Panggil
saja Rahmat, aku lelaki yang begitu kurang ajar jika itu yang menilai orang
lain, aku mempunyai kedua orang tua, yang menurutku mereka akan melakukan apa
saja yang aku minta, pernah saat aku meminta uang untuk bermabuk - mabukan, jelas-jelas
aku tahu bapaku lagi gak enak badan dan tidak berangkat untuk bekerja, karena aku
merasa kecewa aku pun marah-marah dan membanting semua piring yang kebetulan
aku lihat.
Entah
apa yang aku pikirkan waktu itu, aku merasa di manja karena aku anak laki-laki
yang paling kecil, kedua kakak ku wanita semua telah berumah tangga. Tinggal
aku seorang yang menemani mereka.
Ibuku
buruh cuci pakaian dan jualan nasi pecel di depan rumah, sedangkan bapakku
buruh becak dan kuli panggul di pasar tempat tinggalku.
Semua
makanan apa yang aku mau semua pasti di turuti karena aku sering mengancam
kalau tidak di turuti semua itu aku akan mencuri, itu yang membuat orang tuaku
merasa khawatir sehingga menuruti apapun yang aku mau, rokok pun pasti setiap
pagi ada di meja kamarku.
Teringat
di kala kedua wajah orang tuaku ketakutan jika melihat aku pulang dalam keadaan
mabuk dan marah-marah tanpa sebab.
Hingga
suatu hari di malam minggu, aku seperti biasa bermabuk-mabukan dengan teman-temanku
dan terlibat pertawuran yang mengakibatkan salah satu musuh kami meninggal.
Aku
dan teman-temanku pun berpencar karena kami jadi buronan polisi.
Waktu
di hari pelarianku di Jawa Tengah di sebuah Masjid, ku coba untuk menelpon
ibuku, entah rasa kangen itu tiba-tiba muncul..
Bagaikan
sebuah palu jatuh di kepalaku saat mendengar kalau bapaku di penjara karena
sebagai jaminan agar aku segera menyerahkan diri dan kini ibuku sakit karena
terlalu memikirkan masalah ini.
Tanpa
pikir panjang aku pun bergegas pulang dan menyerahkan diri, saat pelarianku
selama 1 bulan, malam itu hari pertama aku melihat ibuku.. Tak pernah aku
melihat air mata ibu begitu deras membasahi pipinya, aku pun tak kuasa ikut
menangis bersamanya, masih ku ingat kata-kata ibuku, andaikan hukum bisa di
gantikan, lebih baik ibu yang di dalam penjara bukan kamu juga bukan ayahmu, aku
tak sanggup jauh dari kalian..
Seketika
aku menangis dan memeluk beliau aku meminta maaf dan berjanji memperbaiki diri
dan sifatku kelak jika aku sudah bebas dari tahanan.. Di dalam tahanan setiap
hari ibuku menjengukku, sering ku larang beliau datang tiap hari karena
membutuhkan biaya yang tidak sedikit, tapi ibuku tetap datang tiap hari
walaupun setiap hari harus mengeluarkan 15 ribu untuk mengunjungiku. Tiap hari
ku ucap maaf dan berjanji akan berubah dan berbakti pada beliau, ku lihat wajah
ibuku tersenyum..
Hingga
di tahun 3 masa tahananku, kutunggu ibuku setiap pagi untuk mengantarkan
makanan dan rokok untukku, tapi entah kenapa hari itu hingga waktu kunjungan
habis ibuku tak kunjung datang, aku berpikir mungkin ibuku tidak punya uang
untuk menengokku..
Keesokan
harinya, sepupuku datang dengan raut wajah yang sedih, dengan linangan air mata
sepupuku mengabarkan kalau ibuku kena musibah tabrak lari saat mau mengunjungi
aku. Dan seketika meninggal di tempat, terasa dada dan jantungku berhenti
sejenak aku tidak mempercayai itu semua, aku masih kurang yakin sehingga
sepupuku menyuruh telepon ke bapakku untuk mengetahui kebenarannya. Bergegas
aku menelpon bapakku.. Tapi seketika aku lunglai dan hp yang ku pegang terjatuh
saat mendengar bapakku sudah menganggap aku mati, dia tidak mengakui aku
anaknya lagi, karena bapakku beranggapan aku lah penyebab kematian ibuku..
Aku
menangis dan meminta maaf, tapi tidak dihiraukan, dengan suara terbata-bata
bapakku bilang, "Cukup penderitaan
kami karena ulahmu, ibumu meninggal, begitu juga kamu aku anggap meninggal, tidak
pernah tahu apa yang dilakukan ibumu di rumah, siang, malam dia bekerja hanya
untuk mendapatkan uang agar bisa menjenguk dan membelikanmu makanan, tapi kini
ibumu benar-benar letih sehingga meninggalkan aku seorang diri, kamu sudah
dewasa kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau, tapi aku tidak sesabar ibumu, kini
aku anggap aku tidak mempunyai anak seperti kamu lagi." Dan seketika
hp dimatikan..
Air
mata ini tiap hari jatuh membasahi pipi, ku berusaha bertobat dan memperbaiki
diri di dalam tahanan ini, tidak ada seorangpun yang menengoku, aku benar-benar
merasakan kesepian yang sangat dalam kini.
Ibu,
hanya doa yang mampu aku beri untukmu, maafkan anakmu, aku berjanji jika kelak
habis masa tahananku, aku akan berusaha menjadi orang baik dan berusaha merawat
bapak, agar bapak mau memaafkan aku..
Terima
kasih ibu.. Tiada yang kebahagiaan tak terbatas tiada yang istimewa selain saat
- saat kau di sampingku IBU, penyesalanku KENAPA
SEBELUM AKU MEMBALAS JASAMU, KAU SUDAH PERGI MENGHADAP SANG KHALIK, AKU
MENYESAL.. IBUUUU...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^