Senin, 13 Oktober 2014

5 Langkah Keluarga Mencapai Surga-Nya

Ini pastilah menjadi dambaan bagi semua pasangan suami istri. Kita semua pastilah mendambakan rumah yang damai dan terpancar di dalamnya nuansa islam yang terwujud dengan jelas. Kita semua pasti mengidamkan suasana rumah yang jauh dari konflik maupun kesalahpahaman antara suami istri maupun antara orangtua dengan anak.

Namun realita yang terjadi, ternyata amat sangat sulit bila kita akan mencari rumah tangga yang tidak pernah ada konflik di dalamnya. Realita yang terjadi ternyata banyak rumah tangga yang memiliki konflik, sebenarnya bermula dari permasalahan yang sangat sepele.
Sebenarnya, bagaimanakah islam menyikapi potensi konflik rumah tangga supaya tidak menjangkit? Bagaimanakah islam membimbing kita untuk mewujudkan surga di pelupuk mata?

Pertama, Menikah atas Dasar Islam

Islam memahami bahwa pertimbangan terjalinnya hubungan yang dilanjutkan ke jenjang pernikahan karena empat hal. Karena harta, status sosial, indahnya paras ataupun karena agama.

تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, statusnya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama, maka kamu akan peroleh keuntungan”

Islam menuntun kita supaya lebih mempertimbangkan agama. Karena sesungguhnya dengan pintu agama lah yang akan mempengaruhi seluruh gerak langkah seorang hamba. Karena sesungguhnya dengan lurusnya pemahaman agama seorang suami ataupun istri akan berpengaruh pada seluruh akhlaq dalam hidup. Dengan akhlaq lah yang akan menjadikan pahitnya hidup menjadi semanis madu. Dengan akhlaq lah yang menjadikan beratnya ujian tak terasa. Sehingga ketenangan rumah tangga akan selalu terjaga karena di saat mendapatkan kemudahan dalam rizki menjadikannya banyak bersyukur dan bila mendapatkan ujian dalam hidup menjadikannya sebagai jalan untuk bersabar.

Namun bila pertimbangan yang diutamakan harta, wah... Semua harta pasti ada hitungannya, kan? Bila kurang pandai memenejnya akan datang masa bangkrutnya. Bila didasarkan pada status sosial, itupun akan begitu mudah hilang di kala pribadi orang tersebut tidak baik. Apa lagi bila didasarkan pada indahnya paras, wah... Lebih parah lagi, karena kulit kita akan kelihatan kenyal dan tidak berkeriput pasti ada masanya. Namun bila pilihan didasarkan pada akhlaq, justru sebaliknya. Harta akan berdatangan karena sesungguhnya terbukanya harta akan beriringan dengan jujurnya seseorang. Status sosial pun akan mengiringi kita karena kejelasan sikap kita. Dan indahnya paras otomatis akan hadir karena baiknya akhlaq akan memancarkan kesejukan lahir maupun batin.

Subhanallah...

Maka beruntunglah bagi mereka yang menjadikan agama sebagai pintu pertimbangan menancapkan kasih sayang dan rasa cinta dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Karena dengan agama kita akan selalu terjaga dari segala masalah dan kesalahan.


Kedua, Menyamakan Tujuan

Sebenarnya apa sih tujuan kita berumah tangga? Mungkin pertanyaan ini akan menari-nari di hati maupun pikiran kita. Terlebih bila saat ada masalah maupun baru galau (bahas gaul).

Sebagian umat ini mungkin salah dalam mencanangkan tujuan berumah tangga. Ada yang bertujuan sebatas sebagai penghalalan dalam menyalurkan syahwat, ada yang bertujuan karena ingin memperbanyak anak, ada yang membuktikan bahwa dirinya memang layak menjadi Imam dan ada pula yang bertujuan semata ingin merubah statusnya saja.
Sesungguhnya tujuan pernikahan yang tepat yaitu karena ingin mewujudkan sakinah, mawadah, warohmah dalam hidup ini. Adapun beberapa tujuan di atas hanyalah sebatas hikmah di balik pernikahan itu sendiri.

مِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa sakinah adalah rasa condong terhadap pasangan yang menjadikannya tenang, mawaddah adalah rasa cinta sedangkan ar-rahmah adalah kasih sayang. Jadi pengertian umum dari kalimat sakinah, mawadah, warohmah adalah suasana yang muncul dalam keluarga yang dibuktikan hadirnya rasa damai, tenang dan tentram dalam cinta dengan penuh kasih sayang.
Subhanallah...

Bila kita membayangkan bila ada sebuah keluarga yang memiliki ciri sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir, kebayang kan... Bagaimana indahnya rumah tangga kita. Rasa dan suasana ini akan hadir bila kita dengan sang pangeran satu arah, satu tujuan dan satu landasan dalam mengarungi rumah tangga. Ya, haruslah satu arah, semata ingin menyempurnakan ketaatan kepada Allah, satu tujuan semata ingin menggapai ridho-Nya dan satu landasan yaitu Al-Qur'an dan sunnah sebagai pijakan di kala susah dan senang.

Ketiga, Pengertian dan Saling Melengkapi

Banyak dari kita yang memaknai saling pengertian berarti saling memahami pasangannya. Sesungguhnya ini baik tapi belum tentu benar. Yang dimaksud saling pengertian yaitu memiliki kesadaran saling membaca dan merasakan pasangannya sehingga tidak ada yang terjebak dalam dosa. Adapun saling melengkapi yaitu selalu siap siaga dalam keadaan apapun untuk selalu saling membantu dan memudahkan, bukannya saling menuntut atau mempersulit. 

Sebagaimana di saat seorang sahabat bertanya kepada Aisyah Radhiallohu'anha, "Bagaimanakah akhlaq Rosululloh?" Aisyah pun menjawab "Rosululloh adalah laki-laki yang segera melipat lengan bajunya di kala berada di rumah". Rosululloh melipat lengan bajunya bukan karena supaya kelihatan lebih maco di hadapan istrinya, namun itu dilakukan Rosululloh karena ingin membantu apa yang menyibukkan istrinya di rumah. Allah telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan” (QS. At Tahrim: 6)

Inilah sebenarnya tujuan utama kenapa pasangan suami istri harus saling pengertian dan saling melengkapi. Karena hakekatnya pasangan hidup haruslah saling tolong menolong bagaikan Ali Radhiallohu'ahu dan istrinya yang bergiliran menjaga anaknya di kala sholat tahajud.


Keempat, Memahami Hak dan Kewajiban

Di sinilah bila pasangan suami istri kurang memahaminya bisa menjadi pintu awal dari problema rumah tangga. Sesungguhnya atas wujud dhohir antara suami istri memiliki kesamaan atas hak dan kewajiban. Namun yang terjadi dalam kehidupan, seolah-olah yang menjadi objek atas tuntutan dalam hidup ini hanyalah wanita. Namun sesungguhnya itu salah besar. Seorang suami memiliki hak mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya dari istri, pun demikian sebaliknya. Seorang suami memiliki hak menuntut istrinya untuk selalu terlihat cantik di hadapannya, sesungguhnya seorang istri pun memiliki hak untuk itu juga.

Namun yang membedakan antara suami dan istri adalah pada fungsi dan kedudukan. Secara agama fungsi suami atas istri sebagai pelengkap dalam urusan addin, agama, karena bagi wanita, pernikahan adalah setengah dari agamanya. Hal itu terjadi karena banyak urusan Addin yang tidak mungkin bisa dilakukan seorang muslimah sendirian. Secara kedudukan suami adalah sebagai pemimpin wanita, namun sesungguhnya keduanya memiliki keseimbangan hak dengan takaran kecerdasan yang menimbulkan sikap yang tepat dan nyaman (ma'ruf).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Imam Ath-Thobari Rahimahullahu Ta’ala menyebutkan hal yang senada, bahkan beliau menjelaskan makna sebagian hak yang dimaksud dalam ayat tersebut dengan mengatakan, “Sebagian ahli tafsir yang lain mengatakan maknanya ialah mereka (para istri) memiliki hak atas berhiasnya suami sebagaimana para suami memiliki hak atas berhiasnya istri-istri mereka menurut selera pasangan masing-masing.”

Oleh sebab itu Ibnu Abbas mengatakan, “Sungguh aku pun berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku, dan aku tidak suka menuntut seluruh hak-hakku dari istriku sehingga mengharuskan aku untuk memenuhi seluruh hak-haknya juga, yang demikian itu sebab Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman, (kemudian beliau menyebutkan firman Alloh di atas), maknanya berhias yang tidak sampai berbuat dosa.”


Kelima, Menjaga Kebersamaan

Di sinilah yang akan menjadi hiasan keluarga bak surga dunia. Munculnya rasa saling keterikatan dan ketergantungan antar pasangan hidup. Saling terikat, karena apapun yang ia lakukan dalam urusan keduniaan selalu menggunakan pertimbangan ridho Allah sebagai pondasi dasar, namun itu semua dibungkus dengan hiasan apapun yang disenangi oleh pasangan hidupnya. Saling tergantung karena munculnya keterbukaan dan bagi tugas dalam urusan dunia.

Bayangkan seandainya hal ini kurang disadari, bila ada seorang suami memikirkan bawang merah kan nggak lucu. Atau sebaliknya, seorang istri justru yang memikirkan urusan pekerjaan suaminya, kebayang bagaimana riweuhnya... Maka keindahan dan kenyamanan bahtera rumah tangga ini terwujud karena minimnya potensi konflik yang ada karena tidak adanya tumbang tindih atas eksekutor segala keperluan hidup ini. Hal ini terwujud karena adanya saling memahami.


Namun kebersamaan ini justru muncul dalam keindahan ubudiyah dan munajad. Inilah yang sering dilupakan pasangan suami istri saat ini. Dengan kebersamaan dan saling mengingatkan dalam urusan ubudiyah ini sebagai pijakan awal sebelum saling mengingatkan dalam urusan keduniaan. Bila saling kebersamaan dalam urusan ubudiyah bisa berjalan dengan baik, secara otomatis dalam urusan dunia akan melenggang tanpa hambatan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

(
رحم الله رجلاً قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته فإن أبت نضح في وجهها الماء ، رحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها فإن أبى نضحت في وجهه الماء ) رواه أبو داود بإسناد صحيح

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan isterinya. Jika isterinya tidak mau bangun ia percikkan air di wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun di malam hari lalu shalat, dan membangunkan suaminya, jika tidak mau bangun ia percikkan air di wajahnya.” ( HR Abu Daud dengan sanad shahih.)

Subhanallah...

Di saat hubungan suami istri di hadapan Allah bisa dinikmati dengan kenyamanan dan kenikmatan, insya Allah barokah akan selalu menghiasi rumah tangga tersebut. Melimpahnya rezeki dan kenyamanan hidup insya Allah pun akan mengikutinya. Inilah sesungguhnya "SURGA DIPELUPUK MATA"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^

Senin, 13 Oktober 2014

5 Langkah Keluarga Mencapai Surga-Nya

Ini pastilah menjadi dambaan bagi semua pasangan suami istri. Kita semua pastilah mendambakan rumah yang damai dan terpancar di dalamnya nuansa islam yang terwujud dengan jelas. Kita semua pasti mengidamkan suasana rumah yang jauh dari konflik maupun kesalahpahaman antara suami istri maupun antara orangtua dengan anak.

Namun realita yang terjadi, ternyata amat sangat sulit bila kita akan mencari rumah tangga yang tidak pernah ada konflik di dalamnya. Realita yang terjadi ternyata banyak rumah tangga yang memiliki konflik, sebenarnya bermula dari permasalahan yang sangat sepele.
Sebenarnya, bagaimanakah islam menyikapi potensi konflik rumah tangga supaya tidak menjangkit? Bagaimanakah islam membimbing kita untuk mewujudkan surga di pelupuk mata?

Pertama, Menikah atas Dasar Islam

Islam memahami bahwa pertimbangan terjalinnya hubungan yang dilanjutkan ke jenjang pernikahan karena empat hal. Karena harta, status sosial, indahnya paras ataupun karena agama.

تنكح المرأة لأربع : لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك

“Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, statusnya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah yang beragama, maka kamu akan peroleh keuntungan”

Islam menuntun kita supaya lebih mempertimbangkan agama. Karena sesungguhnya dengan pintu agama lah yang akan mempengaruhi seluruh gerak langkah seorang hamba. Karena sesungguhnya dengan lurusnya pemahaman agama seorang suami ataupun istri akan berpengaruh pada seluruh akhlaq dalam hidup. Dengan akhlaq lah yang akan menjadikan pahitnya hidup menjadi semanis madu. Dengan akhlaq lah yang menjadikan beratnya ujian tak terasa. Sehingga ketenangan rumah tangga akan selalu terjaga karena di saat mendapatkan kemudahan dalam rizki menjadikannya banyak bersyukur dan bila mendapatkan ujian dalam hidup menjadikannya sebagai jalan untuk bersabar.

Namun bila pertimbangan yang diutamakan harta, wah... Semua harta pasti ada hitungannya, kan? Bila kurang pandai memenejnya akan datang masa bangkrutnya. Bila didasarkan pada status sosial, itupun akan begitu mudah hilang di kala pribadi orang tersebut tidak baik. Apa lagi bila didasarkan pada indahnya paras, wah... Lebih parah lagi, karena kulit kita akan kelihatan kenyal dan tidak berkeriput pasti ada masanya. Namun bila pilihan didasarkan pada akhlaq, justru sebaliknya. Harta akan berdatangan karena sesungguhnya terbukanya harta akan beriringan dengan jujurnya seseorang. Status sosial pun akan mengiringi kita karena kejelasan sikap kita. Dan indahnya paras otomatis akan hadir karena baiknya akhlaq akan memancarkan kesejukan lahir maupun batin.

Subhanallah...

Maka beruntunglah bagi mereka yang menjadikan agama sebagai pintu pertimbangan menancapkan kasih sayang dan rasa cinta dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Karena dengan agama kita akan selalu terjaga dari segala masalah dan kesalahan.


Kedua, Menyamakan Tujuan

Sebenarnya apa sih tujuan kita berumah tangga? Mungkin pertanyaan ini akan menari-nari di hati maupun pikiran kita. Terlebih bila saat ada masalah maupun baru galau (bahas gaul).

Sebagian umat ini mungkin salah dalam mencanangkan tujuan berumah tangga. Ada yang bertujuan sebatas sebagai penghalalan dalam menyalurkan syahwat, ada yang bertujuan karena ingin memperbanyak anak, ada yang membuktikan bahwa dirinya memang layak menjadi Imam dan ada pula yang bertujuan semata ingin merubah statusnya saja.
Sesungguhnya tujuan pernikahan yang tepat yaitu karena ingin mewujudkan sakinah, mawadah, warohmah dalam hidup ini. Adapun beberapa tujuan di atas hanyalah sebatas hikmah di balik pernikahan itu sendiri.

مِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa sakinah adalah rasa condong terhadap pasangan yang menjadikannya tenang, mawaddah adalah rasa cinta sedangkan ar-rahmah adalah kasih sayang. Jadi pengertian umum dari kalimat sakinah, mawadah, warohmah adalah suasana yang muncul dalam keluarga yang dibuktikan hadirnya rasa damai, tenang dan tentram dalam cinta dengan penuh kasih sayang.
Subhanallah...

Bila kita membayangkan bila ada sebuah keluarga yang memiliki ciri sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibnu Katsir, kebayang kan... Bagaimana indahnya rumah tangga kita. Rasa dan suasana ini akan hadir bila kita dengan sang pangeran satu arah, satu tujuan dan satu landasan dalam mengarungi rumah tangga. Ya, haruslah satu arah, semata ingin menyempurnakan ketaatan kepada Allah, satu tujuan semata ingin menggapai ridho-Nya dan satu landasan yaitu Al-Qur'an dan sunnah sebagai pijakan di kala susah dan senang.

Ketiga, Pengertian dan Saling Melengkapi

Banyak dari kita yang memaknai saling pengertian berarti saling memahami pasangannya. Sesungguhnya ini baik tapi belum tentu benar. Yang dimaksud saling pengertian yaitu memiliki kesadaran saling membaca dan merasakan pasangannya sehingga tidak ada yang terjebak dalam dosa. Adapun saling melengkapi yaitu selalu siap siaga dalam keadaan apapun untuk selalu saling membantu dan memudahkan, bukannya saling menuntut atau mempersulit. 

Sebagaimana di saat seorang sahabat bertanya kepada Aisyah Radhiallohu'anha, "Bagaimanakah akhlaq Rosululloh?" Aisyah pun menjawab "Rosululloh adalah laki-laki yang segera melipat lengan bajunya di kala berada di rumah". Rosululloh melipat lengan bajunya bukan karena supaya kelihatan lebih maco di hadapan istrinya, namun itu dilakukan Rosululloh karena ingin membantu apa yang menyibukkan istrinya di rumah. Allah telah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan” (QS. At Tahrim: 6)

Inilah sebenarnya tujuan utama kenapa pasangan suami istri harus saling pengertian dan saling melengkapi. Karena hakekatnya pasangan hidup haruslah saling tolong menolong bagaikan Ali Radhiallohu'ahu dan istrinya yang bergiliran menjaga anaknya di kala sholat tahajud.


Keempat, Memahami Hak dan Kewajiban

Di sinilah bila pasangan suami istri kurang memahaminya bisa menjadi pintu awal dari problema rumah tangga. Sesungguhnya atas wujud dhohir antara suami istri memiliki kesamaan atas hak dan kewajiban. Namun yang terjadi dalam kehidupan, seolah-olah yang menjadi objek atas tuntutan dalam hidup ini hanyalah wanita. Namun sesungguhnya itu salah besar. Seorang suami memiliki hak mendapatkan pelayanan sebaik-baiknya dari istri, pun demikian sebaliknya. Seorang suami memiliki hak menuntut istrinya untuk selalu terlihat cantik di hadapannya, sesungguhnya seorang istri pun memiliki hak untuk itu juga.

Namun yang membedakan antara suami dan istri adalah pada fungsi dan kedudukan. Secara agama fungsi suami atas istri sebagai pelengkap dalam urusan addin, agama, karena bagi wanita, pernikahan adalah setengah dari agamanya. Hal itu terjadi karena banyak urusan Addin yang tidak mungkin bisa dilakukan seorang muslimah sendirian. Secara kedudukan suami adalah sebagai pemimpin wanita, namun sesungguhnya keduanya memiliki keseimbangan hak dengan takaran kecerdasan yang menimbulkan sikap yang tepat dan nyaman (ma'ruf).

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Imam Ath-Thobari Rahimahullahu Ta’ala menyebutkan hal yang senada, bahkan beliau menjelaskan makna sebagian hak yang dimaksud dalam ayat tersebut dengan mengatakan, “Sebagian ahli tafsir yang lain mengatakan maknanya ialah mereka (para istri) memiliki hak atas berhiasnya suami sebagaimana para suami memiliki hak atas berhiasnya istri-istri mereka menurut selera pasangan masing-masing.”

Oleh sebab itu Ibnu Abbas mengatakan, “Sungguh aku pun berhias untuk istriku sebagaimana ia berhias untukku, dan aku tidak suka menuntut seluruh hak-hakku dari istriku sehingga mengharuskan aku untuk memenuhi seluruh hak-haknya juga, yang demikian itu sebab Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman, (kemudian beliau menyebutkan firman Alloh di atas), maknanya berhias yang tidak sampai berbuat dosa.”


Kelima, Menjaga Kebersamaan

Di sinilah yang akan menjadi hiasan keluarga bak surga dunia. Munculnya rasa saling keterikatan dan ketergantungan antar pasangan hidup. Saling terikat, karena apapun yang ia lakukan dalam urusan keduniaan selalu menggunakan pertimbangan ridho Allah sebagai pondasi dasar, namun itu semua dibungkus dengan hiasan apapun yang disenangi oleh pasangan hidupnya. Saling tergantung karena munculnya keterbukaan dan bagi tugas dalam urusan dunia.

Bayangkan seandainya hal ini kurang disadari, bila ada seorang suami memikirkan bawang merah kan nggak lucu. Atau sebaliknya, seorang istri justru yang memikirkan urusan pekerjaan suaminya, kebayang bagaimana riweuhnya... Maka keindahan dan kenyamanan bahtera rumah tangga ini terwujud karena minimnya potensi konflik yang ada karena tidak adanya tumbang tindih atas eksekutor segala keperluan hidup ini. Hal ini terwujud karena adanya saling memahami.


Namun kebersamaan ini justru muncul dalam keindahan ubudiyah dan munajad. Inilah yang sering dilupakan pasangan suami istri saat ini. Dengan kebersamaan dan saling mengingatkan dalam urusan ubudiyah ini sebagai pijakan awal sebelum saling mengingatkan dalam urusan keduniaan. Bila saling kebersamaan dalam urusan ubudiyah bisa berjalan dengan baik, secara otomatis dalam urusan dunia akan melenggang tanpa hambatan dalam mengarungi bahtera rumah tangga.

(
رحم الله رجلاً قام من الليل فصلى وأيقظ امرأته فإن أبت نضح في وجهها الماء ، رحم الله امرأة قامت من الليل فصلت وأيقظت زوجها فإن أبى نضحت في وجهه الماء ) رواه أبو داود بإسناد صحيح

“Semoga Allah merahmati seorang suami yang bangun di malam hari, lalu ia shalat dan membangunkan isterinya. Jika isterinya tidak mau bangun ia percikkan air di wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang isteri yang bangun di malam hari lalu shalat, dan membangunkan suaminya, jika tidak mau bangun ia percikkan air di wajahnya.” ( HR Abu Daud dengan sanad shahih.)

Subhanallah...

Di saat hubungan suami istri di hadapan Allah bisa dinikmati dengan kenyamanan dan kenikmatan, insya Allah barokah akan selalu menghiasi rumah tangga tersebut. Melimpahnya rezeki dan kenyamanan hidup insya Allah pun akan mengikutinya. Inilah sesungguhnya "SURGA DIPELUPUK MATA"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^