NOSTALGIA CINTA SEORANG WANITA SHALIHAH
Teringat
ketika dulu saat pertama kali aku melihatmu, berlalu di hadapanku. Aku hanya
melihat gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada.
Tak sempat ku lihat wajahmu, hingga rasa penasaranku berlalu karena aku tak
mungkin bisa mengenalmu.
Teringat ketika seorang saudara menawarkan wanita
shalihah padaku. Yang ku tahu bahwa pilihannya insyaAllah bagus untukku.
Saudara yang ku kenal ke shalihannya, tak kan mungkin menjerumuskanku. Rumus
husnuzhan yang ku yakini saat itu. Bukanlah sebuah kepasrahan, namun keyakinan.
Teringat ketika dulu aku menadhormu, suasana menegangkan
yang ku rasakan. Bertandang ke rumah keluargamu dengan hati penuh rasa, detak
jantungku semakin cepat saat aku melihat gaun yang kau kenakan, warna yang sama
yang berlalu di hadapanku. Gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab
dengan warna senada. Ya Allah...itu dia desahku. Saat ku lihat wajahmu yang
tertunduk begitu dalam, ku yakin bahwa tidak hanya aku yang deg-degan, detak
jantungku mulai kembali normal.
Teringat ketika dulu aku mengkhitbahmu. Hari itu hatiku
berbunga senang, namun jantungku masih deg-degan, tetap berdetak tak normal.
Berlalu dengan hasil yang membanggakan, I am the winner karena berhasil
memenangkan hatimu, kau menerima pinanganku sayang.
Teringat ketika dulu aku mengikatmu dengan kalimat ijab
kabul dan jabat tangan ayahmu dalam genggaman. Do’a makbul terucapkan “ Baarokallahu laka wa baaroka ‘alaika wa jam’a bainakuma fii khair”. Qalbuku
berdesir kalimat ALHAMDULILLAH... Allah bukit tursina kini ada di pundakku,
mudahkan hamba mengemban amanah untuk kehidupan dunia – akhirat semoga sampai
ke syurgaNya, aamiin.
Rabb, pilihanMu tak pernah salah, ialah istriku kini wanita
shalihah. Melahirkan jundi-jundi permata kehidupan. Letihmu yang terhias sabar.
Teringat ketika dulu pergi dan pulangku disambutnya
dengan senyuman. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai menjelang tidurpun ada
saja pekerjaan yang kau lakukan. Seakan tak ada bagimu waktu luang, tapi
istriku memang pintar, ia tak pernah lupa dengan penampilan terbaik untukku
suaminya. Istriku sabar dalam mengurusi anak-anak kami, anak menangis kau
tenangkan dalam gendongan, kau usap airmatanya dengan lembut dan senyuman.
Bahtera kita memang tak selalu berjalan lancar, ada riak
kecil sampai gelombang menghantam, namun kau bantu aku menyeimbangkan bahtera
kita agar tak tenggelam. Saat aku harus menyelesaikan pekerjaan yang begitu
banyak, kau pun tak lupa menyiapkan bekal. Kopi atau teh hangat kau sediakan
serta camilan ringan agar perutku tak lapar. Sementara aku terjaga dengan
setumpuk kerjaan, namun kulihat kau di sana terurai tangis bermunajad dalam
kekhusukan.
“ Abi...., sarapan dan vitamin di meja sudah ku siapkan,
jangan lupa periksa tas kerja kalau-kalau ada yang lupa ummi siapkan”, kalimat
ini yang selalu terlontar setiap pagi, saat kau sibuk membenahi rumah dan
mengurusi anak-anak kita. Setiap siang kau selalu sempat mengirimkan SMS kasih
sayang padaku, semua berbeda setiap harinya. Aku selalu tersenyum membacanya,
entah dari mana kau dapatkan kalimat-kalimat sayang itu istriku.
Teringat ketika dulu saat aku sakit dan harus istirahat
dari aktivitas harian, sepekan aku terbaring di rumah untuk memulihkan kembali
kesehatan setelah dua pekan perawatan di rumah sakit karena gejala ginjal. Kau
tak mengeluh dan tetap sabar, menyiapkan makanan khusus untukku, tak membiarkan
anak-anak mengganggu waktu istirahatku.
Teringat ketika dulu saat kau jatuh sakit dan harus
menjalani perawatan. Dua pekan kau terbaring lemah di rumah sakit, dokter
memvonismu terkena kanker tulang belakang. Ketika ku dengar berita itu,
seketika aku jatuh lemas tak berdaya. “ Abi.., aku istirahat di rumah saja”.
Kalimat itu terucap, karena dia membaca kesedihanku karena melihatnya dalam
perawatan. Aku semakin sedih mendengar ucapannya, ia tak mau berlama-lama di
rumah sakit hanya berteman infus dan obat-obatan. Aku tak sanggup menolak
permintaannya, karena kerasku akan membuatnya terluka.
Rumah membuat senyumnya terkembang, melihat anak-anak
kami yang masih kecil bermain riang, bisa memeluk dan tidur dengan mereka
membuatnya bahagia. Walaupun kau hanya terbaring dan tak bisa melakukan
apa-apa. Hari itu adalah jum’at kedua kau bersama kami.
Setelah sholat subuh dan seperti biasa aku duduk di
sampingnya untuk tilawah. Setelah selesai kau bekata padaku “ Abi, kenapa ya
mataku begitu ingin terpejam, padahal kan sudah tidur semalaman”. Aku hanya
terdiam mendengar ucapannya. Kembali ia berucap “ Abi..., ummi tidur dulu ya,
jangan lupa anak-anak di perhatikan, yang sabar ya. Abi juga jaga kesehatan “
Sesaat dengan senyum matanya pun terpejam sambil
menggenggam tanganku. Ku pandang wajahmu saat tidur, ada damai tersirat disana.
Ketika genggaman eratmu terlepas dari tanganku, kuperiksa detak jantungmu. Ya Allah....
kekasihku kembali ke pangkuanMu. Air mataku tak terbendung, mengalir dengan
derasnya.
Istriku, tak terasa sudah begitu lama kau
meninggalkanku. Kini aku hanya bisa mengenangmu, setiap tahun ku lakukan di
tempat yang sama. Di sampingmu dan memandang pusaramu. Kau memang shalihah,
walau kini tak ada lagi tempatku bermanja, namun aku selalu bahagia bahwa kau
pernah ada, mengisi sejarah kehidupan yang takkan ku lupakan. Hiduplah di
sisiNya, yang kupinta dariNya...
Kelak ku ingin -Wanita Shalihah- ini
mendampingiku dalam kekalnya Syurga.
~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~
NOSTALGIA CINTA SEORANG WANITA SHALIHAH
Teringat
ketika dulu saat pertama kali aku melihatmu, berlalu di hadapanku. Aku hanya
melihat gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab dengan warna senada.
Tak sempat ku lihat wajahmu, hingga rasa penasaranku berlalu karena aku tak
mungkin bisa mengenalmu.
Teringat ketika seorang saudara menawarkan wanita
shalihah padaku. Yang ku tahu bahwa pilihannya insyaAllah bagus untukku.
Saudara yang ku kenal ke shalihannya, tak kan mungkin menjerumuskanku. Rumus
husnuzhan yang ku yakini saat itu. Bukanlah sebuah kepasrahan, namun keyakinan.
Teringat ketika dulu aku menadhormu, suasana menegangkan
yang ku rasakan. Bertandang ke rumah keluargamu dengan hati penuh rasa, detak
jantungku semakin cepat saat aku melihat gaun yang kau kenakan, warna yang sama
yang berlalu di hadapanku. Gamis ungu tua dipadankan dengan rok dan jilbab
dengan warna senada. Ya Allah...itu dia desahku. Saat ku lihat wajahmu yang
tertunduk begitu dalam, ku yakin bahwa tidak hanya aku yang deg-degan, detak
jantungku mulai kembali normal.
Teringat ketika dulu aku mengkhitbahmu. Hari itu hatiku
berbunga senang, namun jantungku masih deg-degan, tetap berdetak tak normal.
Berlalu dengan hasil yang membanggakan, I am the winner karena berhasil
memenangkan hatimu, kau menerima pinanganku sayang.
Teringat ketika dulu aku mengikatmu dengan kalimat ijab
kabul dan jabat tangan ayahmu dalam genggaman. Do’a makbul terucapkan “ Baarokallahu laka wa baaroka ‘alaika wa jam’a bainakuma fii khair”. Qalbuku
berdesir kalimat ALHAMDULILLAH... Allah bukit tursina kini ada di pundakku,
mudahkan hamba mengemban amanah untuk kehidupan dunia – akhirat semoga sampai
ke syurgaNya, aamiin.
Rabb, pilihanMu tak pernah salah, ialah istriku kini wanita
shalihah. Melahirkan jundi-jundi permata kehidupan. Letihmu yang terhias sabar.
Teringat ketika dulu pergi dan pulangku disambutnya
dengan senyuman. Mulai dari menyiapkan sarapan sampai menjelang tidurpun ada
saja pekerjaan yang kau lakukan. Seakan tak ada bagimu waktu luang, tapi
istriku memang pintar, ia tak pernah lupa dengan penampilan terbaik untukku
suaminya. Istriku sabar dalam mengurusi anak-anak kami, anak menangis kau
tenangkan dalam gendongan, kau usap airmatanya dengan lembut dan senyuman.
Bahtera kita memang tak selalu berjalan lancar, ada riak
kecil sampai gelombang menghantam, namun kau bantu aku menyeimbangkan bahtera
kita agar tak tenggelam. Saat aku harus menyelesaikan pekerjaan yang begitu
banyak, kau pun tak lupa menyiapkan bekal. Kopi atau teh hangat kau sediakan
serta camilan ringan agar perutku tak lapar. Sementara aku terjaga dengan
setumpuk kerjaan, namun kulihat kau di sana terurai tangis bermunajad dalam
kekhusukan.
“ Abi...., sarapan dan vitamin di meja sudah ku siapkan,
jangan lupa periksa tas kerja kalau-kalau ada yang lupa ummi siapkan”, kalimat
ini yang selalu terlontar setiap pagi, saat kau sibuk membenahi rumah dan
mengurusi anak-anak kita. Setiap siang kau selalu sempat mengirimkan SMS kasih
sayang padaku, semua berbeda setiap harinya. Aku selalu tersenyum membacanya,
entah dari mana kau dapatkan kalimat-kalimat sayang itu istriku.
Teringat ketika dulu saat aku sakit dan harus istirahat
dari aktivitas harian, sepekan aku terbaring di rumah untuk memulihkan kembali
kesehatan setelah dua pekan perawatan di rumah sakit karena gejala ginjal. Kau
tak mengeluh dan tetap sabar, menyiapkan makanan khusus untukku, tak membiarkan
anak-anak mengganggu waktu istirahatku.
Teringat ketika dulu saat kau jatuh sakit dan harus
menjalani perawatan. Dua pekan kau terbaring lemah di rumah sakit, dokter
memvonismu terkena kanker tulang belakang. Ketika ku dengar berita itu,
seketika aku jatuh lemas tak berdaya. “ Abi.., aku istirahat di rumah saja”.
Kalimat itu terucap, karena dia membaca kesedihanku karena melihatnya dalam
perawatan. Aku semakin sedih mendengar ucapannya, ia tak mau berlama-lama di
rumah sakit hanya berteman infus dan obat-obatan. Aku tak sanggup menolak
permintaannya, karena kerasku akan membuatnya terluka.
Rumah membuat senyumnya terkembang, melihat anak-anak
kami yang masih kecil bermain riang, bisa memeluk dan tidur dengan mereka
membuatnya bahagia. Walaupun kau hanya terbaring dan tak bisa melakukan
apa-apa. Hari itu adalah jum’at kedua kau bersama kami.
Setelah sholat subuh dan seperti biasa aku duduk di
sampingnya untuk tilawah. Setelah selesai kau bekata padaku “ Abi, kenapa ya
mataku begitu ingin terpejam, padahal kan sudah tidur semalaman”. Aku hanya
terdiam mendengar ucapannya. Kembali ia berucap “ Abi..., ummi tidur dulu ya,
jangan lupa anak-anak di perhatikan, yang sabar ya. Abi juga jaga kesehatan “
Sesaat dengan senyum matanya pun terpejam sambil
menggenggam tanganku. Ku pandang wajahmu saat tidur, ada damai tersirat disana.
Ketika genggaman eratmu terlepas dari tanganku, kuperiksa detak jantungmu. Ya Allah....
kekasihku kembali ke pangkuanMu. Air mataku tak terbendung, mengalir dengan
derasnya.
Istriku, tak terasa sudah begitu lama kau
meninggalkanku. Kini aku hanya bisa mengenangmu, setiap tahun ku lakukan di
tempat yang sama. Di sampingmu dan memandang pusaramu. Kau memang shalihah,
walau kini tak ada lagi tempatku bermanja, namun aku selalu bahagia bahwa kau
pernah ada, mengisi sejarah kehidupan yang takkan ku lupakan. Hiduplah di
sisiNya, yang kupinta dariNya...
Kelak ku ingin -Wanita Shalihah- ini
mendampingiku dalam kekalnya Syurga.
~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~ ~ o ~
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^