Salah satu yang dilupakan dalam hubungan suami istri adalah
saling memuji satu dan lainnya. Istri lupa memuji suami dan suami lupa memuji
istrinya. Karena pujian seperti ini bisa membangkitkan hubungan yang mungkin
makin redup.
Pujian pada istri adalah bagian dari berbuat maruf yang
diperintahkan dalam ayat,
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
“Dan bergaullah dengan mereka (istri-istri kalian) dengan
baik.” (QS. An Nisa’: 19).
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 228).
Pujian pada istri tanda baiknya seorang suami padanya. Apalagi
melihat perjuangan istri di rumah dengan mendidik anak dan mengurus berbagai
urusan rumah tangga seperti mencuci, memasak dan memperhatikan kebutuhan suami.
Dari ‘Aisyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى
“Sebaik-baik kalian adalah yang berbuat baik kepada
keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling berbuat baik pada
keluargaku” (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212,
Ibnu Hibban 9: 484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata mengenai surat An Nisa’ ayat
19 di atas, “Berkatalah yang baik kepada istri kalian, perbaguslah amalan dan
tingkah laku kalian kepada istri. Berbuat baiklah sebagai engkau suka jika
istri kalian bertingkah laku demikian.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 3: 400)
Berbuat ma’ruf adalah kalimat yang sifatnya umum, tercakup di
dalamnya seluruh hak istri.
Lihatlah contoh Nabi kita, beliau memanggil ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, sang istri tercinta dengan panggilan Humaira, artinya wahai
yang pipinya kemerah-merahan. Karena putihnya ‘Aisyah, jadi pipinya biasa
nampak kemerah-merahan.
Dari ‘Aisyah, ia berkata,
دَخَلَ
الحَبَشَةُ المسْجِدَ يَلْعَبُوْنَ فَقَالَ لِي يَا حُمَيْرَاء أَتُحِبِّيْنَ أَنْ
تَنْظُرِي
“Orang-orang Habasyah (Ethiopia) pernah masuk ke dalam
masjid untuk bermain, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilku,
“Wahai Humaira (artinya: yang pipinya kemerah-merahan), apakah engkau ingin
melihat mereka?” (HR. An Nasai dalam Al Kubro 5: 307).
Lihatlah bagaimana panggilan sayang tetap melekat pada suri
tauladan kita yang mulia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi bukan kata-kata jelek atau merendahkan yang
keluar dari mulut seorang suami.
Dari Mu’awiyah Al Qusyairi radhiyallahu ‘anhu, ia bertanya
pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai kewajiban suami pada
istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنْ
تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ –
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau
memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan
engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya
serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu
Daud no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Pujian dari suami pada istrinya tidak butuh biaya atau ongkos
mahal. Yang dibutuhkan adalah ketulusan dan rasa cinta pada pasangan. Memberi
pujian dapat diungkapkan dengan kalimat-kalimat ringan, seperti: “Masakan
Sayang hari ini luar biasa, loh!”
Masa dengan pekerjaan istri yang begitu berat di rumah tidak
ada satu pun pujian dari suami yang disematkan untuknya, walau dengan memuji
masakan, sifat rajin, atau penampilan cantinya.
Ingatlah bahwa pujian sangat signifikan berpengaruh terhadap
perasaan pasangan, khususnya bagi istri yang akan merasa dihargai, dipercayai
dan dihormati oleh suaminya. Tanpa pujian atau perhatian, mungkin yang ada
hanya kecenderungan untuk saling mencela dan merendahkan pasangan.
Semoga dengan kata pujian yang tulus dari hati semakin
merekatkan hubungan mesra yang ada.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^