampai di depan rumahku, mengapa engkau hendak kembali lagi?"

Mendengar pangilan Khalifah Umar, sahabat tersebut menghampiri beliau dan berkata, "Maafkan wahai 'Amirul Mukminin, tadi aku hendak melaporkan kelakuan istriku yang kasar terhadapku. Tapi ternyata kulihat engkau diam saja ketika dimarahi istrimu, jadi kupikir apa saran yang bisa kudapat darimu?" jawab sahabat.


"Kenapa aku diam saja ketika istriku marah padaku, itu karena aku menghormatinya. Aku mengalah dan membiarkannya memarahiku karena dia telah banyak membantuku. Dia yang mengurus aku dan rumahku, mencucikan baju untukku, membuatkan roti untukku, memasak untukku, dan pekerjaan lain, sementara semua itu tidak pernah kuperintahkan padanya. Jadi sudah sepantasnya aku memuliakannya." jelas Khalifah Umar.

Sahabat itu akhirnya mengerti dan kembali kepada istrinya dengan hati yang tenang.

"Bang, kok diam?" suara Ayu membuyarkan ingatanku. Lama dia menunggu jawabanku.

"Oh iya, maaf. Bagi Abang, kamu adalah istri yang terbaik. Abang selama ini sabar dan akan selalu berusaha bersikap sabar atas sikapmu, karena Abang ingin memuliakanmu selama di dunia seperti Khalifah Umar memuliakan istrinya. Selain itu, jika nanti kita berhasil mati dalam keadaan Islam, di akhirat Abang akan mendapatkan hadiah bidadari, itu artinya Abang akan memadumu meski kamu tetap jadi istriku yang utama dan menjadi ratu dari bidadariku. Maka dari itu selama masih di dunia, Abang ingin membuatmu merasa sempurna dengan semua cintaku. Dan, Abang tidak akan menduakanmu dengan menikahi wanita lain, cukup kamu yang akan menjadi bidadariku di dunia."

Mendengar penjelasanku, Ayu tertunduk. Pelan kudengar dia terisak, setelah itu dia menghambur ke arahku. Dia berlutut dihadapanku sambil mencium tanganku.

Tangisnya meledak, "Maafkan aku, Bang... maafkan aku!" pintanya dalam isakan.

Tanpa terasa air matakupun meleleh.

Aku hanya bisa mengangguk sambil membelai rambutnya yang halus.

"Aku ingin kamu jadi bidadariku, selamanya...!!!"

Selasa, 18 September 2012

YOU’R MY TRUE LOVE




Termenung sendiri disini, di tempat sepi di samping rumahku itulah pekerjaan yang ku lakoni saat ini, hanya bisa membayangkan semuanya akan indah pada waktunya dan andai saja semua orang tahu kalau aku sangat mencintainya.
Dia adalah lelaki yang selama ini aku kagumi, jikalau suatu saat nanti semuanya sudah berbeda tidak ada lagi rahasia tentang perasaan ini, dan semua hal yang kurasa dan ku dambakan berubah menjadi nyata pasti aku akan merasakan indahnya cinta.

"ERGI! Kenapa sih kamu harus masuk kedalam pikiranku? Aku tersiksa karena harus mempertahankan perasaan ini untuk diriku sendiri." Aku langsung membuyarkan pikiranku tentang Ergi karena aku merasa bahwa ini hanyalah impianku yang tidak akan pernah menjadi nyata.

"Woi! Kenapa sih kok kamu memandangi si Ergi terus? Naksir yah? Hayooo ahahaha akhirnya ketahuan orang yang selama ini membuat kamu galau tuh dia, cie cie haha Jehan lagi jatuh cinta nih ceritanya? hahaha" Fina berhasil menebak hal yang ku rahasiakan selama ini sempat membuatku terkejut juga. Tapi aku mencoba untuk mengelak.
"Puas ketawanya? Aku tuh lagi ngeliatin nyamuk yang lagi patroli keliling kelas! Jangan sok tahu deh.." aku hanya memasang wajah tengil.

Aduh Ergi kamu tuh bagi aku ganteng banget! Aku tahu di sekolah ini banyak cowok yang ketampanannya melebihi kamu, tapi gak ada satu pun cowok yang mampu melebihi rasa suka aku ke kamu. Andaikan kamu milikku gi, pasti aku akan menemani kamu disaat kamu sedang kepanasan di lapangan basket seperti saat ini. Ketika aku memandangi wajah tampannya Ergi tanpa kusadari ternyata dia juga memandangku. Ya ampun kok aku deg degan begini sih? Aku yang merasa ketakutan langsung beranjak dari bangku kelasku dan aku bersembunyi di balik pintu kelas.

Aku benar-benar merasa sangat tersiksa dengan perasaan ini, mungkin aku merasa tersiksa karena aku tidak pernah mencoba untuk mendekatinya, tapi aku malu. Kini aku hanya bisa memandangi wajah Ergi yang terpampang jelas di layar handphoneku. Ya aku memiliki banyak sekali foto-foto Ergi. Mau tahu dari mana? Tentu saja dari temannya, aku sih bilangnya untuk temanku yang suka dengan Ergi padahal yang suka itu aku.

Jujur saja, setiap aku pulang sekolah aku selalu memperlambat laju jalanku alasannya sih agar aku bisa melihat dia keluar dari kelasnya dan memandanginya sampai ke depan gerbang sekolah. Namun kali ini dia tidak muncul-muncul dari kelasnya, apa mungkin dia sudah pulang duluan yah? Aduh aku telat deh, dan aku memutuskan untuk langusng pulang ke rumah.
"Hhei! Pulang bareng yuk, mau gak?" Ada seseorang menepak punggungku, aku pun berbalik ternyata Ergi! Oh My God! Aku tidak bisa mempercayai ini apakah ini sungguh Ergi orang yang aku kagumi sejak lama? Mengapa nampak berbeda, pesona nya lebih kuat kali ini, ku sadari bahwa dia lebih tampan dari yang aku kira.
"Eh Ergi, kok tumben ngajak pulang bareng?" Aku mencoba menyembunyikan rasa heranku ini dan menggantinya dengan bersikap lebih tenang.
"Yah soalnya aku gak ada temen nih, mau gak? Kita jalan kaki aja! Kan rumah kamu deket ya kan?" Lhoh kok? Ih aneh Ergi tahu rumah aku?
"Heran yah? Ya udah ayo kita pulang" Ergi menarik tanganku dan akhirnya aku menyamai langkah kakinya. Saat di jalan semuanya terasa sunyi tidak ada percakapan sama sekali di antara kami, akan tetapi dia tetap menggenggam tanganku dengan eratnya. Aduh hati aku jadi gak menentu gini. 

Tak terasa aku sudah sampai di depan rumahku.
"Nih kita sudah sampai di depan rumah kamu, aku langsung pulang yah" Ergi memberikan senyumannya kepadaku, membuat aku merinding.
"Ergi tunggu"
"Ada apa yah?"
"Hmm terima kasih yah"
"Ok sama-sama, ya udah masuk sana. Besok kita ketemu lagi di sekolah ok!" Ergi pun pergi.

Ahh aku tidak sabar kapan rahasiaku ini akan ia ketahui? Dan semua menjadi nyata?  Dan jawabannya....
"Jehan tunggu!!!!!"  Teriak Ergi saat aku hendak memasuki rumahku.
"Kenapa gi?" Aku bertanya dengan penuh rasa penasaran. Tiba-tiba dia memegang tanganku dan berkata.

"Do you want to be my true love?"
"Apa? Kamu salah ngomong yah?"
"Gak, aku tuh suka sama kamu sejak lama, aku bisa tahu rumah kamu dari teman kamu, aku tahu semua tentang kamu. Setiap pulang sekolah aku selalu menunggu kamu keluar dari kelas, setiap pagi aku selalu berada di lapangan basket karena aku ingin melihat kamu. Aku selalu membayangkan kamu, entah sampai kapan aku mampu menahan perasaan ini. Aku gak mau kamu cuma menjadi khayalanku saja tapi aku mau kamu menjadi My True Love!" Ergi semakin mengeratkan genggamannya. Dan aku hanya tersenyum karena aku merasa beruntung dan sangat sangat merasa beruntung ternyata dia merasakan hal yang sama denganku. Ahh hati ini sangat bahagia rasanya.
"Gi, kamu lucu yah, ternyata kamu juga suka sama aku, aku kira aku saja yang suka sama kamu" lagi lagi aku tersenyum.
"Maksudnya kamu juga suka sama aku? Jadi gimana? Kamu mau menjadi true love aku?" pandangan Ergi terpancar penuh harap.
"Tentu dan akhirnya sekarang you really really my true love, bukan khayalan lagi. Dan aku harap aku tidak akan pernah terbangun dari mimpi indah ini"
"Terima kasih Han, your my true love for now and future."
Tanpa kusangka Ergi langsung memelukku, yah karena senang ku biarkan saja. Ya ampun tak kusangka semua ini menjadi nyata.
Cinta memang tak bisa di tebak yah. Harus merasakan sakit dulu untuk dapat merasakan keindahan dari cinta itu sendiri, kalau kalian masih merasakan sakit karena cinta mungkin itu adalah awal untuk meraih kebahagiaan dan keindahan dari cinta.

Ergi, you’r my true love :*

NOSTALGIA CINTA SEORANG WANITA SHALIHAH



Teringat ketika dulu saat pertama kali aku melihatmu, berlalu di hadapanku. Aku hanya melihat gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada. Tak sempat ku lihat wajahmu, hingga rasa penasaranku berlalu karena aku tak mungkin bisa mengenalmu.
Teringat ketika seorang saudara menawarkan wanita shalihah padaku. Yang ku tahu bahwa pilihannya insyaAllah bagus untukku. Saudara yang ku kenal ke shalihannya, tak kan mungkin menjerumuskanku. Rumus husnuzhan yang ku yakini saat itu. Bukanlah sebuah kepasrahan, namun keyakinan.
Teringat ketika dulu aku menadhormu, suasana menegangkan yang ku rasakan. Bertandang ke rumah keluargamu dengan hati penuh rasa, detak jantungku semakin cepat saat aku melihat gaun yang kau kenakan, warna yang sama yang berlalu di hadapanku. Gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada. Ya Allah...itu dia desahku. Saat ku lihat wajahmu yang tertunduk begitu dalam, ku yakin bahwa tidak hanya aku yang deg-degan, detak jantungku mulai kembali normal.
Teringat ketika dulu aku mengkhitbahmu. Hari itu hatiku berbunga senang, namun jantungku masih deg-degan, tetap berdetak tak normal. Berlalu dengan hasil yang membanggakan, I am the winner karena berhasil memenangkan hatimu, kau menerima pinanganku sayang.
Teringat ketika dulu aku mengikatmu dengan kalimat ijab kabul dan jabat tangan ayahmu dalam genggaman. Do’a makbul terucapkan “ Baarokallahu laka wa baaroka ‘alaika wa jam’a bainakuma fii khair. Qalbuku berdesir kalimat ALHAMDULILLAH... Allah bukit tursina kini ada di pundakku, mudahkan hamba mengemban amanah untuk kehidupan dunia – akhirat semoga sampai ke syurgaNya, aamiin.
Rabb, pilihanMu tak pernah salah, ialah istriku kini wanita shalihah. Melahirkan jundi-jundi permata kehidupan. Letihmu yang terhias sabar.
Teringat ketika dulu pergi dan pulangku disambutnya dengan senyuman. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai menjelang tidurpun ada saja pekerjaan yang kau lakukan. Seakan tak ada bagimu waktu luang, tapi istriku memang pintar, ia tak pernah lupa dengan penampilan terbaik untukku suaminya. Istriku sabar dalam mengurusi anak-anak kami, anak menangis kau tenangkan dalam gendongan, kau usap airmatanya dengan lembut dan senyuman.
Bahtera kita memang tak selalu berjalan lancar, ada riak kecil sampai gelombang menghantam, namun kau bantu aku menyeimbangkan bahtera kita agar tak tenggelam. Saat aku harus menyelesaikan pekerjaan yang begitu banyak, kau pun tak lupa menyiapkan bekal. Kopi atau teh hangat kau sediakan serta camilan ringan agar perutku tak lapar. Sementara aku terjaga dengan setumpuk kerjaan, namun kulihat kau di sana terurai tangis bermunajad dalam kekhusukan.
“ Abi...., sarapan dan vitamin di meja sudah ku siapkan, jangan lupa periksa tas kerja kalau-kalau ada yang lupa ummi siapkan”, kalimat ini yang selalu terlontar setiap pagi, saat kau sibuk membenahi rumah dan mengurusi anak-anak kita. Setiap siang kau selalu sempat mengirimkan SMS kasih sayang padaku, semua berbeda setiap harinya. Aku selalu tersenyum membacanya, entah dari mana kau dapatkan kalimat-kalimat sayang itu istriku.
Teringat ketika dulu saat aku sakit dan harus istirahat dari aktivitas harian, sepekan aku terbaring di rumah untuk memulihkan kembali kesehatan setelah dua pekan perawatan di rumah sakit karena gejala ginjal. Kau tak mengeluh dan tetap sabar, menyiapkan makanan khusus untukku, tak membiarkan anak-anak mengganggu waktu istirahatku.
Teringat ketika dulu saat kau jatuh sakit dan harus menjalani perawatan. Dua pekan kau terbaring lemah di rumah sakit, dokter memvonismu terkena kanker tulang belakang. Ketika ku dengar berita itu, seketika aku jatuh lemas tak berdaya. “ Abi.., aku istirahat di rumah saja”. Kalimat itu terucap, karena dia membaca kesedihanku karena melihatnya dalam perawatan. Aku semakin sedih mendengar ucapannya, ia tak mau berlama-lama di rumah sakit hanya berteman infus dan obat-obatan. Aku tak sanggup menolak permintaannya, karena kerasku akan membuatnya terluka.
Rumah membuat senyumnya terkembang, melihat anak-anak kami yang masih kecil bermain riang, bisa memeluk dan tidur dengan mereka membuatnya bahagia. Walaupun kau hanya terbaring dan tak bisa melakukan apa-apa. Hari itu adalah jum’at kedua kau bersama kami.
Setelah sholat subuh dan seperti biasa aku duduk di sampingnya untuk tilawah. Setelah selesai kau bekata padaku “ Abi, kenapa ya mataku begitu ingin terpejam, padahal kan sudah tidur semalaman”. Aku hanya terdiam mendengar ucapannya. Kembali ia berucap “ Abi..., ummi tidur dulu ya, jangan lupa anak-anak di perhatikan, yang sabar ya. Abi juga jaga kesehatan “
Sesaat dengan senyum matanya pun terpejam sambil menggenggam tanganku. Ku pandang wajahmu saat tidur, ada damai tersirat disana. Ketika genggaman eratmu terlepas dari tanganku, kuperiksa detak jantungmu. Ya Allah.... kekasihku kembali ke pangkuanMu. Air mataku tak terbendung, mengalir dengan derasnya.
Istriku, tak terasa sudah begitu lama kau meninggalkanku. Kini aku hanya bisa mengenangmu, setiap tahun ku lakukan di tempat yang sama. Di sampingmu dan memandang pusaramu. Kau memang shalihah, walau kini tak ada lagi tempatku bermanja, namun aku selalu bahagia bahwa kau pernah ada, mengisi sejarah kehidupan yang takkan ku lupakan. Hiduplah di sisiNya, yang kupinta dariNya...
Kelak ku ingin -Wanita Shalihah- ini mendampingiku dalam kekalnya Syurga. 


                     ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~    ~ o ~