Allah begitu
penyabar walau ada yang menyakiti-Nya. Orang Nashrani mengklaim Allah memiliki
anak atau keturunan. Allah tidak menyetujui hal ini. Namun di balik itu, Allah
masih memberikan pada makhluk-Nya rizki walau mereka menyakiti-Nya. Allah Maha
Kuat dan Maha Bersabar lebih dari makhluk-Nya.
عَنْ أَبِى مُوسَى
الأَشْعَرِىِّ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَحَدٌ
أَصْبَرُ عَلَى أَذًى سَمِعَهُ مِنَ اللَّهِ ، يَدَّعُونَ لَهُ الْوَلَدَ ، ثُمَّ يُعَافِيهِمْ
وَيَرْزُقُهُمْ »
Dari Abu
Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang pun yang lebih sabar
terhadap gangguan yang ia dengar daripada Allah. Manusia menyatakan Allah
memiliki anak. Akhirnya, Allah memaafkan dan masih memberi rizki pada mereka.”
(HR. Bukhari no. 7378).
Hadits di
atas menerangkan sifat sabar bagi Allah, yaitu Allah begitu penyabar lebih dari
orang-orang yang bersabar ketika menghadapi cobaan. Imam Bukhari telah
memasukkan hadits ini pada Bab firman AllahTa’ala,
إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Sesungguhnya
Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”
(QS. Adz Dzariyat: 58). Hal ini karena Imam Bukhari menilai bahwa yang
dimaksudkan sabarnya Allah kembali pada makna kuatnya Allah. Dari
sinilah terlihat kaitan antara hadits di atas dengan judul bab yang dibawakan
oleh Imam Bukhari. Hadits ini didukung pula oleh hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari dari Abu Hurairahradhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau bersabda bahwa Allah Ta’ala berfirman,
شَتَمَنِى ابْنُ آدَمَ وَمَا
يَنْبَغِى لَهُ أَنْ يَشْتِمَنِى ، وَتَكَذَّبَنِى وَمَا يَنْبَغِى لَهُ ، أَمَّا
شَتْمُهُ فَقَوْلُهُ إِنَّ لِى وَلَدًا . وَأَمَّا تَكْذِيبُهُ فَقَوْلُهُ لَيْسَ
يُعِيدُنِى كَمَا بَدَأَنِى
“Manusia
telah mencela-Ku dan tidak pantas baginya mencela-Ku. Dan manusia
mendustakan-KU dan tidak pantas baginya berbuat seperti itu. Celaan manusia
pada-Ku yaitu Aku dikatakan memiliki anak. Sedangkan mereka mendustakan-Ku
dengan mengatakan bahwa Aku tidak mungkin menghidupkannya kembali sebagaimana
Aku telah menciptakannya” (HR. Bukhari no. 3193).
Beberapa
faedah dari hadits di atas:
1.
Menyatakan Allah memiliki anak atau keturunan termasuk menyakiti Allah sebagaimana
yang dilakukan oleh orang Nashrani dan orang musyrik.
2. Wajib
mensucikan Allah dari anak. Allah sendiri telah mensucikan diri-Nya dari
demikian dalam berbagai ayat Al Qur’an sebagaimana dalam surat Al Ikhlas dan
selainnya. Dan ini sebagai bantahan untuk orang Yahudi, Nashrani dan orang
musyrik.
3. Allah
disifati dengan sifat sabar terhadap yang menyakiti-Nya.
4. Tidak ada
yang lebih sabar dari Allah Ta’ala. Adapun menetapkan bahwa Allah memiliki nama
“Ash Shobuur”, maka sebenarnya tidak ada dalil yang mendukung hal ini.
Sebagian ulama ada yang menetapkan Allah dengan nama Ash Shobuur (Maha
Penyabar) dan ada yang tidak menetapkannya. Di antara ulama yang menyebutkannya
adalah Imam Tirmidzi dalam rangkaian nama-nama Allah (asmaul husna). Yang tepat
menurut para ulama muhaqqiqin, merangkaikan 99 nama bagi Allah
tidaklah disebutkan dalam hadits dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
namun hanya dikumpulkan oleh para perowi hadits saja.
5. Perbedaan
antara “adza” (menyakiti) dan “dhoror” (mendatangkan bahaya atau
memudhorotkan) bagi AllahTa’ala. Tidak ada perbuatan manusia yang dapat
memudhorotkan (mendatangkan bahaya pada) Allah. Namun kalau sebagian perbuatan
hamba menyakiti Allah, kita katakan iya. Oleh karenanya, Allah menafikan
(meniadakan) dhoror (bahaya) bagi diri-Nya sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
إِنَّهُمْ لَنْ يَضُرُّوا
اللَّهَ شَيْئًا
“Sesungguhnya
mereka tidak dapat membahayakan Allah sedikitpun.” (QS. Ali Imran: 176).
Dalam hadits
qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
يَا عِبَادِى إِنَّكُمْ لَنْ
تَبْلُغُوا ضَرِّى فَتَضُرُّونِى
“Wahai
hamba-Ku, kalian sungguh tidak dapat memberikan dhoror (bahaya) sehingga
memudhorotkan-Ku.” (HR. Muslim no. 2577).
Namun kalau
Allah disakiti (diberi “adza”) maka telah disebutkan dalam ayat,
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ
لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di
dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan” (QS.
Al Ahzab: 57).
Begitu juga
dalam hadits qudsi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Allah Ta’ala berfirman,
يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ،
يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ
“Manusia
telah menyakiti-Ku, mereka mencela waktu, padahal Aku-lah yang mengatur waktu”
(HR. Bukhari no. 7491 dan Muslim no. 2246).
6.
Konsekuensi dari sifat sabar bagi Allah adalah Dia memaafkan orang yang
mencela-Nya dengan mengatakan Allah memiliki anak dan Dia masih tetap
memberikan rizki pada-Nya.
7. Nikmat
dunia diberikan Allah pada orang baik dan orang jahat sekaligus. Jadi diberikan
nikmat dunia pada seseorang tidak menunjukkan dia mulia.
8. Allah
memiliki sifat mendengar.
9. Allah
Maha Mendengar orang yang mencela dan menyakiti-Nya. Lalu Allah memaafkan dan
masih tetap memberi rizki pada mereka. Inilah yang menunjukkan sifat hilm atau
kasih sayang Allah.
10. Haramnya
melakukan segala yang dapat menyakiti Allah Ta’ala baik dengan perbuatan atau
perkataan. Segala sesuatu yang menyakiti Allah menunjukkan bahwa Allah tidak
menyukainya.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^