Kamis, 28 Juni 2012

•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*••*¨*•.¸¸❤¸¸.• *¨*••*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•❤¸¸.•*¨*• ☆ ♥ Betapa Berharganya Diri Seorang WANITA!! ☆✿ ★

•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν•*´¨*•.¸ℒℴν

(¯`•.. Ketika Tuhan menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya,"Mengapa begitu lama engkau menciptakan wanita, Tuhan???"

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Sudahkah engkau melihat setiap detail yang telah aku ciptakan untuk wanita?" Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan kerisauan, dan semua itu hanya dengan dua tangan".

(¯`•.. Malaikat menjawab dan takjub,"Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan boleh bekerja 18 jam sehari".

(¯`•.. Malaikat mendekati dan mengamati wanita tersebut dan bertanya,"Tuhan, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?"

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Itu tidak seperti apa yang kau bayangkan, itu adalah air mata."

(¯`•.. "Untuk apa???", tanya malaikat.

(¯`•.. Tuhan melanjutkan, "Air mata adalah salah satu cara dia menunjukkan kegembiraan, kerisauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona lelaki,ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki oleh wanita.
Dia dapat mengatasi beban lebih baik dari lelaki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri, dia mampu tersenyum ketika hatinya menjerit kesedihan, mampu menyanyi ketika menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa ketika ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya, dia mampu berdiri melawan ketidakadilan, dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang, dia gembira dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia,dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran.
Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian, tapi dia mampu mengatasinya. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.



Allah S.W.T berfirman:

(¯`•.. "Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia, namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan."

(¯`•.. "Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya. "

(¯`•.. "Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh."

(¯`•.. "Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya."

(¯`•.. "Aku memberinya kekuatan untuk menyokong suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya."

(¯`•.. "Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu."

(¯`•.. "Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan. Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."

(¯`•.. "Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya. Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya, tempat dimana cinta itu ada."

(¯`•.. "CINTANYA TANPA SYARAT. HANYA ADA SATU YANG KURANG DARI WANITA,DIA SELALU LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA..."

Wallahu'alam...

•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν•*´¨*•.¸ℒℴν

Selasa, 19 Juni 2012

Kasih Putih


Begitu romantisnya ketika kita mengejar ombak pantai yg pasang surut.

Apakah begitu indah cinta kasih kita tertulis dipantai pasir putih,
Sungguh aku tak menginginkan itu kasih,
Ketika ombak pasang datang.. ia menerjangnya..
Ketika ombaknya surut, ia menghapusnya.

Apakah kamu tak pernah lelah utuk menulisnya lagi,
Sementara itu mendatangkan kebosananku,
yg tak mampu aku tuk menolaknya.
Lalu apakah kamu tega melihat cinta ini perih,
diterpa ombak mengandung kadar garam yg tinggi.

Apakah kamu memang senangi gelombang cintamu..
Mengarah pada mata angin yg tak tentu arah...
Kamu masih bermain diombaknya...
Sementara kamu tak hiraukan aku disini...
Ketika kamu meriakan asmaramu dihadapanku..
Dan aku disini tak mampu memalingkan muka hingga tergores luka.

Kenapa kamu tak goreskan cintamu dihatiku..
dan biarkan aku goreskan cintaku dihatimu..
Dan biarkan menyatu pada ikatkan jalinan cinta kasih putih.

Kamis, 14 Juni 2012

... SURAT KEMATIANMU ...


MALAM ketika kau datang dan langsung duduk di sebelahku, memelukku, dan menyandarkan kepalamu di bahuku, aku terdiam. Bahkan kuurungkan niatku untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah kupendam selama lima tahun ini. Karena kamu tak sedang ingin bicara. Hanya bersandar di bahuku dan memelukku dengan erat, seolah tak ingin lepas. Hingga kurasakan otot tanganmu yang kecil itu seperti membelit tubuh dari samping kiriku.

Namun aku memberanikan diri untuk bicara. Karena kupikir, terlalu berat menanggung rasa bersalah ini selama lebih dari setengah dasa warsa, sebuah waktu yang tak pendek untuk menyembunyikan sebuah kebohongan. Sedang aku mencintaimu dengan tulus, dan tak ingin kehilanganmu. “Sayang, tolong beri kesempatan aku bicara, lima menit saja,”. Kali ini dia tak hanya meresponku dengan diam dan geleng-geleng kepala. Jari telunjuknya bahkan langsung menutup bibirku, hingga lagi-lagi kubatalkan niatku. 

“Plizzzzzzz, jangan kau ajak aku bicara. Kali ini saja! Aku sedang ingin memelukmu sekuat tenagaku, selama mungkin, sampai akhir hidupku. Karena aku takut akan kehilangan kesempatan ini, sehingga menyesal di kehidupan nanti,” tuturnya sambil terus menenggelamkan kepalanya di bahuku, hingga pundakku terasa berat.

Setelah itu, kau terdiam, hening, sunyi. Suasana di taman belakang rumahmu ini hanya menyisakan suara alam, semilir angin dan suara serangga malam. Aku baru ingat, inilah tempat yang sama di masa lalu, ketika aku memutuskan memilihmu sebagai pendamping hidupku. Di kursi yang sama ini, kaupun dulu memeluk dan menyandarkan kepalamu di bakuku dengan erat. Itu tujuh tahun lalu.

Satu bulan setelah itu, kita membacakan ikrar di depan penghulu, untuk mengikat simpul janji kehidupan rumah tangga yang abadi. Aku bahagia dan kaupun kuyakin merasakan yang sama. Namun dua tahun setelah pernikahan kita, aku menyakitimu –tanpa kau tahu. Bahkan hingga kini sekalipun.

Sebab selama lima tahun aku pendam sebuah rahasia besar, sebelum satu minggu lalu kuputuskan berhenti dari kesalahan ini. Berniat meminta maaf atas kesalahan terbesarku terhadapmu. Bila perlu, akan kucium kakimu dengan bersimpuh. “Kau harus tahu sayang, bahwa lima tahun perjalanan rumah tangga yang seolah menyenangkan ini, lama kuisi dengan kebohongan. Sebuah dusta yang mungkin tak termaafkan bagimu. Dan hari ini, ingin aku mengakui semua dosa itu dan berharap atas maafmu, yang kuragukan akan kauberikan kepadaku,” bersitku dalam hati.

Masih hening. Pun sunyi yang masih saja menyeruak, merindingkan bulu kakiku. Sampai ku tersadar, beban di pundakku serasa kian berat saja. Pelukanmu kian kaku mengunci tubuhku. Dan sentuhan tanganmu seperti memancarkan dingin. “Sayang, apakah kamu sakit? Biar kita ke dalam saja. Kamu harus mengistirahatkan tubuhmu di kamar,” ungkapku.

Dia tetap lelap, seolah tak mendengar ucapanku. Kucoba gerakkan tubuhnya. Kuangkat kepalanya, tapi berat. Matanya tetap terpejam. Aku pun memutuskan untuk membopongnya. Kucoba lepaskan pelukan tangannya dari tubuhku, tetapi tak berhasil. Aku merasakan tangannya kian dingin. Dia pun tak berreaksi sama sekali. Tina sayang, bangun. Ayo kita ke dalam,” pintaku dengan menepuk pipi kirinya. Tetapi lagi-lagi dia tak berreaksi.

Aku mulai panik. Dengan sedikit keras, kulepaskan pelukan tangannya. Dan akhirnya berhasil. Dengan cepat kuangkat tubuhnya ke dalam kamar. Kubaringkan tubuhmu secara perlahan ke tempat tidur. Kembali kucoba membangunkanmu, tapi gagal. Kau tidur sangat lelap? Aku semakin panik saja. Kudekatkan punggung telapak tanganku tepat di depan hidungmu. Oh tidak, nafasmu terhenti. Kupegang lehermu, nadimu pun tak berdenyut.

Dalam kondisi panik itu, aku akhirnya bisa memastikan, istriku telah pergi meninggalkanku selamanya. Tangisku pun pecah, mengisi seruangan rumah yang hanya kami tempati berdua, selama tujuh tahun ini. Aku menangisimu dengan keras, sambil memelukmu erat. “Tidak sayang, kamu pasti tengah bercanda dan menghiburku. Bangun sayang, jangan kau tinggalkan aku. Sungguh, aku tak sanggup,” teriakku sambil menatap wajahnya dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Aku berharap masih ada keajaiban, sehingga dia masih bisa hidup bersamaku untuk waktu yang panjang, sampai masa tua. Masa di mana kualitas ingatan kita berdua terus menurun. Tetapi kau tetap memanggilku Ayah dengan lembut. Akupun memanggilnya dengan sebutan Sayang. Kita masih bisa mandi bareng, melestarikan kasih sayang penuh romantisme, hingga saat-saat maut menjemput salah satu dari kita, lalu yang lainnya mengidap sepi yang sangat.

Aku terus berkhayal tentang masa depan bersamanya, sampai ujung hidup merenggut nyawa. Imajinasiku terus melayang, terus terbang, dan tanpa sadar aku nyaris tertidur. Seketika kulepaskan pelukanku, kutatap dalam-dalam wajah istriku. Air mataku menetes perlahan dan terus membanjiri pipiku. Memandangi wajahnya yang tetap cantik dan tersenyum, meski kini wajahnya telah pucat. Dia meninggalkanku dengan senyum. Tidak sepertiku yang ditinggal dengaan rasa salah, feeling guilty yang menyesakkan dadaku. Tubuh ini seperti terangkat, terbang ke cakrawala langit, hingga nafas terengah-engah.

Aku mencoba bangun, ketika tanganku merasakan sentuhan sesuatu di saku kaus berkerah istriku. Akupun mengambilnya, ternyata selembar kertas catatan. Kuberanikan diri membukanya, sedikit demi sedikit, lalu membacanya.

“Untuk suamiku tercinta, lelaki terbaik yang Tuhan kirimkan untuk mendampingiku. Aku mensyukurinya, meski harus menyesal, karena sedemikian singkat aku menikmati masa-masa indah bersama lelaki yang kubayangkan seperti pangeran berkuda dari negeri antah barantah.
Suamiku, maafkan aku, karena hanya sedikit waktu yang bisa kudedikasikan untukmu. Kanker di rahimku ini tak lagi mampu kutahan, hingga merenggut nyawaku, di usia ketujuh pernikahan kita. Sayang, aku sangat menikmati masa-masa bersamamu, sehingga tak pernah terbayangkan dalam hati dan pikiranku, untuk berpaling sejenak pun darimu. Sungguh, cintamu tak pernah tergantikan dengan lelaki manapun. Untuk satu hal ini, aku mengucap syukur kepada Tuhanku setiap waktu. Sungguh, aku merasakan keindahan bersamamu, yang tak mungkin mampu kudefinisikan. 

Tetapi aku menyadari kekuranganku sebagai istri, yang secara wajar tak bisa memberikanmu keindahan memadu asmara, di setiap malam yang kamu impikan. Aku menyadari itu dan kamu pun tentu telah menyadari resiko itu sejak pertama kali memutuskan meminangku untuk hidupmu.

Itu sebabnya, aku tak marah, ketika kutahu, engkau tah tahan juga –sebagai lelaki normal- untuk mencari kepuasan dari perempuan lain yang bisa memuaskanmu. Di awal tahun ketiga pernikahan, ketika engkau mulai tergoda seorang perempuan cantik dan seksi itu, aku pun bukan tak tahu. Kudiamkan sebagai sebuah bentuk pengabdian cintaku kepadamu. Bahkan ketika akhirnya kau menikahi perempuan itu secara siri, lalu mendapatkan keturunan darinya, aku pun tak marah.

Kau mungkin tak tahu. Bahwa ketika perempuan itu berberat hati untuk menerima tawaranmu menikah, karena dia menghormati aku, maka aku pula yang meyakinkannya, tanpa sepengatahuanmu, untuk menerimamu. Aku tahu, dia perempuan yang tak hanya mampu memenuhi kebutuhan akan kepuasan biologis. Lebih dari itu, dia adalah perempuan yang jujur, berhati baik dan tulus. Dan terutama, dia sangat menyayangimu, sepertiku.

Suamiku, engkau adalah laki-laki dengan sketsa wajah yang telah kukenali secara dalam. Bahkan bau keringatmu pun kuhafal, hingga ujung hidupku. Kau tak perlu meminta maaf, atas keputusanmu mencintai perempuan desa itu, untuk menikahinya, dan untuk memberinya keturunan. Aku tak marah. Ini konsekuensi cinta yang harus kubayar. Karena kutahu, hingga akhir hayatku, engkau masih setia menemaniku, tak pernah terbersit sedikitpun meninggalkanku. Menemaniku hingga saat-saat kematianku adalah lebih dari cukup bagiku, perempuan tak normal yang gagal memberikanmu keturunan.
 
Jangan pernah menyesal dan menangisi keputusanmu itu. Dan kau pun tak perlu meminta maaf. Karena sejak awal kutahu keputusanmu itu, aku telah memaafkanmu. Sama sekali aku tak menganggapmu berselingkuh, apalagi mengkhianatiku. Maka, untuk yang terakhir kalinya, aku memintamu memberiku satu senyuman terindah, seperti yang pernah tercatat dalam keabadian hatiku, saat pertama kali kau tatap wajahku.

Selamat tinggal suamiku tersayang. Kutunggu kau, pertemuanmu dan anak-anakmu, di kehidupan berikutnya. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu.

Istrimu yang sangat mencintaimu, Tina


           Mendadak semuanya gelap. Tak ada kehidupan...!  !  !
                                              * * *

KURAIH CINTA-NYA KU GENGGAM CINTAMU



Pagi hari, tatkala sang mentari masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya pada semesta.di depan sebuah rumah seorang wanita paruh baya sedang menyapu halaman yang di penuhi dedaunan kering yang berjatuhan dari pohon mangga. Semilir angin pagi menyapa dengan kehangatannya seiring suara batuknya yang sesekali terdengar.

Tak berapa lama kemudian,seorang gadis berkerudung memasuki halaman rumah dengan mengendarai sepeda. ia tak lain putri sang ibu yang baru pulang mengantar kue yang di titipkan di warung.

'' MasyaALLAH, mamak kenapa di luar pake nyapu lagi kan mamak masih sakit'' kata sang gadis begitu turun dari sepedanya.

''mamak tidak apa-apa Lya, justru mamak akan tambah pusing jika di kamar terus''

'' iya tapi nanti kalo mamak sakit lagi gimana? Batuknya mamak belum sembuh, ingat pesan dokter ika mamak harus banyak istirahat, sudah biar Lya yang menyapu saja '' Lyana mengambil sapu lidi dari tangan ibunya.

'' kamu ini, sudah seperti Dokter Ika saja Lya, protes melulu dari tadi ''

'' iya habis mamak nggak mau mendengarkan Lya sih, padahal semua ini demi kesehatan mamak. Si Dewi kemana lagi bukannya ini tugasnya'' Lya masih terus menyapu sementara matanya tertuju ke dalam rumah mencari adiknya.

'' Dewi mamak suruh ke pasar untuk membeli benang''

''Benang untuk apa mak? ''

'' pakaianan bu keuchik belum selesai mamak jahit, mamak nggak enak sudah seminggu yang lalu di berikan ''

'' tapi mamak masih sakit, nggak boleh menjahit dulu'' Lyana menyudahi menyapu, kemudian mengikuti mamaknya yang duduk di bangku di bawah pohon mangga.

Sang ibu menatap Lyana, wajah dan sifatnya mengingatkannya pada ayah Lyana, lelaki yang sangat di cintainya yang kini telah meningggalnya untuk selamanya. Dalam hati ia berkata ' Ayah, ALLAH mengantikan sosokmu dalam hidupku dengan kehadiran Lyana dan sesuai dengan harapanmu sekarang Lyana sudah mengajar di SD AL SUNNAH tempat ayah mengajar dulu,Dewi sebentar lagi Lulus SMU, Ilham sesuai dengan wasiatmu tlah ku titipkan di Ponpes Fatanah'

'' mamak kenapa melamun? '' tanya Lyana

mamak tersenyum menatap Lyana '' mamak sedang membayangkan seandainya ayahmu sekarang ada disini tentu ia akan sangat bangga padamu yang sangat perhatian pada keluarga kita, ah... Sudahlah kenapa ibu jadi sedih gini ya. Lya ayo siap-siap bentar lagi mau ngajar kan? '' mamak hendak berjalan masuk kerumah.

Lyana memeluknya dari belakang
'' lho kenapa ini? '' tanya ibu murni heran dengan tingkah putrinya.

'' terima kasih mak, berkat doa dan kerja keras mamak Lya dan adik-adik bisa hidup dengan baik sekarang Lya sayang mamamk ''

Ibu murni mengganguk pelan, tetesan bening tak terasa telah membasahi pipinya, tapi ia tak mau Lyana mengetahuinya, maka segera di hapus. Kemudian di peluk putrinya dengan penuh cinta.

'' mamak juga sayang sama Lya, Dewi dan Ilham. Bahkan rasa sayang mamak melebihi apapun yang ada di dunia ini ''

Lyana masih memeluk ibunya ketika Dewi adiknya pulang.
'' wah... Sepertinya ada cerita baru ini. Aku sudah ketinggalan ya? '' ucap Dewi dengan sapaannya yang khas.

Ibu murni tersenyum, Lyana melepaskan pelukan ibunya.

'' kamu ini ngagetin saja dewi'' Lyana tersenyum

'' Biasa kak, bakat terpendam. Tapi mamak kenapa sih pagi-pagi udah ada adegan pelukan sambil nangis-nangis segala? ''

'' Adengan-adengan, memangnya film apa wi '' timpal bu murni

'' iya, sapa tahu Kak Lyanan dapat tawaran main film kalee... '' canda Dewi

'' Hus.... Kamu ini suka ngasal kalo bicara. Udah dapat pesanan mamak? ''

'' Beres mother, ini benangnya'' Dewi menyerahkan bungkusan kantung plastik pada ibunya.

Lalu mereka masuk kedalam rumah, sementara ibu menjahit Lyana bersiap berangkat mengajar di SD AL SUNNAH. Dewi juga bersiap berangkat ke sekolah, saat ini Dewi masih duduk di Kelas 3 SMU.

                                             ¤ ¤ ¤

Beberapa hari kemudian keadaan bu murni semakin membaik.

'' Lyana, kamu benar-benar tidak bisa meluangkan waktu untuk mengikuti pengajian dengan ibu-ibu di masjid jum'at besok?'' tanya bu murni.

Pagi ini ia menemani Lyana sarapan dengan pertanyaan yang sama seperti yang di ajukan semalam.

Lyana tersenyum ''kalo jadwal mengajar Lya untuk besok kosong mak. Tapi Lya sudah janji mau mengantikan bu ani menemani anak-anak ke Bank''

'' ke Bank? Ada acara apa anak-anak AL SUNNAH ke bank?'' tanya bu murni lagi dengan sorot mata penuh tanya.

Lyana tersenyum geli melihatnya sambil meneguk teh hangat ia berkata ''mamak kenapa jadi melotot gitu?''

'' anak-anak kecil di bawa ke bank ya untuk apa?''

Dewi keluar dari kamarnya dengan seragam sekolah rapi dan jilbab putihnya, menambah keayuan wajah putihnya. Tapi ia tak mau ketinggalan untuk memberikan komentar atas pertanyaan ibunya.

'' namanya juga Bank mak, orang-orang kesana untuk menabung. Murid kak Lyana mau di ajarkan cara menabung agar menjadi generasi yang Rajin menabung gitu ceritanya ''

'' ini anak kebiasaan deh, kalo orang lagi ngomong ikut nimbrung saja. Ayo sarapan dulu ntar tlat lagi'' tegur bu murni pada Dewi

'' oke mamak, oya kak memangnya bu Ani kemana?''

'' Ibu Ani kemarin sore pulang kemedan karena mertuanya meninggal'' jelas Lyana

'' Innalilahi wa innalilahi rajiun '' ucap mamak dan dewi bersamaan.

'' ya sudah Lya berangkat ngajar dulu ya, Dewi mau bareng kakak?

'' kakak duluan deh, Masih ingin menikmati nasi goreng masakan mamak ini '' Dewi mengacukan jempolnya pada kakaknya.

Lyana tersenyum melihat tingkah adiknya. Segera ia pamit menuju sekolah tempatnya mengajar.

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana mengajar Sekolah Terpadu yayasan AL SUNNAH SD-SMP-SMU, Lyana mengajar di SD dengan ijazah PGSDnya. Lyana adalah sosok guru yang ramah dan sangat di cintai oleh murid-muridnya tak jarang ia banyak mendapatkan apresiasi dari guru-guru lain di Yayasan AL SUNNAH, tapi itu semua tak pernah membuatnya jadi berbangga hati karena ia justru semakin banyak belajar tentang dunia pendidikan anak-anak. Baginya menjadi guru adalah sebuah anugrah terindah dari ALLAH dalam hidupnya. Dan ia mencoba menjalaninya dengan penuh keihklasan dan rasa tanggung jawab. Baginya dunia anak adalah dunia yang paling menyenangkan saat bisa selalu bersama mereka, bermain dan belajar.

Lyana sedang memeriksa pekerjaan rumah muridnya ketika ibu Rosima memanggilnya keluar kepala sekolah. Ia segera menuju ke luar sekolah

'' Assalamualaikum... '' sapanya saat membuka pintu

'' wa'alaikum salam,silahkan masuk ibu Lyana '' jawab pak Rifat kepala sekolah.

Lyana segera masuk di ikuti ibu Rosima. Ia melihat seorang pria berdiri di hadapan pak Rifat

'' Bu Lyana kenalkan ini Bapak Farid, untuk sementara beliau akan mengantikan Ibu Ani '' ucap pak Rifat panjang lebar sembari memperkenalkan pria yang berdiri di depannya.

Lyana menoleh sejenak pada pria yang bernama Farid itu sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya di dada, saat matanya menangkap wajah sosok di hadapannya itu, cess....cess.... Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, begitu pula dengan Farid ia sangat mengenal sosok di hadapannya.

'' Cut Lyana Lestari kan? '' tanya Farid

'' Iya '' Lyana menundukkan kepalanya.

'' kalian sudah saling kenal?'' tanya Pak Rifat

'' Lyana ini teman SMP saya pak, teman dari kecil malah. Cuma sudah hampir 4 tahunan kami tidak bertemu. Iyakan Lyana '' jelas Farid

Lyana mengganguk '' iya pak ''

'' Subhanallah, tadinya saya baru mau meminta ibu Lyana memberikan memberikan gambaran tentang sistem pembelajaran di sekolah kita ini pada Pak Farid, semoga ibu bisa membantunya ''

''InsyaALLAH pak, saya akan mencobanya, ada lagi pak? ''


'' tidak. Saya rasa itu saja bu. Terima kasih ''

'' baiklah pak. Saya juga ada jam mengajar sepuluh menit lagi. Saya permisi Assalamu'alaikum.. ''

'' wa'alaikum salam ''

Lyana segera keluar dari ruangan pak Rifat.

Sementara Farid menatap kepergian Lyana dengan decak kekaguman sampai detik ini dia tidak menyangka Lyana teman kecilnya kini sudah menjadi seorang guru dan mengajar di tempat ini.

'' Pak Farid ini jadwal mengajar untukmu'' ucap Pak Rifat

'' iya. Terima kasih pak ''

                                             ¤ ¤ ¤

langit kian mengelap, kabut hitam mulai bergelantungan di langit perlahan telah menutupi kumpulan lukisan biru di angkasa. Sang Bulan mulai memancarkan cahayanya ikuti rangkaian indah gemerlap bintang-bintang yang membentuk Rasi terindah.

Lyana duduk di teras depan menatap langit yang indah. Rasa syukur ia panjatkan pada Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan keindahan malam yang tiada duanya di dunia ini. Malam belum begitu larut jadi ia ingin menikmati indahnya malam. Sementara ibu dan adiknya di dalam rumah.

Lyana teringat akan pertemuannya dengan Farid di sekolah tadi.
Ternyata sekarang Farid sudah menyelesaikan pendidikannya di Banda Aceh. Memory Lyana kembali pada masa kecilnya ketika ia dan sahabat-sahabat kecilnya bermain di bawah pohon rindang di antara jejeran sawah desanya. Permainan yang sering mereka lakukan adalah Linto ngon Dara baro yang merupakan sebutan untuk pengantin Aceh. Saat itu Lyana selalu di jadikan Dara baro (pengantin perempuan) sedangkan Farid dijadikan Linto baro(pengantin laki-laki) sahabat mereka lainnya : Nurul menjadi ibu Lyana, Umar penghulu, dan teman-teman lainnya menjadi tamu. Farid kecil pernah berkata pada Lyana '' Lyana, kalo kita sudah dewasa nanti kita menikah ya ''
'' Iya'' Lyana menjawab dengan polosnya
Lyana tersenyum mengingatnya masa kecil yang mengembirakan bagi anak-anak di tepi Barat Kepulauan Aceh, walau penuh dengan kesederhanaan tak pernah takut untuk membuat mereka bermimpi demi masa depan yang lebih baik.

'' epotalah...... Kakak dari tadi Dewi panggil-panggil nggak di jawab, rupanya e... rupanya sedang melamun disini'' Dewi yang sudah berdiri di samping Lyana membuyarkan lamunannya.

'' kak. ini HP kakak bunyi dari tadi Kak Nurul yang telpon ntu angkat dulu sapa tahu penting '' ujar Dewi lagi

'' iya makasih Dewi '' Lyana menerima Hp dari Dewi. Kemudian mulai berbicara dengan Nurul sahabatnya. Nurul yang juga mengajar di AL SUNNAH mengajak Lyana ke rumah pamannya di Kuala Teripa minggu depan. Lyana menyanggupinya sekalian ia ingin menjenguk Ilham di Ponpes.

'' kakak mau ke Ponpes Ilham ya?'' tanya Dewi saat Lyana menutup telponnya.

Lyana mengganguk pada Dewi yang masih berdiri di sampingnya. '' sekalian juga mau membayar uang SPP Ilham dek ''

'' udah masuk yukk, kakak ngantuk mau tidur dulu besok pagi mau nemanin anak-anak ke Bank ''

'' yee... Padahal Dewi mau ikut cerita-cerita tadi bareng kakak'' Ucap Dewi kecewa

'' udah telat, ceritanya sudah tutup buku. Tadi kemana aja nong? '' gurau Lyana

'' tadi ngerjain PR dulu lah kak ''

'' besok aja ya dek, kakak bener-bener ngantuk ini '' Lyana segera masuk ke rumah. Di ikuti Dewi

                                             ¤ ¤ ¤

'' Assalamualaikum..... '' sapa Lyana saat memasuki ruang kelas.

Anak-anak yang tadinya sibuk sendiri tersenyum melihat kedatangan Lyana dan duduk dengan manis.

'' Wa'alaikum salam bu '' jawab mereka serempak.

'' Bagaiman kabarnya anak-anak ibu hari ini? '' Lyana melihat keseluruh penjuru ruangan kelas.

'' Alhamdulillah baik bu guru''

'' Alhamdulillah. Sudah siap berangkat ke bank hari ini? ''

'' sudah bu guru''

seorang gadis kecil kerkerudung mengacukan tangan ke atas
''Ibu Ifa mau tanya boleh?''

'' tentu saja boleh Ifa, silahkan Ifa mau bertanya apa?''

'' Ifa sudah bawa celengan buat di simpan di Bank, tapi kata Zia celengan nggak bisa di simpan di Bank''

Lyana tersenyum mendengarnya '' memangnya Ifa mau menabungkan semua uang Ifa ya?''

'' iya bu, ''

'' heemmm..... Begini Ifa, Zia dan semuanya uang yang di celengan kalian biar di simpan di rumah saja ya. Yang di tabung di Bank uang pemberian orang tua kalian yang sudah ibu kabari melalui surat kemarin. Apa surat dari ibu sudah di sampaikan pada ayah dan ibu semuanya?''

'' Sudah bu '' jawab semua murid

'' Alhamdulillah, kalo begitu kita bisa berangkat ke Bank sekarang ya ''

kemudia Lyana segera menyuruh murid-muridnya bersiap ke Bank.

                                             ¤ ¤ ¤

jam Dinding menunjukkan angka 15.30 ketika Bu Murni baru menyelesaikan jahitannya di ruangan tengah serba guna rumah mereka. Di katakan ruang tengah serba guna karena di ruang mungil inilah biasanya mereka menerima tamu dan tempat Bu Murni menjahit di depan jendela ada sebuah mesin jahit tua dan Bu Murni duduk di depannya, sekali-kali matanya tertuju pada halaman depan wajahya nampak gelisah. Sementara itu di sudut ruangan Dewi sedang mengerjakan pekerjaan rumahnya.

'' Dewi tadi kakakmu bilang mau pulang jam berapa?'' tanya Bu Murni pada Dewi

'' Tidak mak '' ucap Dewi.

'' nggak biasanya kakakmu pulang telat, biasanya sebelum adzan dhuhur berkumandang ia sudah sampai di rumah. Coba kamu hubungi ''

Dewi segera mengambil HPnya, yang nampak tidak terlalu mahal tapi sangat beharga baginya karena HP itu di perolehnya dari hadiah cerdas cermat di sekolahnya.

Berkali-kali Dewi mencoba menghubungi nomor kakaknya tadi HP kakaknya tidak bisa di hubungi.

'' HP kak Lyana tidak bisa di hubungi mak, mungkin batrenya lowbed ''

'' biasanya kalo ke Bank sampai jam berapa Dewi? ''

belum sempat Dewi menjawab pertanyaan Ibunya, Lyana pulang di antar Nurul dengan sepeda motornya.

'' nah itu kak Lyana sudah pulang mak '' lanjut Dewi

'' iya wi''

Lyana berjalan memasuki rumahnya, Nurul tidak singgah lagi karena hari sudah sore. Sebelum motornya meninggalkan halaman rumah Lyana Nurul menyapa Bu Murni dan Dewi terlebih dulu.

'' untung kakak cepat pulang, kalo tidak bakalan ada yang berdiri di depan pintu sampai kakak pulang

'' ungkap Dewi saat Lyana mencium telapak tangan ibunya.

Lyana tahu ibunya tentu sangat mengkhawatirkannya maka ia segera minta maaf karena pulang terlambat.

Adzan Ashar berkumandang menyeru agar umat-Nya kembali beribadah.

                                             ¤ ¤ ¤

'Allahu Akbar
Allahu Akbar
Asyadualla ila hailallah
Asyadualla ila hailallah.....'

Suara adzan subuh sayup-sayup terdengar memecahkan kesunyian fajar. Begitu pula yng terjadi di Pondok Pesantren FATANAH. Begitu suara adzan berkumandang santri-santri yang tadinya masih terlelap dalam ayunan mimpi di tidurnya, segera bangun dan berwudhu sebelum melaksanakan shalat subuh. Suara gemelincik air yang mengalir menjadi alunan merdu ibarat musik pengantar pagi yang syahdu dikala fajar.

Pondok Pesantren FATANAH adalah pondok pesantren tertua di Kuala Teripa, pendirinya adalah Alm. KH Abu Munir Kuala, sekarang di pimpin oleh anaknya KH. Abu Ali Muttaqin mertua dari Bapak H. sulaiman Lubis pimpinan yayasan pendidikan Islam AL-SUNNAH. Di ponpes FATANAH juga terdapat sekolah Islam Yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Ponpes FATANAH ini sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat pesisir barat Aceh karena hampir 90% santri-santri disana merupakan anak-anak asli sana. Kualitas pendidikannya tak bisa di ragukan lagi karena hampir setiap tahun lulusan pesantren ini mendapatkan undangan bea siswa untuk melanjutkan pendidikan ke negeri seribu menara yaitu mesir. Termasuk Reza Ramadhan, cucu dari KH. Abu Ali Muttaqin yang baru menyelesaikan kuliahnya di mesir.

                                             ¤ ¤ ¤

Ummi Fatin sedang memasak di dapur ketika putranya pulang dari AL-SUNNAH. Cuaca hari ini memang agak panas, setelah menyalami umminya Reza langsung membuka kulkas mengeluarkan botol air mineral dan menuangkannya ke dalam gelas.

'' Alhamdulillah... Lega rasanya '' ucapnya setelah minum.

Ummi Fatin tersenyum melihat putranya.

'' bagaimana keadaan AL-SUNNAH Reza? '' tanya ummi fatin kemudian.

''sejauh ini baik-baik saja ummi, tapi seperti kata Abu. Reza harus lebih banyak belajar tentang keadaan disana '' Reza duduk menatap umminya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.

'' iya seperti kata Abumu, belajar dulu baru berbenah diri. Begitupun di AL-SUNNAH kamu harus bisa memahami dan memimpinnya dengan baik nanti''

Reza mengangguk dalam hati ia bertekat untuk bisa memimpin Yayasan AL-SUNNAH dengan baik, karena ia sudah memilih untuk mengabdi disana menerusi Abunya.

'' Abu kemana Mi?''

'' ke pesantren ada perlu dengan kakekmu, mungkin sebentar lagi pulang''

'' Abu masih nyetir sendiri!''

'' tidak. Tadi beliau mengajak siman, mau makan sekarang atau tunggu Abumu Reza?''

'' nanti saja mi, Reza ke kamar dulu mau istirahat sebentar '' Reza berjalan menuju kamarnya.

Reza Ramadhan adalah anak ketiga pasangan H.Sulaiman Lubis dan Ummi Fatin. Kakak pertama dan keduanya perempuan dan sudah menikah, adik bungsunya laki-laki masih duduk di bangku Tsanawiyah di ponpes FATANAH. Reza baru Dua minggu berada di rumah sekembali dari mesir.

Reza baru selesai melaksanakan shalat dhuhur, ketika mobil kijang hitam memasuki halaman rumahnya. H.Sulaiman Lubis turun dari mobil di sambut ummi fatin yang menunggunya di depan pintu rumah.

'' bagaimana keadaan ayah disana abu?'' tanya ummi fatin setelah mencium telapak tangan suaminya.

'' Alhamdulillah baik, Nasrullah merawat beliau dengan baik mi. Oya apa Reza sudah pulang?''

'' sudah Abu ''

Abu sulaiman masuk kedalam rumah di susul ummi fatin.

'' Abu mau makan sekarang? Biar ummi siapkan''

'' iya mi, panggilkan Reza juga kita makan bersama ''

ummi fatin mengetuk pintu kamar Reza.

'' Reza ayo makan Abumu sudah pulang'' kata ummi fatin saat Reza membuka pintu.

'' baik mi '' Reza segera menuju ruang makan bersama ummi fatin.

Di ruang makan yang tidak terlalu mewah keluarga Abu Sulaiman menikmati makan siangnya, setelah selesai makan Abu Sulaiman berkata :

'' Sepi sekali ya mi rumah ini, coba ada cucu-cucu kita ''

ummi fatin yang sedang membereskan piring tersenyum mendengarnya.

'' namanya juga cucu dari anak perempuan Abu, sudah tentu ikut Ayahnya'' jawab ummi fatin.

Reza diam saja mendengar pembicaraan Abu dan umminya.

'' Abu ini kenapa, tiba-tiba teringat cucu-cucu kita bukannya kemarin mereka baru dari sini''

'' justru karena mereka habis dari sini mi, Abu jadi kangen lagi sekarang yang menghibur hati kita hanyalah cucu ''

'' lalu, maunya Abu bagaimana?''

'' bagaimana menurutmu Reza? '' tanya Abu Sulaiman pada Reza

'' menurut Reza ya Abu? '' tanya Reza heran.

'' iya menurut kamu bagaimana agar rumah ini ramai kembali?''

'' kalau begitu jemput saja Bilqis dan Nabila besok lalu ajak tinggal disini''

Abu dan ummi tertawa mendengar jawaban Reza, ini membuat Reza semakin bingung.

'' maksud Abumu bukan begitu Reza, lagian Abu mau bertanya kenapa jadi muter-muter kayak gangsing '' ummi fatin mengerti maksud suaminya.

'' siapa yang muter-muter mi, Abu kan menanyakan pendapat Reza ''

Reza mulai mengerti akan maksud pertanyaan Abunya. Abu pasti akan menanyakan masalah pernikahan padanya.

'' Abu, ummi, Reza tahu apa yang ingin Abu dan ummi tanyakan. Tapi jujur saat ini belum terfikir tentang menikah di hati Reza. Reza ingin kosentrasi dulu di AL-SUNNAH '' Reza menatap kedua orang tuanya bergantian.


'' kenapa belum di fikirkan Reza? Menikah itu sunnah Nabi, lagi pula apa yang kamu tunggu pekerjaan sudah ada, usiamu juga sudah matang untuk berumah tangga '' ungkap Abunya.

'' belum Abu, Reza belum melakukan apa-apa menikah itu memang sunnah nabi untuk menyempurnakan diri tapi sebelum melangkah kesana Reza harus benar-benar yakin sudah siap lahir dan bathin. Di usiaku saat ini sewajarnya jika aku memikirkan pernikahan Abu, ummi. Tapi sekian perasaan membuatku ragu untuk melangkah bahkan mencetuskan niat saja belum berani '' jelas Reza.

'' apa yang kamu ragukan nak? Kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu di bumi para Nabi, sudah tentu kamu lebih paham tentang hal ini '' ucap ummi fatin

'' tapi Reza masih ragu tentang kemampuan menjalankan biduk rumah tangga ummi ''

'' Reza, pernahkah engkau mendengar sebuah hadits Rasulullah?'' tanya Abu Sulaiman

'' hadits yang manakah Abu? ''

Abu lalu menceritakan sebuah hadist :
'' Rasulullah Sallallahu Wasalam bersabda kepada 'Ukaf bin wada'ah Al Hilali, 'apakah engkau telah beristri wahai 'Ukaf?'

Ia menjawab 'belum'

Rasulullah Sallallahu Wasalam bersabda, ' tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?'

Jawabnya ' tidak'

sabda Beliau ' bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?'

jawab 'Ukaf, ' Ya, Alhamdulillah'

maka Beliau bersabda ' kalau begitu engkau termasuk teman setan karena engkau mungkin termasuk pendeta nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk golongan mereka, atau mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu hendaknya engkau berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami adalah beristri. Orang yang paling durhaka diantara kalian adalah yang membujang dan orang mati yang paling hina diantara kamu ialah kematian bujangan. Sungguh celaka kamu wahai 'Ukaf, oleh karena itu menikahlah! '' ( HR. Ibnu Atsir dan Ibnu Hajar)

Masya ALLAH.....
Reza memang pernah mendegar hadits yang dibacakan Abunya. Tapi kali ini ketika mendegarkan Abu membacakannya Ia gemetar setengah mati, keringat dingin bercucuran di wajahnya. Hatinya benar-benar terketuk relung keimanannya bergetar Ia seperti tertantang.

Ummi fatin menatap putranya dengan tatapan lembut. Ingin rasanya ia memeluk Reza yang sedang gamang tapi Abu Sulaiman buru-buru memberikan kode untuk meninggalkan Reza.
''fikirkan baik-baik nak, buang jauh keraguan di hatimu karena sesungguhnya itu hanya godaan setan'' ucap ummi fatin sebelum meninggalkan Reza.

Reza gelisah '' MasyaALLAH......, bayangkan Rasulullah sampai mencap dengan sebutan teman setan, golongan pendeta nasrani, orang yang paling durhaka dan celaka untuk mereka yang sudah mampu menikah tapi tidak melaksanakannya. Mengapa untuk sebuah sunnah yang sebenarnya bisa aku lakukan, aku masih menunda. Ampuni Hamba-Mu ini Ya ALLAH yang masih tidak percaya dengan segala yang engkau janjikan Astagfirullah.....'' gumam Reza.

Dalam kebimbangan Ia memasuki kamar. Ummi fatin dan Abu Sulaiman memperhatikan anaknya dari ruang tengah mereka membiarkan putranya untuk berfikir sendiri.

                                             ¤ ¤ ¤

Sementara Reza berfikir dalam kegelisahannya. Di dapur sebuah rumah kecil yang sederhana, Lyana sedang mengaduk adonan kue untuk di jual.
Bu Murni yang sedang menyaring santan bertanya :
'' jadi ke ponpes besok Lyana?''

'' InsyaALLAH jadi mak, sekalian mengantar uang SPP ilham ''

'' lalu dengan siapa kamu kesana?''

'' dengan Nurul mak, kebetulan besok dia juga akan mengunjungi pamannya di Teripa'' ungkap Lyana tangannya mulai sibuk membentuk adonan untuk kue donat.

'' Lyana apa tidak sebaiknya kita membeli sepeda motor saja, jadi kamu tidak kerepotan mencari kendaraan jika hendak mengunjungi Ilham. Kemarin cek malek menawarkan motornya pada mamak''

'' iya kak, beli sepeda motor saja ya. Nanti kita tidak usah jalan kaki lagi ketika mengantar kue ke warung''. Sambung Dewi yang sudah muncul dari pintu belakang dengan tangan kanannya memegang situk (pelepah pinang kering) berisi sayuran yang baru di petik di kebun belakang.

Di belakang rumah Lyana ada kebun mini yang semasa Ayahnya hidup kebun itu di tanami jagung. Tapi semenjak Ayahnya meninggal Lyana mengubahnya menjadi kebun sayur mayur. Dewi meletakkan situk di atas meja.

'' kalau kakak tidak punya uang pake uang tabungan dewi dulu untuk uang mukanya kak, selanjutnya bisa kita usahakan'' lanjutnya
'' jangan Dewi tabungan itu hasil jerih payahmu mengajar les gunakan untuk keperluan sekolahmu saja'' ungkap Lyana

'' nggak apa-apa kak, urusan sekolah Dewi InsyaALLAH nanti ada rezeki lagi bulan depan Dewi akan gajian lagi''

'' gampang apa, kamu mengumpulkan tabungan itu sudah satu tahun dewi. Biarlah kita jalan kaki mengantar kue''

'' Apa yang di katakan adikmu ada benarnya Lyana. Kamu memerlukan kendaraan apalagi sepeda sering di bawa adikmu ke sekolah'' sambung Bu Murni

'' mak, begini saja InsyaALLAH kalau Lyana sudah punya uang kita beli sepeda motornya. Tabungan Dewi biar di gunakan untuk biaya kuliahnya nanti'' Lyana memberikan solusi

'' yah... Kelamaan kak, udah deh pake uang Dewi dulu nanti keperluan kuliah Dewi bisa di usahakan ya kan mak'' Dewi meminta persetujuan ibunya.

'' bagaimana Lyana adikmu sudah ihklas jika tabungannya di pakai dulu?''

'' tidak mak, tabungan Dewi dari awal memang di niatkan untuk biaya kuliah Dewi jadi harus tetap di pergunakan untuk itu. Sebentar lagi Dewi akan menyelesaikan sekolahnya kalau uang itu di pakai Lyana takut nanti biaya kuliah Dewi terbengkalai''

'' Huft..... Susah deh kalau bu guru yang ngomong, fikirnya masa depan terus'' Dewi tanpa kecewa dengan keputusan kakaknya.

'' ini demi kebaikanmu dik, ingat pesan ayah dulu kita harus bisa mensyukuri apa yang telah kita miliki dan jika kita menginginkan lebih jangan pernah meraihnya dengan mengorbankan yang lebih penting, tapi kita harus berusaha sedikit demi sedikit untuk meraihnya'' tutur Lyana

'' iya kakak, seperti pribahasa berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian ''

'' bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, InsyaALLAH'' lanjut Bu Murni di iringi tawa mereka.

                                             ¤ ¤ ¤

Pagi hari jam menunjukkan angka 8 Lyana sudah berangkat ke ponpes FATANAH bersama Nurul. Setelah menempuh perjalanan selama sejam lebih sampailah mereka di ponpes FATANAH. Nurul memarkir sepeda motornya di halaman depan ponpes,setelah itu mereka berjalan kaki memasuki ponpes. Setelah melapor pada petugas jaga mereka menunggu Ilham di sebuah Dayah.

'' Lyana entah kenapa setiap kali melangkahkan kaki ke Pesantren hatiku menjadi sangat damai'' ucap Nurul

'' karena disini di penuhi dengan cahaya ilmu dan lantunan ayat suci yang selalu mengiringi langkah mereka. Jika kita dekat dengan ALLAH sudah tentu hati kita akan terasa damai''  sahut Lyana

'' iya Lyana, tapi sayangnya adikku tak pernah mau mengenal dunia pesantren'' jawab Nurul

'' setiap orang mempunyai impian dan harapan yang berbeda Nurul, selama itu di jalan yang benar tak perlu di sayangkan dulu kami juga berat hati melepaskan Ilham kesini tapi demi amanah dari ayahku kami harus ihklas'' Jelas Lyana

Tak lama kemudian Ilham pun datang.

'' kamu kurusan dik, apa kamu sakit?'' tanya Lyana saat adiknya menyalaminya.

'' Ilham sehat kak, hanya saja saat ini sedang menghadapi ujian untuk naik tingkatan'' ujar Ilham

'' tapi kamu juga harus memperhatikan kesehatan, jangan keseringan begadang, di dalam kardus ada vitamin jangan lupa di minum ya''

'' iya kak. Oya bagaimana kabar mamak dan kak Dewi?''

'' Alhamdulillah mereka baik, mamak titip pesan katanya mamak sayang dan bangga pada Ilham jadi harus belajar yang rajin ya. Kami semua selalu mendoakan Ilham''

'' Ilham juga sayang mamak, Kak Lyana dan kak Dewi ''

'' Iya kakak percaya. Sekolahmu bagaimana dik?''

'' Alhamdulillah lancar kak, InsyaALLAH minggu depan mau ulangan umum''

Setengah jam mereka ngobrol. Kemudian bergegas menuju rumah paman Nurul. Usai shalat dhuhur mereka baru pulang kembali.

                                             ¤ ¤ ¤

Bel tanda pelajaran telah usai baru beberapa menit yang lalu terdengar. Seluruh penghuni Yayasan AL-SUNNAH sudah pulang kerumah masing-masing. Tapi tidak dengan Lyana, ia masih berkutat di depan komputer di ruang guru. Jari-jarinya masih sibuk menari di atas tuts-tuts keyboard ia sedang mengetik soal untuk ulangan besok.

'' Lyana masih belum selesai ya?'' Tanya Nurul yang sudah berdiri di belakangnya.

'' Belum Nurul, tunggu sebentar lagi ya''

Nurul melirik jam di pergelangan tangannya sudah pukul 13.00. Ia mengangguk.

'' Lyana kamu sudah bertemu dengan Farid?''

'' Sudah, Hari pertama dia disini di ruang pak Rifat'' jawab Lyana tanpa berhenti mengetik.

''Kamu perhatiin nggak Lyana, dari pertama dia itu selalu memperhatikanmu''

''Memperhatikan apa? Biasa saja mungkin Nurul, karena kita teman kecilnya''

'' bukan itu maksudku Lyana, perhatiin deh setiap dia ketemu kamu tatapannya itu lho seakan-akan menyiratkan sebuah isyarat'' jelas Nurul bak sedang berpuisi.

Lyana tersenyum
'' itu bisa-bisanya kamu aja Nurul. Tidak ada yang berbeda sama seperti yang lainnya. Bahkan saya jarang bicara dengannya''

'' itu dia, yang membuat si Farid penasaran sama kamu. Kamu masih ingat si Umar kan? Kemarin aku bertemu dengannya dia sempat bilang kalau Farid selalu menanyakan tentang kamu padanya. Bener deh ''

Lyana mengeleng-geleng kepala mendengarnya. Ia tahu benar Nurul yang selalu suka memancing perasaan orang lain.

'' Lyana, tapi seru juga ya kalau pada akhirnya pengantin kecil kita dulu bersanding kembali di pelaminan saat dewasa''

Jantung Lyana berdetak kencang ia menghentikan ketikannya. Tapi ia masih berusaha bersikap biasa di hadapan Nurul.

''iya Lyana, perasaanku mengatakan kalian memang sudah di takdirkan berjodoh''

'' huss..... Jangan sembarangan ngomong Nurul. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti jangan suka mendahului kehendak-Nya ''

'' doaku harapanku Lyana'' goda Nurul.

'' Sudah ah... Pulang yukk... Lama-lama omonganmu makin ngawur kemana-mana''. Lyana mematikan komputernya dan bersiap pulang.

'' yee.... Si Ibu ini di doain baik-baik malah di bilang ngawur''

'' sudah ayoo pulang ''

Mereka segera bersiap pulang.

                                             ¤ ¤ ¤

Farid menatap kosong ke langit-langit kamar. Entah kenapa semenjak bertemu dengan seorang gadis pikirannya tak pernah bisa lepas darinya. Gadis yang ia kenal sejak kecil itu tak lain Lyana yang dulu sering di jodohkan oleh teman-temannya. Rasa yang sudah bertahun-tahun ia tutupi perlahan-lahan mulai muncul kembali.
'' Lyana.... Cut Lyana Lestari, yang ku kenal dulu kini telah jauh berbeda. Akankah ia mau menerimaku '' batinnya.

'' Astagfirullah..... Apa yang telah aku fikirkan. Ampuni Hamba Ya ALLAH yang telah berani merindukan seseorang yang belum halal bagi Hamba''

'' Merindukan siapa Farid? '' tiba-tiba ibunya sudah berdiri di belakangnya.

'' Ibu, mengagetkan Farid '' ucap Farid gelagapan.

Ibunya tersenyum
'' diam-diam anak ibu ini sudah memiliki seseorang yang di rindukan ya, siapakah orang yang beruntung itu?''

'' ah... Ibu bisa saja ''

'' Farid, ibu rasa kamu sudah harus memikirkan untuk berumah tangga, katakan pada ibu siapa gadis itu biar ibu melamarnya untukmu ''

Farid kaget mendengar ucapan ibunya yang langsung kepada inti permasalahan. Ia menatap wajah ibunya yang tak muda lagi, kerutan di wajahnya terlihat jelas. Wanita yang sudah bekerja keras deminya dan adik semenjak Ayahnya meninggal.

'' Siapa namanya? '' tanya ibunya lagi seolah bisa membaca apa yang di fikirkan Farid.

'' Lyana bu....'' jawab Farid

'' Lyana anak Bu Murni?''

'' Iya bu, dia teman kecil Farid dan mengajar di AL-SUNNAH juga ''

'' Ibu mengenalnya Rid, bahkan sangat mengenalnya ia sering mengantarkan jahitan ibu yang di kerjakan ibunya''

Wajah Farid mulai cerah.
''Lalu bagaimana menurut ibu?''

'' Dia gadis yang baik, disiplin,punya rasa tanggung jawab yang besar terhadap keluarga dan yang paling ibu sukai jilbabnya itu ''

Farid tersenyum mendengar penuturan ibunya. Hatinya berbunga-bunga.

'' apa kamu sudah yakin dengan pilihanmu Rid ?''

'' InsyaALLAH sudah bu, apa ibu mau melamarkannya untukku?''

'' tentu saja, ibu sudah menantinya sejak lama. Mencarikan dan melamar calon ibu untuk cucu-cucu ibu kelak''

Farid segera mencium telapak tangan ibunya memohon restu. Bulir-bulir air mata itu tak dapat ia tahan lagi. Kini tinggal menunggu jawaban dari keluarga Lyana.

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana baru pulang mengantar kue di warung saat cek malek adik ayahnya datang.

'' Assalamu'alaikum..'' sapa Lyana saat melihat cek malek duduk bersama ibunya di teras depan.

'' wa'alaikumsalam '' jawab cek malek dan Bu Murni hampir bersamaan.

'' dari mana Lyana?'' tanya cek malek

'' biasa ngantar kue cek, sudah lama cek?''

'' belum baru beberapa menit''

Dewi keluar membawa napan berisi segelas minuman dan menyuguhkan di hadapan pamannya.

'' Lyana bagaimana kegiatanmu di AL-SUNNAH?''

'' Alhamdulillah baik cek. Mak cik dan adik-adik bagaimana kabarnya?''

'' Alhamdulillah baik juga''

''Begini Lyana, kak murni, dan Dewi. Dulu Alm. Bang Hasan pernah meminjamkan saya uang. Dan uang tersebut saya gunakan untuk membeli lahan bertani, saya sudah berjanji untuk mengembalikannya sesuai dengan jumlahnya yaitu 10 juta '' cek malek mengeluarkan uang dari saku bajunya dan menyerahkan pada Bu Murni.

'' ini kak, silahkan di hitung dulu ''

'' terima kasih Malek, kakak percaya padamu'' kata Bu murni yang sudah menganggap malek seperti adiknya sendiri.

'' Alhamdulillah.... Akhirnya bisa juga beli sepeda motor '' ujar Dewi.

Lyana melotot ke arahnya. Tapi Dewi tak perduli ia justru memohon pada Bu murni agar uang itu di pakai untuk membeli sepeda motor.

'' bagaimana Lyana? '' tanya Bu murni pada Lyana. Walaupun Ia punya hak untuk mengabulkan permintaan Dewi tapi ia tetap ingin menghargai pendapat Lyana sebagai anak tertua penganti suaminya.

Lyana diam saja. Menatap Dewi yang memelas menunggu jawabannya. Di ujung bibirnya sebuah senyum terukir di iringi anggukan tanda setuju yang sontak membuat Dewi berhamburan ke pelukannya.
'' Makasih kakak ''

'' iya sama-sama''

Dengan di bantu cek malek beberapa hari kemudian sebuah sepeda motor bebek sudah terparkir di halaman rumah mereka.

                                             ¤ ¤ ¤

Hmm..... Reza Ramadhan apa kabarnya ya...??

Jam makan siang di Ponpes FATANAH baru saja usai. Para santri bersiap kembali ke Dayah untuk mengaji. Ilham sedang merapikan kitab-kitab yang akan di bawa ke dayah. Seorang teman menghampirinya.

'' Ilham, ikut aku yukkk? ''

'' mau kemana muhadis, sebentar lagi guree amran masuk. Teman-teman yang lain sudah menunggu di dayah''

'' sebentar saja. Guree amran tidak masuk hari ini. Kita ke rumah kakekku sebentar ada abangku disana'' ujar muhadis

'' baiklah. Tapi sebentar saja ya.. ''

'' iya tenang saja''.

Ilham mengikuti Muhadis keluar kamar. Langkah muhadis begitu cepat sehingga Ilham harus berlari-lari kecil mengejarnya. Tapi Ia terheran saat Muhadis berhenti di depan rumah KH. Abu Ali Muttaqin pimpinan pondok pesantren FATANAH atau yang biasa mereka panggil dengan sebutan Abu tuha.

'' Muhadis ngapain kita kesini?'' tanya Ilham heran.

'' menemui kakek dan abangku, ayo masuk''. Tanpa menunggu Ilham Muhadis segera masuk dan mengucapkan salam.

Ilham mulai ragu, apa mungkin Muhadis cucu Abu tuha. Dan benar saja saat di dalam rumah Muhadis langsung memanggil Abu tuha dengan sebutan Nek yah (panggilan untuk kakek dalam bahasa Aceh). Disana juga ada Reza yang langsung di peluk adiknya.
'' baik-baik disini dis?'' tanya Reza

'' baik bang, oya kenalkan ini Ilham teman Muhadis''

Ilham segera mencium telapak tangan Abu tuha dan Reza. Mereka terlibat pembicaraan ringan tentang agama disana. Ilham senang sekali bisa berkenalan dengan Alumni Ponpes FATANAH yang telah menyelesaikan pendidikan di Mesir apalagi setelah mengetahui Reza abangnya Muhadis. Ia membulatkan tekat untuk bisa seperti Reza. Reza juga menaruh simpati pada Ilham yang walau masih kecil tak pernah malu untuk bertanya.

Setelah berbicara beberapa saat. Muhadis dan Ilham harus segera kembali ke Asrama putra. Sebelum pergi Reza sempat memimjamkan buku tentang Mesir pada Ilham untuk memotivasi semangat belajarnya.

Reza melihat ada bakat dakwah yang luar biasa pada diri Ilham. Jika bisa di pupuk dengan baik ilmunya InsyaALLAH akan sangat bermanfaat bagi Umat nantinya.

'' Reza ayo ikut nek yah keliling pesantren '' ucap Abu tuha kemudian.

'' Ia nek yah ''
Abu tuha berjalan beriringan dengan Reza mengelilingi pondok pesantren. Walaupun Reza telah mengetahui keadaan Pondok pesantren FATANAH tapi ia masih tetap serius mendengarkan penuturan kakeknya tentang Pesantren. Kian hari jumlah santri semakin banyak, kualitas tenaga pengajarpun semakin di tingkatkan demi menciptakan generasi yang agamis dan bermasyarakat.

Reza akan mengajar di Pesantren dan memimpin di AL-SUNNAH. Oleh karena itu ia sangat ingin belajar dari pengalaman kakeknya memimpin pesantren.

'' jika sudah mantap jangan lupa kewajibanmu untuk memberikan nek yah cicit ya'' pancing Abu tuha di sela-sela obrolan mereka.

Reza tersenyum mendengarnya, dalam hati ia berkata InsyaALLAH doakan saya mendapat yang terbaik .

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana menyudahi tilawahnya saat cek malek dan istri dan anaknya datang kerumahnya. Bu murni menyambut mereka di ruang tengah serba guna.
''Tumben malam-malam kesini ada apa dik? Si kecil di bawa juga lagi '' tanya bu Murni sembari menghidangkan minuman.

Dewi yang penasaran juga langsung menemui pamannya. Dewi hendak duduk di sambil ibunya tapi pamannya menyuruh memanggil Lyana yang masih di kamar.

'' kak cepetan napa, udah di tungguin cek malek dan mak cek ''

'' iya Dewi '' Lyana merapikan kerudungnya sebelum keluar kamar.


Lyana duduk di samping ibunya, sementara Dewi langsung mengendong anak cek malek yang baru berusia 1 tahun.

'' begini kak, saya ingin menyampaikan amanah dari seorang lelaki yang datang menemui saya beberapa hari yang lalu. Sebagaimana mestinya saya di sini sabagai wali bagi Lyana dan Dewi mengantikan Alm. Bang Hasan ''

Cek malek berhenti sejenak. Lyana mulai berkutat dalam pikirannya sendiri dia sudah mulai dapat menyimpulkan maksud ucapan pamannya. Seseorang telah datang melamar pada pamannya. Sementara Dewi mendengar dengan rona wajah yang serius dalam hati ia berdoa semoga yang di lamar bukan dia, belum kepikiran di hatinya untuk menikah muda. ^_^

Beberapa saat cek malek masih terdiam. Dewi tidak sabar menunggu langsung saja berkata
'' jadi yang di lamar siapa cek?''

'' Dewi...... '' Lyana dan Bu murni hampir bersamaan melotot ke arah Dewi.

Cek malek tersenyum melihatnya. ''Sebelumnya paman ingin tanya dulu pada kalian sudah siapkan kalian berumah tangga terlepas siapa yang di lamar nantinya ''
semua mata tertuju pada Lyana.

'' bagaimana Lyana?'' Tanya cek malek

Lyana menarik nafas '' InsyaALLAH jika ini sudah waktunya bagi Lyana serta baik menurut mamak dan cek. Lyana siap terlepas siapa yang di lamar nantinya'' Lyana berfikir tidak menutup kemungkinan yang di lamar adalah Dewi.

Kemudian semua mata tertuju pada Dewi. Tanpa menunggu pamannya bertanya Dewi langsung menjawab.

'' Belum siap menikah muda Dewi mak, epotalah siapa yang mau melamar kenapa nggak mau menuggu sampai selesai sekolah ''

Mereka semua tertawa mendengarnya.

'' bersyukurlah Dewi karena yang di lamar itu kakakmu Lyana'' ucap cek malek kemudian.

'' Alhamdulillah...... '' Dewi begitu bahagia mendengarnya.

Sementara itu Lyana bagaikan di aliri arus listrik yang sangat kuat. Jantungnya berdebar kencang bertanya-tanya siapakah yang telah mengkhitbahnya. Perlahan kuncup-kuncup impian itu mulai tumbuh menjadi tunas-tunas cinta siapakah sosok yang akan menjadi imam baginya nanti.

'' siapa yang melamar Lyana lek? '' kali ini giliran Bu murni yang bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.

'' Lelaki itu adalah Farid kak, Muhammad Farid bin Abdullah''

Kecepatan denyut nadi Lyana tak terhitung lagi saat nama yang melamarnya di sebut, Farid teman kecilnya telah menemui pamannya untuk melamarnya. Dalam hati ia bersyukur karena sesungguhnya ia menyukai Farid, tapi Lyana juga perlu memantapkan hatinya melalui istikharah oleh karena itu saat cek malek menanyakan jawabannya ia mengatakan akan shalat istikharah dulu.

                                             ¤ ¤ ¤

Bunga-bunga cinta kian bermekaran di sudut hati-hati yang selalu bertaut pada-Nya. Kupu-kupu yang terbang mengantarkan kebahagian tersendiri di hati Lyana. Malam ini akan menjadi awal dari perjalanan hidupnya dalam meniti rumah tangga. Setelah beristikharah Lyana memantapkan pilihan untuk menerima lamaran Farid sebentar lagi keluarga Farid akan datang untuk melamarnya secara resmi. Nurul menghampiri Lyana yang duduk di depan meja rias.
'' duh... Yang mau di lamar senangnya perasaanku benar kan Lyana kalian memang sudah di takdirkan berjodoh '' goda Nurul.

Lyana tertunduk malu. Bu murni masuk dan menyuruh mereka segera keluar karena rombongan keluarga Farid sudah datang. Lyana yang mengenakan gamis biru nampak begitu anggun apalagi di padukan dengan jilbab putihnya.

Lyana duduk di samping ibu Farid dan Nurul. Sesuai dengan tradisi lamaran Aceh calon mempelai laki-laki tidak hadir pada acara lamaran. Acara di awali dengan tukar batee ranup oleh masing-masing perwakilan keluarga, kemudian pengantar dari pihak Farid di ikuti kata sambutan oleh keluarga Lyana yang dalam hal ini di wakilkan oleh pak Geucik (kepala desa). Selanjutnya ibu Farid memakaikan cincin di jari Lyana, dengan lembut Lyana mencium telapak tangan calon mertuanya itu.

Pada pertemuan ini juga langsung menentukan hari akad nikah dan walimahnya. Yang akan di laksanakan dua minggu lagi. Akad nikah akan di laksanakan di mesjid desa Lyana dan walimahnya di rumah Lyana saat antar linto di rumah Farid saat antar menaro Sesuai adat Aceh. Acara di akhiri dengan pembacaan doa oleh tuha peut.

                                             ¤ ¤ ¤

Ilham baru saja menerima telepon dari Lyana yang menyuruhnya pulang saat hari pernikahannya. Ilham senang sekali mendengarnya saat itu Reza memperhatikan tingkah Ilham. ''ada apa Ilham?''

'' kakak saya akan melangsungkan pernikahan Bang, saya di minta pulang ''

'' kapan acaranya? ''

'' seminggu lagi bang''

'' kamu bisa pulang setelah ujian''

'' iya terima kasih bang''

                                             ¤ ¤ ¤

'' Lyana sudah kamu kabarkan pada Ilham?'' tanya Bu Murni setelah Lyana menutup telponnya.

'' sudah mak, hari sabtu depan Dewi akan menjemputnya. Karena Ilham harus mengikuti ujian dulu''

'' Lyana walau pun nantinya kamu sudah memiliki suami, mamak harap kamu tidak melupakan adik-adikmu. Mereka masih membutuhkan bimbinganmu''

'' iya mak. Lyana tidak akan pernah melupakan Mamak dan adik-adik ''

                                             ¤ ¤ ¤

Bunga-bunga cinta itu juga menyebar ke kediaman Farid. Yang mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya sebelum hari H. Siang ini farid bersiap pergi dengan ibunya untuk mengundang saudara di Kuala Teripa. Dengan mengendarai sepeda motornya ia memboceng ibunya. Saat pergi cuaca sangat cerah tapi di tengah jalan hujan deras menguyur ingin pulang kembali tapi ibunya melarang karena takut tidak ada waktu lagi. Motornya berhenti di depan Rumah KH. Abu Sulaiman, di sambut Ummi Fatin mereka masuk kesalam rumah. Tanpa panjang lebar ibu Farid langsung mengatakan maksud kedatangannya untuk mengundang Abu Sulaiman dan keluarga yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan suaminya dapat hadir pada acara pernikahan Farid.

Reza segera menghampiri farid sementara orang tua mereka ngobrol di ruang tamu. Reza dan Farid sudah bersahabat semenjak SMA.


'' kapan nyusul Rez?'' tanya Farid pada Reza.

'' InsyaALLAH secepatnya. Calonmu orang mana? ''

'' di AL-SUNNAH juga namanya Cut Lyana Lestari ''

'' sebentar fid, aku familiar dengan nama ini, yang kamu maksud ini cewek yang sering kamu ceritakan saat sekolah dulu ya? ''

'' iya Rez, Dia pengantin kecilku dulu ''.

'' hmm.... Jadi penasaran pengen liat orangnya. Daftar pengajar di AL-SUNNAH memang sudah saya baca tapi saya kurang perhatian dengan pengajar wanitanya''

'' itulah kamu Rez, selalu menghindar dari wanita''

'' bukan menghindar rid, belum ketemu yang cocok saja ''

'' kamu mau ku carikan... '' tawar Farid sembari tertawa.

'' boleh '' Reza ikut tertawa.

'' kalau begitu jangan lupa datang di pernikahanku ya ''

'' InsyaALLAH ''

Percakapan mereka terhenti saat ibu farid memanggil untuk mengajak pulang.

                                             ¤ ¤ ¤

Pagi ini begitu indah saat bunga-bunga matahari di pinggiran desa bermekaran, suasana Masjid Jami' yang begitu hikmad membuat acara ijab kabul menjadi semakin indah. Kini janji suci itu telah terikat Lyana dan Farid sudah resmi menjadi suami istri. Lyana berdoa dalam keharuan hatinya ''Ya ALLAH terima kasih untuk cinta-Mu yang telah ku raih dan kini bimbinglah aku mengenggam cinta suamiku menuju keluarga yang sakinah Mawadah Warahmah''

Doa Farid '' Ya ALLAH terima kasih untuk bidadari kecilku dulu yang kini kembali mendampingiku. Bimbinglah kami agar selalu dekat denganmu ''

Usai akad nikah acara di lanjutkan dengan prosesi antar linto yaitu rombongan keluarga Farid datang ke rumah Lyana selanjutnya mereka akan bersanding di pelaminan khas aceh. Lyana tanpak cantik mengenakan pakaian adat pengantin aceh begitu juga Farid yang nampak gagah dengan pakaian tengku umarnya.

Diantara tamu yang hadir ada teman-teman masa kecil mereka, Nurul begitu semangat menceritakan bagaimana perjalanan cinta mereka pada teman-teman lainnya hingga Umar berkata.

'' berarti tinggal Nurul ya yang belum menikah, padahal dia senang banget menjodohkan orang lain tapi kenapa belum ketemu jodoh ya''

Sontak mereka semua tertawa. Nurul hanya tersenyum,

'' kalau begitu kita jodohkan saja setuju nggak teman-teman'' lanjut Siti

'' Setuju, bagaimana jika kita jodohkan saja dengan Reza '' usul Farid

Reza yang sedari tadi diam sangat terkejut mendengarkan usulan Farid, Ia mau protes tapi Farid langsung berkata lagi

'' beberapa hari yang lalu kamu minta aku carikan calon dan kamu setuju kan. Jadi dari mana jauh-jauh mendingan sama Nurul saja bagaimana Nurul? ''

'' nggak lucu rid '' ucap Nurul ia menunduk malu.

'' roman-romannya bakalan ada yang segera menyusul Farid dan Lyana ini..'' goda umar..

Tawa canda kembali menyeruak. Disaat yang sama tatapan Nurul dan Reza bertemu tadi kemudian tertunduk lagi karena malu.

******

Begitu indahnya cinta, jika hati-hati yang mencintai selalu bertaut pada ALLAH…..
Jika cinta itu ada ia akan selalu menaungi hati kita dengan keihklasan dan kelembutan hati semata hanya untuk mengharap ridha ALLAH.

Kamis, 28 Juni 2012

•*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*••*¨*•.¸¸❤¸¸.• *¨*••*¨*•.¸¸❤¸¸.•*¨*•❤¸¸.•*¨*• ☆ ♥ Betapa Berharganya Diri Seorang WANITA!! ☆✿ ★

•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν•*´¨*•.¸ℒℴν

(¯`•.. Ketika Tuhan menciptakan wanita, malaikat datang dan bertanya,"Mengapa begitu lama engkau menciptakan wanita, Tuhan???"

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Sudahkah engkau melihat setiap detail yang telah aku ciptakan untuk wanita?" Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan kerisauan, dan semua itu hanya dengan dua tangan".

(¯`•.. Malaikat menjawab dan takjub,"Hanya dengan dua tangan? tidak mungkin!

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Tidakkah kau tahu, dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan boleh bekerja 18 jam sehari".

(¯`•.. Malaikat mendekati dan mengamati wanita tersebut dan bertanya,"Tuhan, kenapa wanita terlihat begitu lelah dan rapuh seolah-olah terlalu banyak beban baginya?"

(¯`•.. Tuhan menjawab,"Itu tidak seperti apa yang kau bayangkan, itu adalah air mata."

(¯`•.. "Untuk apa???", tanya malaikat.

(¯`•.. Tuhan melanjutkan, "Air mata adalah salah satu cara dia menunjukkan kegembiraan, kerisauan, cinta, kesepian, penderitaan, dan kebanggaan, serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona lelaki,ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki oleh wanita.
Dia dapat mengatasi beban lebih baik dari lelaki, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri, dia mampu tersenyum ketika hatinya menjerit kesedihan, mampu menyanyi ketika menangis, menangis saat terharu, bahkan tertawa ketika ketakutan.
Dia berkorban demi orang yang dicintainya, dia mampu berdiri melawan ketidakadilan, dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang, dia gembira dan bersorak saat kawannya tertawa bahagia,dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran.
Dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian, tapi dia mampu mengatasinya. Dia tahu bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat menyembuhkan luka.



Allah S.W.T berfirman:

(¯`•.. "Ketika Aku menciptakan seorang wanita, ia diharuskan untuk menjadi seorang yang istimewa. Aku membuat bahunya cukup kuat untuk menopang dunia, namun, harus cukup lembut untuk memberikan kenyamanan."

(¯`•.. "Aku memberikannya kekuatan dari dalam untuk mampu melahirkan anak dan menerima penolakan yang seringkali datang dari anak-anaknya. "

(¯`•.. "Aku memberinya kekerasan untuk membuatnya tetap tegar ketika orang-orang lain menyerah, dan mengasuh keluarganya dengan penderitaan dan kelelahan tanpa mengeluh."

(¯`•.. "Aku memberinya kepekaan untuk mencintai anak-anaknya dalam setiap keadaan, bahkan ketika anaknya bersikap sangat menyakiti hatinya."

(¯`•.. "Aku memberinya kekuatan untuk menyokong suaminya dalam kegagalannya dan melengkapi dengan tulang rusuk suaminya untuk melindungi hatinya."

(¯`•.. "Aku memberinya kebijaksanaan untuk mengetahui bahwa seorang suami yang baik takkan pernah menyakiti isterinya, tetapi kadang menguji kekuatannya dan ketetapan hatinya untuk berada disisi suaminya tanpa ragu."

(¯`•.. "Dan akhirnya, Aku memberinya air mata untuk dititiskan. Ini adalah khusus miliknya untuk digunakan bilapun ia perlukan."

(¯`•.. "Kecantikan seorang wanita bukanlah dari pakaian yang dikenakannya, sosok yang ia tampilkan, atau bagaimana ia menyisir rambutnya. Kecantikan seorang wanita harus dilihat dari matanya, karena itulah pintu hatinya, tempat dimana cinta itu ada."

(¯`•.. "CINTANYA TANPA SYARAT. HANYA ADA SATU YANG KURANG DARI WANITA,DIA SELALU LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA..."

Wallahu'alam...

•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν¸.•*´¨`*•.¸ℒℴν•*´¨*•.¸ℒℴν

Selasa, 19 Juni 2012

Kasih Putih


Begitu romantisnya ketika kita mengejar ombak pantai yg pasang surut.

Apakah begitu indah cinta kasih kita tertulis dipantai pasir putih,
Sungguh aku tak menginginkan itu kasih,
Ketika ombak pasang datang.. ia menerjangnya..
Ketika ombaknya surut, ia menghapusnya.

Apakah kamu tak pernah lelah utuk menulisnya lagi,
Sementara itu mendatangkan kebosananku,
yg tak mampu aku tuk menolaknya.
Lalu apakah kamu tega melihat cinta ini perih,
diterpa ombak mengandung kadar garam yg tinggi.

Apakah kamu memang senangi gelombang cintamu..
Mengarah pada mata angin yg tak tentu arah...
Kamu masih bermain diombaknya...
Sementara kamu tak hiraukan aku disini...
Ketika kamu meriakan asmaramu dihadapanku..
Dan aku disini tak mampu memalingkan muka hingga tergores luka.

Kenapa kamu tak goreskan cintamu dihatiku..
dan biarkan aku goreskan cintaku dihatimu..
Dan biarkan menyatu pada ikatkan jalinan cinta kasih putih.

Kamis, 14 Juni 2012

... SURAT KEMATIANMU ...


MALAM ketika kau datang dan langsung duduk di sebelahku, memelukku, dan menyandarkan kepalamu di bahuku, aku terdiam. Bahkan kuurungkan niatku untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah kupendam selama lima tahun ini. Karena kamu tak sedang ingin bicara. Hanya bersandar di bahuku dan memelukku dengan erat, seolah tak ingin lepas. Hingga kurasakan otot tanganmu yang kecil itu seperti membelit tubuh dari samping kiriku.

Namun aku memberanikan diri untuk bicara. Karena kupikir, terlalu berat menanggung rasa bersalah ini selama lebih dari setengah dasa warsa, sebuah waktu yang tak pendek untuk menyembunyikan sebuah kebohongan. Sedang aku mencintaimu dengan tulus, dan tak ingin kehilanganmu. “Sayang, tolong beri kesempatan aku bicara, lima menit saja,”. Kali ini dia tak hanya meresponku dengan diam dan geleng-geleng kepala. Jari telunjuknya bahkan langsung menutup bibirku, hingga lagi-lagi kubatalkan niatku. 

“Plizzzzzzz, jangan kau ajak aku bicara. Kali ini saja! Aku sedang ingin memelukmu sekuat tenagaku, selama mungkin, sampai akhir hidupku. Karena aku takut akan kehilangan kesempatan ini, sehingga menyesal di kehidupan nanti,” tuturnya sambil terus menenggelamkan kepalanya di bahuku, hingga pundakku terasa berat.

Setelah itu, kau terdiam, hening, sunyi. Suasana di taman belakang rumahmu ini hanya menyisakan suara alam, semilir angin dan suara serangga malam. Aku baru ingat, inilah tempat yang sama di masa lalu, ketika aku memutuskan memilihmu sebagai pendamping hidupku. Di kursi yang sama ini, kaupun dulu memeluk dan menyandarkan kepalamu di bakuku dengan erat. Itu tujuh tahun lalu.

Satu bulan setelah itu, kita membacakan ikrar di depan penghulu, untuk mengikat simpul janji kehidupan rumah tangga yang abadi. Aku bahagia dan kaupun kuyakin merasakan yang sama. Namun dua tahun setelah pernikahan kita, aku menyakitimu –tanpa kau tahu. Bahkan hingga kini sekalipun.

Sebab selama lima tahun aku pendam sebuah rahasia besar, sebelum satu minggu lalu kuputuskan berhenti dari kesalahan ini. Berniat meminta maaf atas kesalahan terbesarku terhadapmu. Bila perlu, akan kucium kakimu dengan bersimpuh. “Kau harus tahu sayang, bahwa lima tahun perjalanan rumah tangga yang seolah menyenangkan ini, lama kuisi dengan kebohongan. Sebuah dusta yang mungkin tak termaafkan bagimu. Dan hari ini, ingin aku mengakui semua dosa itu dan berharap atas maafmu, yang kuragukan akan kauberikan kepadaku,” bersitku dalam hati.

Masih hening. Pun sunyi yang masih saja menyeruak, merindingkan bulu kakiku. Sampai ku tersadar, beban di pundakku serasa kian berat saja. Pelukanmu kian kaku mengunci tubuhku. Dan sentuhan tanganmu seperti memancarkan dingin. “Sayang, apakah kamu sakit? Biar kita ke dalam saja. Kamu harus mengistirahatkan tubuhmu di kamar,” ungkapku.

Dia tetap lelap, seolah tak mendengar ucapanku. Kucoba gerakkan tubuhnya. Kuangkat kepalanya, tapi berat. Matanya tetap terpejam. Aku pun memutuskan untuk membopongnya. Kucoba lepaskan pelukan tangannya dari tubuhku, tetapi tak berhasil. Aku merasakan tangannya kian dingin. Dia pun tak berreaksi sama sekali. Tina sayang, bangun. Ayo kita ke dalam,” pintaku dengan menepuk pipi kirinya. Tetapi lagi-lagi dia tak berreaksi.

Aku mulai panik. Dengan sedikit keras, kulepaskan pelukan tangannya. Dan akhirnya berhasil. Dengan cepat kuangkat tubuhnya ke dalam kamar. Kubaringkan tubuhmu secara perlahan ke tempat tidur. Kembali kucoba membangunkanmu, tapi gagal. Kau tidur sangat lelap? Aku semakin panik saja. Kudekatkan punggung telapak tanganku tepat di depan hidungmu. Oh tidak, nafasmu terhenti. Kupegang lehermu, nadimu pun tak berdenyut.

Dalam kondisi panik itu, aku akhirnya bisa memastikan, istriku telah pergi meninggalkanku selamanya. Tangisku pun pecah, mengisi seruangan rumah yang hanya kami tempati berdua, selama tujuh tahun ini. Aku menangisimu dengan keras, sambil memelukmu erat. “Tidak sayang, kamu pasti tengah bercanda dan menghiburku. Bangun sayang, jangan kau tinggalkan aku. Sungguh, aku tak sanggup,” teriakku sambil menatap wajahnya dan menggoyang-goyangkan tubuhnya.

Aku berharap masih ada keajaiban, sehingga dia masih bisa hidup bersamaku untuk waktu yang panjang, sampai masa tua. Masa di mana kualitas ingatan kita berdua terus menurun. Tetapi kau tetap memanggilku Ayah dengan lembut. Akupun memanggilnya dengan sebutan Sayang. Kita masih bisa mandi bareng, melestarikan kasih sayang penuh romantisme, hingga saat-saat maut menjemput salah satu dari kita, lalu yang lainnya mengidap sepi yang sangat.

Aku terus berkhayal tentang masa depan bersamanya, sampai ujung hidup merenggut nyawa. Imajinasiku terus melayang, terus terbang, dan tanpa sadar aku nyaris tertidur. Seketika kulepaskan pelukanku, kutatap dalam-dalam wajah istriku. Air mataku menetes perlahan dan terus membanjiri pipiku. Memandangi wajahnya yang tetap cantik dan tersenyum, meski kini wajahnya telah pucat. Dia meninggalkanku dengan senyum. Tidak sepertiku yang ditinggal dengaan rasa salah, feeling guilty yang menyesakkan dadaku. Tubuh ini seperti terangkat, terbang ke cakrawala langit, hingga nafas terengah-engah.

Aku mencoba bangun, ketika tanganku merasakan sentuhan sesuatu di saku kaus berkerah istriku. Akupun mengambilnya, ternyata selembar kertas catatan. Kuberanikan diri membukanya, sedikit demi sedikit, lalu membacanya.

“Untuk suamiku tercinta, lelaki terbaik yang Tuhan kirimkan untuk mendampingiku. Aku mensyukurinya, meski harus menyesal, karena sedemikian singkat aku menikmati masa-masa indah bersama lelaki yang kubayangkan seperti pangeran berkuda dari negeri antah barantah.
Suamiku, maafkan aku, karena hanya sedikit waktu yang bisa kudedikasikan untukmu. Kanker di rahimku ini tak lagi mampu kutahan, hingga merenggut nyawaku, di usia ketujuh pernikahan kita. Sayang, aku sangat menikmati masa-masa bersamamu, sehingga tak pernah terbayangkan dalam hati dan pikiranku, untuk berpaling sejenak pun darimu. Sungguh, cintamu tak pernah tergantikan dengan lelaki manapun. Untuk satu hal ini, aku mengucap syukur kepada Tuhanku setiap waktu. Sungguh, aku merasakan keindahan bersamamu, yang tak mungkin mampu kudefinisikan. 

Tetapi aku menyadari kekuranganku sebagai istri, yang secara wajar tak bisa memberikanmu keindahan memadu asmara, di setiap malam yang kamu impikan. Aku menyadari itu dan kamu pun tentu telah menyadari resiko itu sejak pertama kali memutuskan meminangku untuk hidupmu.

Itu sebabnya, aku tak marah, ketika kutahu, engkau tah tahan juga –sebagai lelaki normal- untuk mencari kepuasan dari perempuan lain yang bisa memuaskanmu. Di awal tahun ketiga pernikahan, ketika engkau mulai tergoda seorang perempuan cantik dan seksi itu, aku pun bukan tak tahu. Kudiamkan sebagai sebuah bentuk pengabdian cintaku kepadamu. Bahkan ketika akhirnya kau menikahi perempuan itu secara siri, lalu mendapatkan keturunan darinya, aku pun tak marah.

Kau mungkin tak tahu. Bahwa ketika perempuan itu berberat hati untuk menerima tawaranmu menikah, karena dia menghormati aku, maka aku pula yang meyakinkannya, tanpa sepengatahuanmu, untuk menerimamu. Aku tahu, dia perempuan yang tak hanya mampu memenuhi kebutuhan akan kepuasan biologis. Lebih dari itu, dia adalah perempuan yang jujur, berhati baik dan tulus. Dan terutama, dia sangat menyayangimu, sepertiku.

Suamiku, engkau adalah laki-laki dengan sketsa wajah yang telah kukenali secara dalam. Bahkan bau keringatmu pun kuhafal, hingga ujung hidupku. Kau tak perlu meminta maaf, atas keputusanmu mencintai perempuan desa itu, untuk menikahinya, dan untuk memberinya keturunan. Aku tak marah. Ini konsekuensi cinta yang harus kubayar. Karena kutahu, hingga akhir hayatku, engkau masih setia menemaniku, tak pernah terbersit sedikitpun meninggalkanku. Menemaniku hingga saat-saat kematianku adalah lebih dari cukup bagiku, perempuan tak normal yang gagal memberikanmu keturunan.
 
Jangan pernah menyesal dan menangisi keputusanmu itu. Dan kau pun tak perlu meminta maaf. Karena sejak awal kutahu keputusanmu itu, aku telah memaafkanmu. Sama sekali aku tak menganggapmu berselingkuh, apalagi mengkhianatiku. Maka, untuk yang terakhir kalinya, aku memintamu memberiku satu senyuman terindah, seperti yang pernah tercatat dalam keabadian hatiku, saat pertama kali kau tatap wajahku.

Selamat tinggal suamiku tersayang. Kutunggu kau, pertemuanmu dan anak-anakmu, di kehidupan berikutnya. Aku mencintaimu lebih dari yang kau tahu.

Istrimu yang sangat mencintaimu, Tina


           Mendadak semuanya gelap. Tak ada kehidupan...!  !  !
                                              * * *

KURAIH CINTA-NYA KU GENGGAM CINTAMU



Pagi hari, tatkala sang mentari masih malu-malu untuk menampakkan cahayanya pada semesta.di depan sebuah rumah seorang wanita paruh baya sedang menyapu halaman yang di penuhi dedaunan kering yang berjatuhan dari pohon mangga. Semilir angin pagi menyapa dengan kehangatannya seiring suara batuknya yang sesekali terdengar.

Tak berapa lama kemudian,seorang gadis berkerudung memasuki halaman rumah dengan mengendarai sepeda. ia tak lain putri sang ibu yang baru pulang mengantar kue yang di titipkan di warung.

'' MasyaALLAH, mamak kenapa di luar pake nyapu lagi kan mamak masih sakit'' kata sang gadis begitu turun dari sepedanya.

''mamak tidak apa-apa Lya, justru mamak akan tambah pusing jika di kamar terus''

'' iya tapi nanti kalo mamak sakit lagi gimana? Batuknya mamak belum sembuh, ingat pesan dokter ika mamak harus banyak istirahat, sudah biar Lya yang menyapu saja '' Lyana mengambil sapu lidi dari tangan ibunya.

'' kamu ini, sudah seperti Dokter Ika saja Lya, protes melulu dari tadi ''

'' iya habis mamak nggak mau mendengarkan Lya sih, padahal semua ini demi kesehatan mamak. Si Dewi kemana lagi bukannya ini tugasnya'' Lya masih terus menyapu sementara matanya tertuju ke dalam rumah mencari adiknya.

'' Dewi mamak suruh ke pasar untuk membeli benang''

''Benang untuk apa mak? ''

'' pakaianan bu keuchik belum selesai mamak jahit, mamak nggak enak sudah seminggu yang lalu di berikan ''

'' tapi mamak masih sakit, nggak boleh menjahit dulu'' Lyana menyudahi menyapu, kemudian mengikuti mamaknya yang duduk di bangku di bawah pohon mangga.

Sang ibu menatap Lyana, wajah dan sifatnya mengingatkannya pada ayah Lyana, lelaki yang sangat di cintainya yang kini telah meningggalnya untuk selamanya. Dalam hati ia berkata ' Ayah, ALLAH mengantikan sosokmu dalam hidupku dengan kehadiran Lyana dan sesuai dengan harapanmu sekarang Lyana sudah mengajar di SD AL SUNNAH tempat ayah mengajar dulu,Dewi sebentar lagi Lulus SMU, Ilham sesuai dengan wasiatmu tlah ku titipkan di Ponpes Fatanah'

'' mamak kenapa melamun? '' tanya Lyana

mamak tersenyum menatap Lyana '' mamak sedang membayangkan seandainya ayahmu sekarang ada disini tentu ia akan sangat bangga padamu yang sangat perhatian pada keluarga kita, ah... Sudahlah kenapa ibu jadi sedih gini ya. Lya ayo siap-siap bentar lagi mau ngajar kan? '' mamak hendak berjalan masuk kerumah.

Lyana memeluknya dari belakang
'' lho kenapa ini? '' tanya ibu murni heran dengan tingkah putrinya.

'' terima kasih mak, berkat doa dan kerja keras mamak Lya dan adik-adik bisa hidup dengan baik sekarang Lya sayang mamamk ''

Ibu murni mengganguk pelan, tetesan bening tak terasa telah membasahi pipinya, tapi ia tak mau Lyana mengetahuinya, maka segera di hapus. Kemudian di peluk putrinya dengan penuh cinta.

'' mamak juga sayang sama Lya, Dewi dan Ilham. Bahkan rasa sayang mamak melebihi apapun yang ada di dunia ini ''

Lyana masih memeluk ibunya ketika Dewi adiknya pulang.
'' wah... Sepertinya ada cerita baru ini. Aku sudah ketinggalan ya? '' ucap Dewi dengan sapaannya yang khas.

Ibu murni tersenyum, Lyana melepaskan pelukan ibunya.

'' kamu ini ngagetin saja dewi'' Lyana tersenyum

'' Biasa kak, bakat terpendam. Tapi mamak kenapa sih pagi-pagi udah ada adegan pelukan sambil nangis-nangis segala? ''

'' Adengan-adengan, memangnya film apa wi '' timpal bu murni

'' iya, sapa tahu Kak Lyanan dapat tawaran main film kalee... '' canda Dewi

'' Hus.... Kamu ini suka ngasal kalo bicara. Udah dapat pesanan mamak? ''

'' Beres mother, ini benangnya'' Dewi menyerahkan bungkusan kantung plastik pada ibunya.

Lalu mereka masuk kedalam rumah, sementara ibu menjahit Lyana bersiap berangkat mengajar di SD AL SUNNAH. Dewi juga bersiap berangkat ke sekolah, saat ini Dewi masih duduk di Kelas 3 SMU.

                                             ¤ ¤ ¤

Beberapa hari kemudian keadaan bu murni semakin membaik.

'' Lyana, kamu benar-benar tidak bisa meluangkan waktu untuk mengikuti pengajian dengan ibu-ibu di masjid jum'at besok?'' tanya bu murni.

Pagi ini ia menemani Lyana sarapan dengan pertanyaan yang sama seperti yang di ajukan semalam.

Lyana tersenyum ''kalo jadwal mengajar Lya untuk besok kosong mak. Tapi Lya sudah janji mau mengantikan bu ani menemani anak-anak ke Bank''

'' ke Bank? Ada acara apa anak-anak AL SUNNAH ke bank?'' tanya bu murni lagi dengan sorot mata penuh tanya.

Lyana tersenyum geli melihatnya sambil meneguk teh hangat ia berkata ''mamak kenapa jadi melotot gitu?''

'' anak-anak kecil di bawa ke bank ya untuk apa?''

Dewi keluar dari kamarnya dengan seragam sekolah rapi dan jilbab putihnya, menambah keayuan wajah putihnya. Tapi ia tak mau ketinggalan untuk memberikan komentar atas pertanyaan ibunya.

'' namanya juga Bank mak, orang-orang kesana untuk menabung. Murid kak Lyana mau di ajarkan cara menabung agar menjadi generasi yang Rajin menabung gitu ceritanya ''

'' ini anak kebiasaan deh, kalo orang lagi ngomong ikut nimbrung saja. Ayo sarapan dulu ntar tlat lagi'' tegur bu murni pada Dewi

'' oke mamak, oya kak memangnya bu Ani kemana?''

'' Ibu Ani kemarin sore pulang kemedan karena mertuanya meninggal'' jelas Lyana

'' Innalilahi wa innalilahi rajiun '' ucap mamak dan dewi bersamaan.

'' ya sudah Lya berangkat ngajar dulu ya, Dewi mau bareng kakak?

'' kakak duluan deh, Masih ingin menikmati nasi goreng masakan mamak ini '' Dewi mengacukan jempolnya pada kakaknya.

Lyana tersenyum melihat tingkah adiknya. Segera ia pamit menuju sekolah tempatnya mengajar.

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana mengajar Sekolah Terpadu yayasan AL SUNNAH SD-SMP-SMU, Lyana mengajar di SD dengan ijazah PGSDnya. Lyana adalah sosok guru yang ramah dan sangat di cintai oleh murid-muridnya tak jarang ia banyak mendapatkan apresiasi dari guru-guru lain di Yayasan AL SUNNAH, tapi itu semua tak pernah membuatnya jadi berbangga hati karena ia justru semakin banyak belajar tentang dunia pendidikan anak-anak. Baginya menjadi guru adalah sebuah anugrah terindah dari ALLAH dalam hidupnya. Dan ia mencoba menjalaninya dengan penuh keihklasan dan rasa tanggung jawab. Baginya dunia anak adalah dunia yang paling menyenangkan saat bisa selalu bersama mereka, bermain dan belajar.

Lyana sedang memeriksa pekerjaan rumah muridnya ketika ibu Rosima memanggilnya keluar kepala sekolah. Ia segera menuju ke luar sekolah

'' Assalamualaikum... '' sapanya saat membuka pintu

'' wa'alaikum salam,silahkan masuk ibu Lyana '' jawab pak Rifat kepala sekolah.

Lyana segera masuk di ikuti ibu Rosima. Ia melihat seorang pria berdiri di hadapan pak Rifat

'' Bu Lyana kenalkan ini Bapak Farid, untuk sementara beliau akan mengantikan Ibu Ani '' ucap pak Rifat panjang lebar sembari memperkenalkan pria yang berdiri di depannya.

Lyana menoleh sejenak pada pria yang bernama Farid itu sambil menelungkupkan kedua telapak tangannya di dada, saat matanya menangkap wajah sosok di hadapannya itu, cess....cess.... Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak kencang, begitu pula dengan Farid ia sangat mengenal sosok di hadapannya.

'' Cut Lyana Lestari kan? '' tanya Farid

'' Iya '' Lyana menundukkan kepalanya.

'' kalian sudah saling kenal?'' tanya Pak Rifat

'' Lyana ini teman SMP saya pak, teman dari kecil malah. Cuma sudah hampir 4 tahunan kami tidak bertemu. Iyakan Lyana '' jelas Farid

Lyana mengganguk '' iya pak ''

'' Subhanallah, tadinya saya baru mau meminta ibu Lyana memberikan memberikan gambaran tentang sistem pembelajaran di sekolah kita ini pada Pak Farid, semoga ibu bisa membantunya ''

''InsyaALLAH pak, saya akan mencobanya, ada lagi pak? ''


'' tidak. Saya rasa itu saja bu. Terima kasih ''

'' baiklah pak. Saya juga ada jam mengajar sepuluh menit lagi. Saya permisi Assalamu'alaikum.. ''

'' wa'alaikum salam ''

Lyana segera keluar dari ruangan pak Rifat.

Sementara Farid menatap kepergian Lyana dengan decak kekaguman sampai detik ini dia tidak menyangka Lyana teman kecilnya kini sudah menjadi seorang guru dan mengajar di tempat ini.

'' Pak Farid ini jadwal mengajar untukmu'' ucap Pak Rifat

'' iya. Terima kasih pak ''

                                             ¤ ¤ ¤

langit kian mengelap, kabut hitam mulai bergelantungan di langit perlahan telah menutupi kumpulan lukisan biru di angkasa. Sang Bulan mulai memancarkan cahayanya ikuti rangkaian indah gemerlap bintang-bintang yang membentuk Rasi terindah.

Lyana duduk di teras depan menatap langit yang indah. Rasa syukur ia panjatkan pada Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan keindahan malam yang tiada duanya di dunia ini. Malam belum begitu larut jadi ia ingin menikmati indahnya malam. Sementara ibu dan adiknya di dalam rumah.

Lyana teringat akan pertemuannya dengan Farid di sekolah tadi.
Ternyata sekarang Farid sudah menyelesaikan pendidikannya di Banda Aceh. Memory Lyana kembali pada masa kecilnya ketika ia dan sahabat-sahabat kecilnya bermain di bawah pohon rindang di antara jejeran sawah desanya. Permainan yang sering mereka lakukan adalah Linto ngon Dara baro yang merupakan sebutan untuk pengantin Aceh. Saat itu Lyana selalu di jadikan Dara baro (pengantin perempuan) sedangkan Farid dijadikan Linto baro(pengantin laki-laki) sahabat mereka lainnya : Nurul menjadi ibu Lyana, Umar penghulu, dan teman-teman lainnya menjadi tamu. Farid kecil pernah berkata pada Lyana '' Lyana, kalo kita sudah dewasa nanti kita menikah ya ''
'' Iya'' Lyana menjawab dengan polosnya
Lyana tersenyum mengingatnya masa kecil yang mengembirakan bagi anak-anak di tepi Barat Kepulauan Aceh, walau penuh dengan kesederhanaan tak pernah takut untuk membuat mereka bermimpi demi masa depan yang lebih baik.

'' epotalah...... Kakak dari tadi Dewi panggil-panggil nggak di jawab, rupanya e... rupanya sedang melamun disini'' Dewi yang sudah berdiri di samping Lyana membuyarkan lamunannya.

'' kak. ini HP kakak bunyi dari tadi Kak Nurul yang telpon ntu angkat dulu sapa tahu penting '' ujar Dewi lagi

'' iya makasih Dewi '' Lyana menerima Hp dari Dewi. Kemudian mulai berbicara dengan Nurul sahabatnya. Nurul yang juga mengajar di AL SUNNAH mengajak Lyana ke rumah pamannya di Kuala Teripa minggu depan. Lyana menyanggupinya sekalian ia ingin menjenguk Ilham di Ponpes.

'' kakak mau ke Ponpes Ilham ya?'' tanya Dewi saat Lyana menutup telponnya.

Lyana mengganguk pada Dewi yang masih berdiri di sampingnya. '' sekalian juga mau membayar uang SPP Ilham dek ''

'' udah masuk yukk, kakak ngantuk mau tidur dulu besok pagi mau nemanin anak-anak ke Bank ''

'' yee... Padahal Dewi mau ikut cerita-cerita tadi bareng kakak'' Ucap Dewi kecewa

'' udah telat, ceritanya sudah tutup buku. Tadi kemana aja nong? '' gurau Lyana

'' tadi ngerjain PR dulu lah kak ''

'' besok aja ya dek, kakak bener-bener ngantuk ini '' Lyana segera masuk ke rumah. Di ikuti Dewi

                                             ¤ ¤ ¤

'' Assalamualaikum..... '' sapa Lyana saat memasuki ruang kelas.

Anak-anak yang tadinya sibuk sendiri tersenyum melihat kedatangan Lyana dan duduk dengan manis.

'' Wa'alaikum salam bu '' jawab mereka serempak.

'' Bagaiman kabarnya anak-anak ibu hari ini? '' Lyana melihat keseluruh penjuru ruangan kelas.

'' Alhamdulillah baik bu guru''

'' Alhamdulillah. Sudah siap berangkat ke bank hari ini? ''

'' sudah bu guru''

seorang gadis kecil kerkerudung mengacukan tangan ke atas
''Ibu Ifa mau tanya boleh?''

'' tentu saja boleh Ifa, silahkan Ifa mau bertanya apa?''

'' Ifa sudah bawa celengan buat di simpan di Bank, tapi kata Zia celengan nggak bisa di simpan di Bank''

Lyana tersenyum mendengarnya '' memangnya Ifa mau menabungkan semua uang Ifa ya?''

'' iya bu, ''

'' heemmm..... Begini Ifa, Zia dan semuanya uang yang di celengan kalian biar di simpan di rumah saja ya. Yang di tabung di Bank uang pemberian orang tua kalian yang sudah ibu kabari melalui surat kemarin. Apa surat dari ibu sudah di sampaikan pada ayah dan ibu semuanya?''

'' Sudah bu '' jawab semua murid

'' Alhamdulillah, kalo begitu kita bisa berangkat ke Bank sekarang ya ''

kemudia Lyana segera menyuruh murid-muridnya bersiap ke Bank.

                                             ¤ ¤ ¤

jam Dinding menunjukkan angka 15.30 ketika Bu Murni baru menyelesaikan jahitannya di ruangan tengah serba guna rumah mereka. Di katakan ruang tengah serba guna karena di ruang mungil inilah biasanya mereka menerima tamu dan tempat Bu Murni menjahit di depan jendela ada sebuah mesin jahit tua dan Bu Murni duduk di depannya, sekali-kali matanya tertuju pada halaman depan wajahya nampak gelisah. Sementara itu di sudut ruangan Dewi sedang mengerjakan pekerjaan rumahnya.

'' Dewi tadi kakakmu bilang mau pulang jam berapa?'' tanya Bu Murni pada Dewi

'' Tidak mak '' ucap Dewi.

'' nggak biasanya kakakmu pulang telat, biasanya sebelum adzan dhuhur berkumandang ia sudah sampai di rumah. Coba kamu hubungi ''

Dewi segera mengambil HPnya, yang nampak tidak terlalu mahal tapi sangat beharga baginya karena HP itu di perolehnya dari hadiah cerdas cermat di sekolahnya.

Berkali-kali Dewi mencoba menghubungi nomor kakaknya tadi HP kakaknya tidak bisa di hubungi.

'' HP kak Lyana tidak bisa di hubungi mak, mungkin batrenya lowbed ''

'' biasanya kalo ke Bank sampai jam berapa Dewi? ''

belum sempat Dewi menjawab pertanyaan Ibunya, Lyana pulang di antar Nurul dengan sepeda motornya.

'' nah itu kak Lyana sudah pulang mak '' lanjut Dewi

'' iya wi''

Lyana berjalan memasuki rumahnya, Nurul tidak singgah lagi karena hari sudah sore. Sebelum motornya meninggalkan halaman rumah Lyana Nurul menyapa Bu Murni dan Dewi terlebih dulu.

'' untung kakak cepat pulang, kalo tidak bakalan ada yang berdiri di depan pintu sampai kakak pulang

'' ungkap Dewi saat Lyana mencium telapak tangan ibunya.

Lyana tahu ibunya tentu sangat mengkhawatirkannya maka ia segera minta maaf karena pulang terlambat.

Adzan Ashar berkumandang menyeru agar umat-Nya kembali beribadah.

                                             ¤ ¤ ¤

'Allahu Akbar
Allahu Akbar
Asyadualla ila hailallah
Asyadualla ila hailallah.....'

Suara adzan subuh sayup-sayup terdengar memecahkan kesunyian fajar. Begitu pula yng terjadi di Pondok Pesantren FATANAH. Begitu suara adzan berkumandang santri-santri yang tadinya masih terlelap dalam ayunan mimpi di tidurnya, segera bangun dan berwudhu sebelum melaksanakan shalat subuh. Suara gemelincik air yang mengalir menjadi alunan merdu ibarat musik pengantar pagi yang syahdu dikala fajar.

Pondok Pesantren FATANAH adalah pondok pesantren tertua di Kuala Teripa, pendirinya adalah Alm. KH Abu Munir Kuala, sekarang di pimpin oleh anaknya KH. Abu Ali Muttaqin mertua dari Bapak H. sulaiman Lubis pimpinan yayasan pendidikan Islam AL-SUNNAH. Di ponpes FATANAH juga terdapat sekolah Islam Yaitu Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah. Ponpes FATANAH ini sudah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat pesisir barat Aceh karena hampir 90% santri-santri disana merupakan anak-anak asli sana. Kualitas pendidikannya tak bisa di ragukan lagi karena hampir setiap tahun lulusan pesantren ini mendapatkan undangan bea siswa untuk melanjutkan pendidikan ke negeri seribu menara yaitu mesir. Termasuk Reza Ramadhan, cucu dari KH. Abu Ali Muttaqin yang baru menyelesaikan kuliahnya di mesir.

                                             ¤ ¤ ¤

Ummi Fatin sedang memasak di dapur ketika putranya pulang dari AL-SUNNAH. Cuaca hari ini memang agak panas, setelah menyalami umminya Reza langsung membuka kulkas mengeluarkan botol air mineral dan menuangkannya ke dalam gelas.

'' Alhamdulillah... Lega rasanya '' ucapnya setelah minum.

Ummi Fatin tersenyum melihat putranya.

'' bagaimana keadaan AL-SUNNAH Reza? '' tanya ummi fatin kemudian.

''sejauh ini baik-baik saja ummi, tapi seperti kata Abu. Reza harus lebih banyak belajar tentang keadaan disana '' Reza duduk menatap umminya yang sedang menghidangkan makanan di meja makan.

'' iya seperti kata Abumu, belajar dulu baru berbenah diri. Begitupun di AL-SUNNAH kamu harus bisa memahami dan memimpinnya dengan baik nanti''

Reza mengangguk dalam hati ia bertekat untuk bisa memimpin Yayasan AL-SUNNAH dengan baik, karena ia sudah memilih untuk mengabdi disana menerusi Abunya.

'' Abu kemana Mi?''

'' ke pesantren ada perlu dengan kakekmu, mungkin sebentar lagi pulang''

'' Abu masih nyetir sendiri!''

'' tidak. Tadi beliau mengajak siman, mau makan sekarang atau tunggu Abumu Reza?''

'' nanti saja mi, Reza ke kamar dulu mau istirahat sebentar '' Reza berjalan menuju kamarnya.

Reza Ramadhan adalah anak ketiga pasangan H.Sulaiman Lubis dan Ummi Fatin. Kakak pertama dan keduanya perempuan dan sudah menikah, adik bungsunya laki-laki masih duduk di bangku Tsanawiyah di ponpes FATANAH. Reza baru Dua minggu berada di rumah sekembali dari mesir.

Reza baru selesai melaksanakan shalat dhuhur, ketika mobil kijang hitam memasuki halaman rumahnya. H.Sulaiman Lubis turun dari mobil di sambut ummi fatin yang menunggunya di depan pintu rumah.

'' bagaimana keadaan ayah disana abu?'' tanya ummi fatin setelah mencium telapak tangan suaminya.

'' Alhamdulillah baik, Nasrullah merawat beliau dengan baik mi. Oya apa Reza sudah pulang?''

'' sudah Abu ''

Abu sulaiman masuk kedalam rumah di susul ummi fatin.

'' Abu mau makan sekarang? Biar ummi siapkan''

'' iya mi, panggilkan Reza juga kita makan bersama ''

ummi fatin mengetuk pintu kamar Reza.

'' Reza ayo makan Abumu sudah pulang'' kata ummi fatin saat Reza membuka pintu.

'' baik mi '' Reza segera menuju ruang makan bersama ummi fatin.

Di ruang makan yang tidak terlalu mewah keluarga Abu Sulaiman menikmati makan siangnya, setelah selesai makan Abu Sulaiman berkata :

'' Sepi sekali ya mi rumah ini, coba ada cucu-cucu kita ''

ummi fatin yang sedang membereskan piring tersenyum mendengarnya.

'' namanya juga cucu dari anak perempuan Abu, sudah tentu ikut Ayahnya'' jawab ummi fatin.

Reza diam saja mendengar pembicaraan Abu dan umminya.

'' Abu ini kenapa, tiba-tiba teringat cucu-cucu kita bukannya kemarin mereka baru dari sini''

'' justru karena mereka habis dari sini mi, Abu jadi kangen lagi sekarang yang menghibur hati kita hanyalah cucu ''

'' lalu, maunya Abu bagaimana?''

'' bagaimana menurutmu Reza? '' tanya Abu Sulaiman pada Reza

'' menurut Reza ya Abu? '' tanya Reza heran.

'' iya menurut kamu bagaimana agar rumah ini ramai kembali?''

'' kalau begitu jemput saja Bilqis dan Nabila besok lalu ajak tinggal disini''

Abu dan ummi tertawa mendengar jawaban Reza, ini membuat Reza semakin bingung.

'' maksud Abumu bukan begitu Reza, lagian Abu mau bertanya kenapa jadi muter-muter kayak gangsing '' ummi fatin mengerti maksud suaminya.

'' siapa yang muter-muter mi, Abu kan menanyakan pendapat Reza ''

Reza mulai mengerti akan maksud pertanyaan Abunya. Abu pasti akan menanyakan masalah pernikahan padanya.

'' Abu, ummi, Reza tahu apa yang ingin Abu dan ummi tanyakan. Tapi jujur saat ini belum terfikir tentang menikah di hati Reza. Reza ingin kosentrasi dulu di AL-SUNNAH '' Reza menatap kedua orang tuanya bergantian.


'' kenapa belum di fikirkan Reza? Menikah itu sunnah Nabi, lagi pula apa yang kamu tunggu pekerjaan sudah ada, usiamu juga sudah matang untuk berumah tangga '' ungkap Abunya.

'' belum Abu, Reza belum melakukan apa-apa menikah itu memang sunnah nabi untuk menyempurnakan diri tapi sebelum melangkah kesana Reza harus benar-benar yakin sudah siap lahir dan bathin. Di usiaku saat ini sewajarnya jika aku memikirkan pernikahan Abu, ummi. Tapi sekian perasaan membuatku ragu untuk melangkah bahkan mencetuskan niat saja belum berani '' jelas Reza.

'' apa yang kamu ragukan nak? Kamu sudah menyelesaikan pendidikanmu di bumi para Nabi, sudah tentu kamu lebih paham tentang hal ini '' ucap ummi fatin

'' tapi Reza masih ragu tentang kemampuan menjalankan biduk rumah tangga ummi ''

'' Reza, pernahkah engkau mendengar sebuah hadits Rasulullah?'' tanya Abu Sulaiman

'' hadits yang manakah Abu? ''

Abu lalu menceritakan sebuah hadist :
'' Rasulullah Sallallahu Wasalam bersabda kepada 'Ukaf bin wada'ah Al Hilali, 'apakah engkau telah beristri wahai 'Ukaf?'

Ia menjawab 'belum'

Rasulullah Sallallahu Wasalam bersabda, ' tidakkah engkau mempunyai budak perempuan?'

Jawabnya ' tidak'

sabda Beliau ' bukankah engkau sehat lagi berkemampuan?'

jawab 'Ukaf, ' Ya, Alhamdulillah'

maka Beliau bersabda ' kalau begitu engkau termasuk teman setan karena engkau mungkin termasuk pendeta nasrani, lantaran itu berarti engkau termasuk golongan mereka, atau mungkin engkau termasuk golongan kami, lantaran itu hendaknya engkau berbuat seperti yang menjadi kebiasaan kami adalah beristri. Orang yang paling durhaka diantara kalian adalah yang membujang dan orang mati yang paling hina diantara kamu ialah kematian bujangan. Sungguh celaka kamu wahai 'Ukaf, oleh karena itu menikahlah! '' ( HR. Ibnu Atsir dan Ibnu Hajar)

Masya ALLAH.....
Reza memang pernah mendegar hadits yang dibacakan Abunya. Tapi kali ini ketika mendegarkan Abu membacakannya Ia gemetar setengah mati, keringat dingin bercucuran di wajahnya. Hatinya benar-benar terketuk relung keimanannya bergetar Ia seperti tertantang.

Ummi fatin menatap putranya dengan tatapan lembut. Ingin rasanya ia memeluk Reza yang sedang gamang tapi Abu Sulaiman buru-buru memberikan kode untuk meninggalkan Reza.
''fikirkan baik-baik nak, buang jauh keraguan di hatimu karena sesungguhnya itu hanya godaan setan'' ucap ummi fatin sebelum meninggalkan Reza.

Reza gelisah '' MasyaALLAH......, bayangkan Rasulullah sampai mencap dengan sebutan teman setan, golongan pendeta nasrani, orang yang paling durhaka dan celaka untuk mereka yang sudah mampu menikah tapi tidak melaksanakannya. Mengapa untuk sebuah sunnah yang sebenarnya bisa aku lakukan, aku masih menunda. Ampuni Hamba-Mu ini Ya ALLAH yang masih tidak percaya dengan segala yang engkau janjikan Astagfirullah.....'' gumam Reza.

Dalam kebimbangan Ia memasuki kamar. Ummi fatin dan Abu Sulaiman memperhatikan anaknya dari ruang tengah mereka membiarkan putranya untuk berfikir sendiri.

                                             ¤ ¤ ¤

Sementara Reza berfikir dalam kegelisahannya. Di dapur sebuah rumah kecil yang sederhana, Lyana sedang mengaduk adonan kue untuk di jual.
Bu Murni yang sedang menyaring santan bertanya :
'' jadi ke ponpes besok Lyana?''

'' InsyaALLAH jadi mak, sekalian mengantar uang SPP ilham ''

'' lalu dengan siapa kamu kesana?''

'' dengan Nurul mak, kebetulan besok dia juga akan mengunjungi pamannya di Teripa'' ungkap Lyana tangannya mulai sibuk membentuk adonan untuk kue donat.

'' Lyana apa tidak sebaiknya kita membeli sepeda motor saja, jadi kamu tidak kerepotan mencari kendaraan jika hendak mengunjungi Ilham. Kemarin cek malek menawarkan motornya pada mamak''

'' iya kak, beli sepeda motor saja ya. Nanti kita tidak usah jalan kaki lagi ketika mengantar kue ke warung''. Sambung Dewi yang sudah muncul dari pintu belakang dengan tangan kanannya memegang situk (pelepah pinang kering) berisi sayuran yang baru di petik di kebun belakang.

Di belakang rumah Lyana ada kebun mini yang semasa Ayahnya hidup kebun itu di tanami jagung. Tapi semenjak Ayahnya meninggal Lyana mengubahnya menjadi kebun sayur mayur. Dewi meletakkan situk di atas meja.

'' kalau kakak tidak punya uang pake uang tabungan dewi dulu untuk uang mukanya kak, selanjutnya bisa kita usahakan'' lanjutnya
'' jangan Dewi tabungan itu hasil jerih payahmu mengajar les gunakan untuk keperluan sekolahmu saja'' ungkap Lyana

'' nggak apa-apa kak, urusan sekolah Dewi InsyaALLAH nanti ada rezeki lagi bulan depan Dewi akan gajian lagi''

'' gampang apa, kamu mengumpulkan tabungan itu sudah satu tahun dewi. Biarlah kita jalan kaki mengantar kue''

'' Apa yang di katakan adikmu ada benarnya Lyana. Kamu memerlukan kendaraan apalagi sepeda sering di bawa adikmu ke sekolah'' sambung Bu Murni

'' mak, begini saja InsyaALLAH kalau Lyana sudah punya uang kita beli sepeda motornya. Tabungan Dewi biar di gunakan untuk biaya kuliahnya nanti'' Lyana memberikan solusi

'' yah... Kelamaan kak, udah deh pake uang Dewi dulu nanti keperluan kuliah Dewi bisa di usahakan ya kan mak'' Dewi meminta persetujuan ibunya.

'' bagaimana Lyana adikmu sudah ihklas jika tabungannya di pakai dulu?''

'' tidak mak, tabungan Dewi dari awal memang di niatkan untuk biaya kuliah Dewi jadi harus tetap di pergunakan untuk itu. Sebentar lagi Dewi akan menyelesaikan sekolahnya kalau uang itu di pakai Lyana takut nanti biaya kuliah Dewi terbengkalai''

'' Huft..... Susah deh kalau bu guru yang ngomong, fikirnya masa depan terus'' Dewi tanpa kecewa dengan keputusan kakaknya.

'' ini demi kebaikanmu dik, ingat pesan ayah dulu kita harus bisa mensyukuri apa yang telah kita miliki dan jika kita menginginkan lebih jangan pernah meraihnya dengan mengorbankan yang lebih penting, tapi kita harus berusaha sedikit demi sedikit untuk meraihnya'' tutur Lyana

'' iya kakak, seperti pribahasa berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian ''

'' bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, InsyaALLAH'' lanjut Bu Murni di iringi tawa mereka.

                                             ¤ ¤ ¤

Pagi hari jam menunjukkan angka 8 Lyana sudah berangkat ke ponpes FATANAH bersama Nurul. Setelah menempuh perjalanan selama sejam lebih sampailah mereka di ponpes FATANAH. Nurul memarkir sepeda motornya di halaman depan ponpes,setelah itu mereka berjalan kaki memasuki ponpes. Setelah melapor pada petugas jaga mereka menunggu Ilham di sebuah Dayah.

'' Lyana entah kenapa setiap kali melangkahkan kaki ke Pesantren hatiku menjadi sangat damai'' ucap Nurul

'' karena disini di penuhi dengan cahaya ilmu dan lantunan ayat suci yang selalu mengiringi langkah mereka. Jika kita dekat dengan ALLAH sudah tentu hati kita akan terasa damai''  sahut Lyana

'' iya Lyana, tapi sayangnya adikku tak pernah mau mengenal dunia pesantren'' jawab Nurul

'' setiap orang mempunyai impian dan harapan yang berbeda Nurul, selama itu di jalan yang benar tak perlu di sayangkan dulu kami juga berat hati melepaskan Ilham kesini tapi demi amanah dari ayahku kami harus ihklas'' Jelas Lyana

Tak lama kemudian Ilham pun datang.

'' kamu kurusan dik, apa kamu sakit?'' tanya Lyana saat adiknya menyalaminya.

'' Ilham sehat kak, hanya saja saat ini sedang menghadapi ujian untuk naik tingkatan'' ujar Ilham

'' tapi kamu juga harus memperhatikan kesehatan, jangan keseringan begadang, di dalam kardus ada vitamin jangan lupa di minum ya''

'' iya kak. Oya bagaimana kabar mamak dan kak Dewi?''

'' Alhamdulillah mereka baik, mamak titip pesan katanya mamak sayang dan bangga pada Ilham jadi harus belajar yang rajin ya. Kami semua selalu mendoakan Ilham''

'' Ilham juga sayang mamak, Kak Lyana dan kak Dewi ''

'' Iya kakak percaya. Sekolahmu bagaimana dik?''

'' Alhamdulillah lancar kak, InsyaALLAH minggu depan mau ulangan umum''

Setengah jam mereka ngobrol. Kemudian bergegas menuju rumah paman Nurul. Usai shalat dhuhur mereka baru pulang kembali.

                                             ¤ ¤ ¤

Bel tanda pelajaran telah usai baru beberapa menit yang lalu terdengar. Seluruh penghuni Yayasan AL-SUNNAH sudah pulang kerumah masing-masing. Tapi tidak dengan Lyana, ia masih berkutat di depan komputer di ruang guru. Jari-jarinya masih sibuk menari di atas tuts-tuts keyboard ia sedang mengetik soal untuk ulangan besok.

'' Lyana masih belum selesai ya?'' Tanya Nurul yang sudah berdiri di belakangnya.

'' Belum Nurul, tunggu sebentar lagi ya''

Nurul melirik jam di pergelangan tangannya sudah pukul 13.00. Ia mengangguk.

'' Lyana kamu sudah bertemu dengan Farid?''

'' Sudah, Hari pertama dia disini di ruang pak Rifat'' jawab Lyana tanpa berhenti mengetik.

''Kamu perhatiin nggak Lyana, dari pertama dia itu selalu memperhatikanmu''

''Memperhatikan apa? Biasa saja mungkin Nurul, karena kita teman kecilnya''

'' bukan itu maksudku Lyana, perhatiin deh setiap dia ketemu kamu tatapannya itu lho seakan-akan menyiratkan sebuah isyarat'' jelas Nurul bak sedang berpuisi.

Lyana tersenyum
'' itu bisa-bisanya kamu aja Nurul. Tidak ada yang berbeda sama seperti yang lainnya. Bahkan saya jarang bicara dengannya''

'' itu dia, yang membuat si Farid penasaran sama kamu. Kamu masih ingat si Umar kan? Kemarin aku bertemu dengannya dia sempat bilang kalau Farid selalu menanyakan tentang kamu padanya. Bener deh ''

Lyana mengeleng-geleng kepala mendengarnya. Ia tahu benar Nurul yang selalu suka memancing perasaan orang lain.

'' Lyana, tapi seru juga ya kalau pada akhirnya pengantin kecil kita dulu bersanding kembali di pelaminan saat dewasa''

Jantung Lyana berdetak kencang ia menghentikan ketikannya. Tapi ia masih berusaha bersikap biasa di hadapan Nurul.

''iya Lyana, perasaanku mengatakan kalian memang sudah di takdirkan berjodoh''

'' huss..... Jangan sembarangan ngomong Nurul. Kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi nanti jangan suka mendahului kehendak-Nya ''

'' doaku harapanku Lyana'' goda Nurul.

'' Sudah ah... Pulang yukk... Lama-lama omonganmu makin ngawur kemana-mana''. Lyana mematikan komputernya dan bersiap pulang.

'' yee.... Si Ibu ini di doain baik-baik malah di bilang ngawur''

'' sudah ayoo pulang ''

Mereka segera bersiap pulang.

                                             ¤ ¤ ¤

Farid menatap kosong ke langit-langit kamar. Entah kenapa semenjak bertemu dengan seorang gadis pikirannya tak pernah bisa lepas darinya. Gadis yang ia kenal sejak kecil itu tak lain Lyana yang dulu sering di jodohkan oleh teman-temannya. Rasa yang sudah bertahun-tahun ia tutupi perlahan-lahan mulai muncul kembali.
'' Lyana.... Cut Lyana Lestari, yang ku kenal dulu kini telah jauh berbeda. Akankah ia mau menerimaku '' batinnya.

'' Astagfirullah..... Apa yang telah aku fikirkan. Ampuni Hamba Ya ALLAH yang telah berani merindukan seseorang yang belum halal bagi Hamba''

'' Merindukan siapa Farid? '' tiba-tiba ibunya sudah berdiri di belakangnya.

'' Ibu, mengagetkan Farid '' ucap Farid gelagapan.

Ibunya tersenyum
'' diam-diam anak ibu ini sudah memiliki seseorang yang di rindukan ya, siapakah orang yang beruntung itu?''

'' ah... Ibu bisa saja ''

'' Farid, ibu rasa kamu sudah harus memikirkan untuk berumah tangga, katakan pada ibu siapa gadis itu biar ibu melamarnya untukmu ''

Farid kaget mendengar ucapan ibunya yang langsung kepada inti permasalahan. Ia menatap wajah ibunya yang tak muda lagi, kerutan di wajahnya terlihat jelas. Wanita yang sudah bekerja keras deminya dan adik semenjak Ayahnya meninggal.

'' Siapa namanya? '' tanya ibunya lagi seolah bisa membaca apa yang di fikirkan Farid.

'' Lyana bu....'' jawab Farid

'' Lyana anak Bu Murni?''

'' Iya bu, dia teman kecil Farid dan mengajar di AL-SUNNAH juga ''

'' Ibu mengenalnya Rid, bahkan sangat mengenalnya ia sering mengantarkan jahitan ibu yang di kerjakan ibunya''

Wajah Farid mulai cerah.
''Lalu bagaimana menurut ibu?''

'' Dia gadis yang baik, disiplin,punya rasa tanggung jawab yang besar terhadap keluarga dan yang paling ibu sukai jilbabnya itu ''

Farid tersenyum mendengar penuturan ibunya. Hatinya berbunga-bunga.

'' apa kamu sudah yakin dengan pilihanmu Rid ?''

'' InsyaALLAH sudah bu, apa ibu mau melamarkannya untukku?''

'' tentu saja, ibu sudah menantinya sejak lama. Mencarikan dan melamar calon ibu untuk cucu-cucu ibu kelak''

Farid segera mencium telapak tangan ibunya memohon restu. Bulir-bulir air mata itu tak dapat ia tahan lagi. Kini tinggal menunggu jawaban dari keluarga Lyana.

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana baru pulang mengantar kue di warung saat cek malek adik ayahnya datang.

'' Assalamu'alaikum..'' sapa Lyana saat melihat cek malek duduk bersama ibunya di teras depan.

'' wa'alaikumsalam '' jawab cek malek dan Bu Murni hampir bersamaan.

'' dari mana Lyana?'' tanya cek malek

'' biasa ngantar kue cek, sudah lama cek?''

'' belum baru beberapa menit''

Dewi keluar membawa napan berisi segelas minuman dan menyuguhkan di hadapan pamannya.

'' Lyana bagaimana kegiatanmu di AL-SUNNAH?''

'' Alhamdulillah baik cek. Mak cik dan adik-adik bagaimana kabarnya?''

'' Alhamdulillah baik juga''

''Begini Lyana, kak murni, dan Dewi. Dulu Alm. Bang Hasan pernah meminjamkan saya uang. Dan uang tersebut saya gunakan untuk membeli lahan bertani, saya sudah berjanji untuk mengembalikannya sesuai dengan jumlahnya yaitu 10 juta '' cek malek mengeluarkan uang dari saku bajunya dan menyerahkan pada Bu Murni.

'' ini kak, silahkan di hitung dulu ''

'' terima kasih Malek, kakak percaya padamu'' kata Bu murni yang sudah menganggap malek seperti adiknya sendiri.

'' Alhamdulillah.... Akhirnya bisa juga beli sepeda motor '' ujar Dewi.

Lyana melotot ke arahnya. Tapi Dewi tak perduli ia justru memohon pada Bu murni agar uang itu di pakai untuk membeli sepeda motor.

'' bagaimana Lyana? '' tanya Bu murni pada Lyana. Walaupun Ia punya hak untuk mengabulkan permintaan Dewi tapi ia tetap ingin menghargai pendapat Lyana sebagai anak tertua penganti suaminya.

Lyana diam saja. Menatap Dewi yang memelas menunggu jawabannya. Di ujung bibirnya sebuah senyum terukir di iringi anggukan tanda setuju yang sontak membuat Dewi berhamburan ke pelukannya.
'' Makasih kakak ''

'' iya sama-sama''

Dengan di bantu cek malek beberapa hari kemudian sebuah sepeda motor bebek sudah terparkir di halaman rumah mereka.

                                             ¤ ¤ ¤

Hmm..... Reza Ramadhan apa kabarnya ya...??

Jam makan siang di Ponpes FATANAH baru saja usai. Para santri bersiap kembali ke Dayah untuk mengaji. Ilham sedang merapikan kitab-kitab yang akan di bawa ke dayah. Seorang teman menghampirinya.

'' Ilham, ikut aku yukkk? ''

'' mau kemana muhadis, sebentar lagi guree amran masuk. Teman-teman yang lain sudah menunggu di dayah''

'' sebentar saja. Guree amran tidak masuk hari ini. Kita ke rumah kakekku sebentar ada abangku disana'' ujar muhadis

'' baiklah. Tapi sebentar saja ya.. ''

'' iya tenang saja''.

Ilham mengikuti Muhadis keluar kamar. Langkah muhadis begitu cepat sehingga Ilham harus berlari-lari kecil mengejarnya. Tapi Ia terheran saat Muhadis berhenti di depan rumah KH. Abu Ali Muttaqin pimpinan pondok pesantren FATANAH atau yang biasa mereka panggil dengan sebutan Abu tuha.

'' Muhadis ngapain kita kesini?'' tanya Ilham heran.

'' menemui kakek dan abangku, ayo masuk''. Tanpa menunggu Ilham Muhadis segera masuk dan mengucapkan salam.

Ilham mulai ragu, apa mungkin Muhadis cucu Abu tuha. Dan benar saja saat di dalam rumah Muhadis langsung memanggil Abu tuha dengan sebutan Nek yah (panggilan untuk kakek dalam bahasa Aceh). Disana juga ada Reza yang langsung di peluk adiknya.
'' baik-baik disini dis?'' tanya Reza

'' baik bang, oya kenalkan ini Ilham teman Muhadis''

Ilham segera mencium telapak tangan Abu tuha dan Reza. Mereka terlibat pembicaraan ringan tentang agama disana. Ilham senang sekali bisa berkenalan dengan Alumni Ponpes FATANAH yang telah menyelesaikan pendidikan di Mesir apalagi setelah mengetahui Reza abangnya Muhadis. Ia membulatkan tekat untuk bisa seperti Reza. Reza juga menaruh simpati pada Ilham yang walau masih kecil tak pernah malu untuk bertanya.

Setelah berbicara beberapa saat. Muhadis dan Ilham harus segera kembali ke Asrama putra. Sebelum pergi Reza sempat memimjamkan buku tentang Mesir pada Ilham untuk memotivasi semangat belajarnya.

Reza melihat ada bakat dakwah yang luar biasa pada diri Ilham. Jika bisa di pupuk dengan baik ilmunya InsyaALLAH akan sangat bermanfaat bagi Umat nantinya.

'' Reza ayo ikut nek yah keliling pesantren '' ucap Abu tuha kemudian.

'' Ia nek yah ''
Abu tuha berjalan beriringan dengan Reza mengelilingi pondok pesantren. Walaupun Reza telah mengetahui keadaan Pondok pesantren FATANAH tapi ia masih tetap serius mendengarkan penuturan kakeknya tentang Pesantren. Kian hari jumlah santri semakin banyak, kualitas tenaga pengajarpun semakin di tingkatkan demi menciptakan generasi yang agamis dan bermasyarakat.

Reza akan mengajar di Pesantren dan memimpin di AL-SUNNAH. Oleh karena itu ia sangat ingin belajar dari pengalaman kakeknya memimpin pesantren.

'' jika sudah mantap jangan lupa kewajibanmu untuk memberikan nek yah cicit ya'' pancing Abu tuha di sela-sela obrolan mereka.

Reza tersenyum mendengarnya, dalam hati ia berkata InsyaALLAH doakan saya mendapat yang terbaik .

                                             ¤ ¤ ¤

Lyana menyudahi tilawahnya saat cek malek dan istri dan anaknya datang kerumahnya. Bu murni menyambut mereka di ruang tengah serba guna.
''Tumben malam-malam kesini ada apa dik? Si kecil di bawa juga lagi '' tanya bu Murni sembari menghidangkan minuman.

Dewi yang penasaran juga langsung menemui pamannya. Dewi hendak duduk di sambil ibunya tapi pamannya menyuruh memanggil Lyana yang masih di kamar.

'' kak cepetan napa, udah di tungguin cek malek dan mak cek ''

'' iya Dewi '' Lyana merapikan kerudungnya sebelum keluar kamar.


Lyana duduk di samping ibunya, sementara Dewi langsung mengendong anak cek malek yang baru berusia 1 tahun.

'' begini kak, saya ingin menyampaikan amanah dari seorang lelaki yang datang menemui saya beberapa hari yang lalu. Sebagaimana mestinya saya di sini sabagai wali bagi Lyana dan Dewi mengantikan Alm. Bang Hasan ''

Cek malek berhenti sejenak. Lyana mulai berkutat dalam pikirannya sendiri dia sudah mulai dapat menyimpulkan maksud ucapan pamannya. Seseorang telah datang melamar pada pamannya. Sementara Dewi mendengar dengan rona wajah yang serius dalam hati ia berdoa semoga yang di lamar bukan dia, belum kepikiran di hatinya untuk menikah muda. ^_^

Beberapa saat cek malek masih terdiam. Dewi tidak sabar menunggu langsung saja berkata
'' jadi yang di lamar siapa cek?''

'' Dewi...... '' Lyana dan Bu murni hampir bersamaan melotot ke arah Dewi.

Cek malek tersenyum melihatnya. ''Sebelumnya paman ingin tanya dulu pada kalian sudah siapkan kalian berumah tangga terlepas siapa yang di lamar nantinya ''
semua mata tertuju pada Lyana.

'' bagaimana Lyana?'' Tanya cek malek

Lyana menarik nafas '' InsyaALLAH jika ini sudah waktunya bagi Lyana serta baik menurut mamak dan cek. Lyana siap terlepas siapa yang di lamar nantinya'' Lyana berfikir tidak menutup kemungkinan yang di lamar adalah Dewi.

Kemudian semua mata tertuju pada Dewi. Tanpa menunggu pamannya bertanya Dewi langsung menjawab.

'' Belum siap menikah muda Dewi mak, epotalah siapa yang mau melamar kenapa nggak mau menuggu sampai selesai sekolah ''

Mereka semua tertawa mendengarnya.

'' bersyukurlah Dewi karena yang di lamar itu kakakmu Lyana'' ucap cek malek kemudian.

'' Alhamdulillah...... '' Dewi begitu bahagia mendengarnya.

Sementara itu Lyana bagaikan di aliri arus listrik yang sangat kuat. Jantungnya berdebar kencang bertanya-tanya siapakah yang telah mengkhitbahnya. Perlahan kuncup-kuncup impian itu mulai tumbuh menjadi tunas-tunas cinta siapakah sosok yang akan menjadi imam baginya nanti.

'' siapa yang melamar Lyana lek? '' kali ini giliran Bu murni yang bertanya untuk menghilangkan rasa penasarannya.

'' Lelaki itu adalah Farid kak, Muhammad Farid bin Abdullah''

Kecepatan denyut nadi Lyana tak terhitung lagi saat nama yang melamarnya di sebut, Farid teman kecilnya telah menemui pamannya untuk melamarnya. Dalam hati ia bersyukur karena sesungguhnya ia menyukai Farid, tapi Lyana juga perlu memantapkan hatinya melalui istikharah oleh karena itu saat cek malek menanyakan jawabannya ia mengatakan akan shalat istikharah dulu.

                                             ¤ ¤ ¤

Bunga-bunga cinta kian bermekaran di sudut hati-hati yang selalu bertaut pada-Nya. Kupu-kupu yang terbang mengantarkan kebahagian tersendiri di hati Lyana. Malam ini akan menjadi awal dari perjalanan hidupnya dalam meniti rumah tangga. Setelah beristikharah Lyana memantapkan pilihan untuk menerima lamaran Farid sebentar lagi keluarga Farid akan datang untuk melamarnya secara resmi. Nurul menghampiri Lyana yang duduk di depan meja rias.
'' duh... Yang mau di lamar senangnya perasaanku benar kan Lyana kalian memang sudah di takdirkan berjodoh '' goda Nurul.

Lyana tertunduk malu. Bu murni masuk dan menyuruh mereka segera keluar karena rombongan keluarga Farid sudah datang. Lyana yang mengenakan gamis biru nampak begitu anggun apalagi di padukan dengan jilbab putihnya.

Lyana duduk di samping ibu Farid dan Nurul. Sesuai dengan tradisi lamaran Aceh calon mempelai laki-laki tidak hadir pada acara lamaran. Acara di awali dengan tukar batee ranup oleh masing-masing perwakilan keluarga, kemudian pengantar dari pihak Farid di ikuti kata sambutan oleh keluarga Lyana yang dalam hal ini di wakilkan oleh pak Geucik (kepala desa). Selanjutnya ibu Farid memakaikan cincin di jari Lyana, dengan lembut Lyana mencium telapak tangan calon mertuanya itu.

Pada pertemuan ini juga langsung menentukan hari akad nikah dan walimahnya. Yang akan di laksanakan dua minggu lagi. Akad nikah akan di laksanakan di mesjid desa Lyana dan walimahnya di rumah Lyana saat antar linto di rumah Farid saat antar menaro Sesuai adat Aceh. Acara di akhiri dengan pembacaan doa oleh tuha peut.

                                             ¤ ¤ ¤

Ilham baru saja menerima telepon dari Lyana yang menyuruhnya pulang saat hari pernikahannya. Ilham senang sekali mendengarnya saat itu Reza memperhatikan tingkah Ilham. ''ada apa Ilham?''

'' kakak saya akan melangsungkan pernikahan Bang, saya di minta pulang ''

'' kapan acaranya? ''

'' seminggu lagi bang''

'' kamu bisa pulang setelah ujian''

'' iya terima kasih bang''

                                             ¤ ¤ ¤

'' Lyana sudah kamu kabarkan pada Ilham?'' tanya Bu Murni setelah Lyana menutup telponnya.

'' sudah mak, hari sabtu depan Dewi akan menjemputnya. Karena Ilham harus mengikuti ujian dulu''

'' Lyana walau pun nantinya kamu sudah memiliki suami, mamak harap kamu tidak melupakan adik-adikmu. Mereka masih membutuhkan bimbinganmu''

'' iya mak. Lyana tidak akan pernah melupakan Mamak dan adik-adik ''

                                             ¤ ¤ ¤

Bunga-bunga cinta itu juga menyebar ke kediaman Farid. Yang mulai sibuk mempersiapkan segala sesuatunya sebelum hari H. Siang ini farid bersiap pergi dengan ibunya untuk mengundang saudara di Kuala Teripa. Dengan mengendarai sepeda motornya ia memboceng ibunya. Saat pergi cuaca sangat cerah tapi di tengah jalan hujan deras menguyur ingin pulang kembali tapi ibunya melarang karena takut tidak ada waktu lagi. Motornya berhenti di depan Rumah KH. Abu Sulaiman, di sambut Ummi Fatin mereka masuk kesalam rumah. Tanpa panjang lebar ibu Farid langsung mengatakan maksud kedatangannya untuk mengundang Abu Sulaiman dan keluarga yang masih mempunyai hubungan kekerabatan dengan suaminya dapat hadir pada acara pernikahan Farid.

Reza segera menghampiri farid sementara orang tua mereka ngobrol di ruang tamu. Reza dan Farid sudah bersahabat semenjak SMA.


'' kapan nyusul Rez?'' tanya Farid pada Reza.

'' InsyaALLAH secepatnya. Calonmu orang mana? ''

'' di AL-SUNNAH juga namanya Cut Lyana Lestari ''

'' sebentar fid, aku familiar dengan nama ini, yang kamu maksud ini cewek yang sering kamu ceritakan saat sekolah dulu ya? ''

'' iya Rez, Dia pengantin kecilku dulu ''.

'' hmm.... Jadi penasaran pengen liat orangnya. Daftar pengajar di AL-SUNNAH memang sudah saya baca tapi saya kurang perhatian dengan pengajar wanitanya''

'' itulah kamu Rez, selalu menghindar dari wanita''

'' bukan menghindar rid, belum ketemu yang cocok saja ''

'' kamu mau ku carikan... '' tawar Farid sembari tertawa.

'' boleh '' Reza ikut tertawa.

'' kalau begitu jangan lupa datang di pernikahanku ya ''

'' InsyaALLAH ''

Percakapan mereka terhenti saat ibu farid memanggil untuk mengajak pulang.

                                             ¤ ¤ ¤

Pagi ini begitu indah saat bunga-bunga matahari di pinggiran desa bermekaran, suasana Masjid Jami' yang begitu hikmad membuat acara ijab kabul menjadi semakin indah. Kini janji suci itu telah terikat Lyana dan Farid sudah resmi menjadi suami istri. Lyana berdoa dalam keharuan hatinya ''Ya ALLAH terima kasih untuk cinta-Mu yang telah ku raih dan kini bimbinglah aku mengenggam cinta suamiku menuju keluarga yang sakinah Mawadah Warahmah''

Doa Farid '' Ya ALLAH terima kasih untuk bidadari kecilku dulu yang kini kembali mendampingiku. Bimbinglah kami agar selalu dekat denganmu ''

Usai akad nikah acara di lanjutkan dengan prosesi antar linto yaitu rombongan keluarga Farid datang ke rumah Lyana selanjutnya mereka akan bersanding di pelaminan khas aceh. Lyana tanpak cantik mengenakan pakaian adat pengantin aceh begitu juga Farid yang nampak gagah dengan pakaian tengku umarnya.

Diantara tamu yang hadir ada teman-teman masa kecil mereka, Nurul begitu semangat menceritakan bagaimana perjalanan cinta mereka pada teman-teman lainnya hingga Umar berkata.

'' berarti tinggal Nurul ya yang belum menikah, padahal dia senang banget menjodohkan orang lain tapi kenapa belum ketemu jodoh ya''

Sontak mereka semua tertawa. Nurul hanya tersenyum,

'' kalau begitu kita jodohkan saja setuju nggak teman-teman'' lanjut Siti

'' Setuju, bagaimana jika kita jodohkan saja dengan Reza '' usul Farid

Reza yang sedari tadi diam sangat terkejut mendengarkan usulan Farid, Ia mau protes tapi Farid langsung berkata lagi

'' beberapa hari yang lalu kamu minta aku carikan calon dan kamu setuju kan. Jadi dari mana jauh-jauh mendingan sama Nurul saja bagaimana Nurul? ''

'' nggak lucu rid '' ucap Nurul ia menunduk malu.

'' roman-romannya bakalan ada yang segera menyusul Farid dan Lyana ini..'' goda umar..

Tawa canda kembali menyeruak. Disaat yang sama tatapan Nurul dan Reza bertemu tadi kemudian tertunduk lagi karena malu.

******

Begitu indahnya cinta, jika hati-hati yang mencintai selalu bertaut pada ALLAH…..
Jika cinta itu ada ia akan selalu menaungi hati kita dengan keihklasan dan kelembutan hati semata hanya untuk mengharap ridha ALLAH.