Setiap orang
akan dikumpulkan bersama dengan orang yang ia cintai meski mungkin saja amalnya
jauh dari mereka. Ini adalah dorongan untuk berteman dengan orang sholih. Juga
menunjukkan bahayanya berteman dengan orang kafir.
Zir bin
Hubaisy berkata,
أَتَيْتُ صَفْوَانَ بْنَ عَسَّالٍ
الْمُرَادِىَّ أَسْأَلُهُ عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَ مَا جَاءَ
بِكَ يَا زِرُّ فَقُلْتُ ابْتِغَاءَ الْعِلْمِ فَقَالَ إِنَّ الْمَلاَئِكَةَ
تَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ.
“Saya
mendatangi Shafwan bin ‘Assal radhiyallahu ‘anhu. Saya bertanya
tentang mengusap dua sepatu khuf. Shafwan berkata, “Apakah yang menyebabkan
engkau datang, wahai Zir?” Saya menjawab, “Untuk mencari ilmu.” Ia
berkata lagi, “Sesungguhnya para malaikat membentangkan sayapnya kepada orang
yang menuntut ilmu karena ridha dengan apa yang ia cari.”
Faedah
dari penggalan hadits di atas:
1- Para
ulama sangat semangat untuk mencari ilmu.
2- Di antara
keutamaan menuntut ilmu adalah sampai malaikat pun membentangkan sayapnya
sebagai tanda ridha dan menghormati setiap orang yang mencari ilmu. Ilmu yang
dimaksud di sini adalah ilmu syar’i.
3- Setiap
yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampaikan mengenai
perkara ghaib seperti perihal malaikat yang memiliki sayap dan mereka meletakkan
sayapnya pada penuntut ilmu, wajib untuk dibenarkan seakan-akan hal itu kita
lihat langsung.
قُلْتُ إِنَّهُ حَكَّ فِى
صَدْرِى الْمَسْحُ عَلَى الْخُفَّيْنِ بَعْدَ الْغَائِطِ وَالْبَوْلِ وَكُنْتَ
امْرَأً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَجِئْتُ أَسْأَلُكَ هَلْ
سَمِعْتَهُ يَذْكُرُ فِى ذَلِكَ شَيْئًا قَالَ نَعَمْ كَانَ يَأْمُرُنَا إِذَا
كُنَّا سَفَرًا أَوْ مُسَافِرِيِنَ أَنْ لاَ نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلاَثَةَ
أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ إِلاَّ مِنْ جَنَابَةٍ لَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ
وَنَوْمٍ.
Maka saya
berkata, “Sebenarnya sudah terlintas di hatiku untuk mengusap di atas dua
sepatu khuf itu sehabis buang air besar atau kecil, sementara engkau termasuk
salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka dari
itu, saya datang untuk menanyakannya kepadamu. Apakah engkau pernah mendengar
beliau menyebutkan sesuatu yang berkaitan dengan hal tersebut?” Shafwan
menjawab, “Ya pernah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
jika kami bepergian, supaya kami tidak melepaskan khuf kami selama tiga hari
tiga malam, kecuali jika kami terkena janabah. Namun, kalau hanya karena buang
air besar atau kecil atau karena sehabis tidur, boleh tidak dilepas.
4- Jika
seseorang mengenakan sepatu atau kaos kaki, maka lebih afdhol ia mengusap daripada
ia mencopot dan mencuci kakinya.
5- Hendaklah
orang yang memiliki kebingungan dalam hati tentang suatu masalah agar
menanyakannya kepada orang yang berilmu sehingga keragu-raguan tersebut bisa
hilang dari hatinya. Jadi jangan biarkan kebingungan terpendam dalam hati
begitu saja.
6- Boleh
seseorang yang bertanya menanyakan dalil apakah itu dari ayat atau hadits atau
mungkin dari hasil ijtihad. Menjawab sembari membawakan dalil menunjukkan akan
keikhlasan dan kejujuran seseorang yang memberikan jawaban.
7- Hadits
ini menunjukkan disyari’atkannya mengusap khuf. Hadits yang membicarakan hal
ini adalah hadits yang mutawatir. Mengusap khuf ini jadi pegangan
Ahlus Sunnah sampai-sampai para ulama mencantumkan hal ini dalam kitab akidah
mereka. Karena ternyata Rafidhah (baca: Syi’ah) menyelisihi hal ini. Mereka
tidak menetapkan adanya mengusap khuf dan bahkan mengingkarinya. Tapi sungguh
mengherankan, padahal yang meriwayatkan masalah mengusap khuf adalah sahabat
‘Ali bin Abi Tholib yang mereka agungkan. Mengusap khuf inilah yang menjadi
syi’ar Ahlus Sunnah. Imam Ahmad berkata, “Hatiku tidak ada ragu sama sekali
mengenai perintah mengusap khuf.”
8- Jangka
waktu mengusap khuf bagi musafir adalah tiga hari tiga malam (3 x 24 jam),
sedangkan orang mukim adalah sehari semalam (1 x 24 jam).
9- Hadats
besar atau junub membatalkan mengusap khuf. Sedangkan hadats kecil seperti
buang air besar, buang air kecil dan tidur tidak membatalkan mengusap khuf.
فَقُلْتُ هَلْ سَمِعْتَهُ
يَذْكُرُ فِى الْهَوَى شَيْئًا قَالَ نَعَمْ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله
عليه وسلم- فِى سَفَرٍ فَبَيْنَا نَحْنُ عِنْدَهُ إِذْ نَادَاهُ أَعْرَابِىٌّ
بِصَوْتٍ لَهُ جَهْوَرِىٍّ يَا مُحَمَّدُ. فَأَجَابَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- عَلَى نَحْوٍ مِنْ صَوْتِهِ هَاؤُمُ وَقُلْنَا لَهُ وَيْحَكَ اغْضُضْ
مِنْ صَوْتِكَ فَإِنَّكَ عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- وَقَدْ نُهِيتَ
عَنْ هَذَا. فَقَالَ وَاللَّهِ لاَ أَغْضُضُ. قَالَ الأَعْرَابِىُّ الْمَرْءُ
يُحِبُّ الْقَوْمَ وَلَمَّا يَلْحَقْ بِهِمْ. قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه
وسلم- « الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».
Saya berkata
lagi, “Apakah engkau pernah mendengar beliau menyebutkan tentang masalah hawa
nafsu (cinta)?” Dia menjawab, “Iya pernah. Suatu ketika kami bersama dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan. Di
kala kami berada di sisi beliau, tiba-tiba ada seorang Arab Badui (pegunungan)
memanggil beliau dengan suara keras sekali. Ia berkata, “Hai Muhammad!”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab dengan
suara yang sama kerasnya, “Mari ke mari.” Saya pun berkata kepada Arab Badui
tersebut, “Celaka engkau ini, perlahankanlah suaramu. Sebab engkau ini
benar-benar berada di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan aku
dilarang seperti itu.” Namun Arab Badui itu berkata, “Demi Allah, aku tidak
akan memelankan suaraku.” Kemudian ia berkata kepada beliau, “Ada seseorang
mencintai suatu golongan, tetapi ia tidak dapat bertemu (menyamai) mereka.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Seseorang
itu bersama orang yang dicintainya pada hari kiamat.”
10-
Orang yang jauh dari ilmu biasa jauh dari adab atau akhlak yang baik seperti
yang terdapa pada Arab Badui yang memanggil Rasul -shallallahu ‘alaihi wa
sallam- dengan suara keras.
11-
Seseorang harus pintar meladeni orang yang jahil (bodoh) dengan cara yang baik.
12- Jika
seseorang mencintai suatu kaum dan amalnya tidak bisa menggapai amal mereka,
masih bisa ia bersama mereka karena setiap orang akan bersama dengan siapa yang
ia cintai pada hari kiamat kelak. Semoga kita dapat bersama dengan Rasul,
bersama dengan para khulafaur rosyidin, bersama dengan para sahabat karena
kecintaan kita pada mereka dan mau mengikuti jalan mereka.
13-
Keutamaan berkumpul dan berteman dengan orang baik dan sholih. Setiap orang
akan tergantung pada teman baiknya. Karena disebutkan dalam pepatah Arab,
الصاحب ساحب
“Sahabat itu
akan mudah mempengaruhi temannya.”
14-
Setiap orang wajib membenci orang kafir agar ia tidak dikumpulkan bersama
dengan mereka di hari kiamat kelak.
فَمَازَالَ يُحَدِّثُنَا
حَتَّى ذَكَرَ بَابًا مِنْ قِبَلِ الْمَغْرِبِ مَسِيرَةُ عَرْضِهِ أَوْ يَسِيرُ
الرَّاكِبُ فِى عَرْضِهِ أَرْبَعِينَ أَوْ سَبْعِينَ عَامًا قَالَ سُفْيَانُ
قِبَلَ الشَّامِ خَلَقَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ
مَفْتُوحًا يَعْنِى لِلتَّوْبَةِ لاَ يُغْلَقُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْهُ »
Tidak
henti-hentinya beliau memberitahukan apa saja kepada kami. Sehingga akhirnya
menyebutkan bahwa di arah barat itu ada sebuah pintu yang perjalanan luasnya
jika ditempuh seseorang dengan berkendara, memakan waktu empat puluh atau tujuh
puluh tahun perjalanan.”
Sufyan,
salah seorang perawi hadits ini mengatakan, “Dari arah Syam, pintu itu
dijadikan oleh Allah sejak hari Dia menciptakan seluruh langit dan bumi. Akan
senantiasa terbuka untuk taubat, tidak pernah ditutup sampai matahari terbit
dari sana.” (HR. Tirmidzi no. 3535. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
15- Taubat
itu berakhir sebelum matahari terbit dari arah tenggelamnya.
16- Wajib
menyegerakan taubat sebelum datang waktu yang tiada manfaat penyesalan.
Semoga
faedah-faedah dari hadits di atas bermanfaat. Moga Allah mengumpulkan kita
bersama Nabi, para sahabat, dan orang-orang sholih pada hari kiamat kelak.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^