Faedah
tauhid berikut akan membicarakan dua sifat Allah yang mulia yaitu kebersamaan
Allah dan kedekatan Allah pada hamba-Nya. Ketika hamba semakin dekat pada
Allah, maka Allah lebih dekat lagi padanya. Sehingga hal ini mengingatkan kita
jangan sampai lalai dari mengingat atau berdzikir pada Allah. Juga hadits ini
membicarakan bagaimana Allah sesuai dengan sangkaan hamba-Nya, yang di mana hal
ini menuntut kita supaya selalu husnuzhon pada Allah dalam
do’a dan rasa harap.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى
الله عنه – قَالَ قَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَقُولُ اللَّهُ
تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِى ،
فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى
مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ
إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »
Dari Abu
Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai
persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia
mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia
mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih
baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).
Jika ia
mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat
kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku
dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970
dan Muslim no. 2675).
Penjelasan:
Hadits ini
adalah hadits qudsi, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala (lafazh dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, maknanya dari Allah). Hadits ini adalah hadits yang
amat mulia di mana berisi perkara mulia yang berkenaan dengan Allah subhanahu
wa ta’ala, yaitu berisi pembicaraan sifat-sifat Allah.
Di antara
faedah dari hadits di atas:
1. Penetapan
bahwa Allah memiliki sifat kalam (berbicara). Sebagaimana hal ini ditunjukkan
pada hadits dalam perkataan “يَقُولُ اللَّهُ”.
2. Allah
merealisasikan apa yang disangkakan hamba-Nya yang beriman. Sebagaimana hal ini
adalah makna “أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى” (Aku sesuai persangkaan
hamba pada-Ku).
3. Hadits
ini mengajarkan untuk berhusnuzhon (berprasangka baik) pada Allah. Yaitu setiap
hamba hendaklah berprasangka pada Allah bahwasanya Dia maha pengampun, begitu
menyayangi hamba-Nya, maha menerima taubat, melipatgandakan ganjaran dan
memberi pertolongan bagi orang beriman. Berhusnuzhon pada Allah di sini
dibuktikan dengan seorang hamba punya rasa harap dan rajin memohon do’a pada
Allah.
4. Hadits
ini menunjukkan sifat kebersamaan Allah dengan hamba-Nya (ma’iyyatullah). Dan
sifat kebersamaan yang disebutkan dalam hadits ini adalah sifat kebersamaan
yang khusus.
5. Dorongan
untuk berdzikir pada Allah baik dalam keadaan bersendirian dan terang-terangan.
Dzikir pada Allah ini bisa dilakukan dengan mengucapkan bacaan tasbih
(subhanallah), tahmid (alhamdulillah), tauhid (laa ilaha illalah), dan takbir
(Allahu akbar). Jadi lafazh “فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ” (jika ia mengingat-Ku
pada dirinya) bukanlah bermakna hamba tersebut mengingat Allah dalam hati tanpa
dilafazhkan. Namun maknanya adalah hamba tersebut mengingat Allah dalam keadaan
bersendirian tanpa ada yang mengetahui.
6. Allah
akan menyebut-nyebut orang yang mengingat-Nya. Jika Allah menyebut-nyebut
seperti ini, menunjukkan bahwa sebutan tersebut mengandung pujian dan kasih
sayang Allah (rahma Allah) pada hamba tersebut.
7. Balasan
sesuai dengan amalan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Hal ini
dibuktikan pada ayat Al Qur’an,
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Karena
itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu” (QS. Al
Baqarah: 152). Dalam hadits di atas dibuktikan pula dalam lafazh,
فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ
ذَكَرْتُهُ فِى نَفْسِى ، وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ
مِنْهُمْ
“Jika ia
mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia
mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih
baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”
Juga dalam
lafazh,
وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ
بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا
تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا ، وَإِنْ أَتَانِى يَمْشِى أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Jika ia
mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat
kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku
dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.”
8. Allah
menyebut-nyebut hamba-Nya dengan kalam yang ia perdengarkan pada para malaikat
yang Dia kehendaki. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam lafazh hadits,
ذَكَرْتُهُ فِى مَلأٍ خَيْرٍ
مِنْهُمْ
“…, Aku
akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan
malaikat).”
Juga
dikuatkan dalam hadits shahih lainnya,
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ
عَبْدًا دَعَا جِبْرِيلَ فَقَالَ إِنِّى أُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ
“Jika
Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril seraya berkata, “Sesungguhnya
Aku mencintai si fulan, maka cintailah dia.” (HR. Bukhari no. 7485 dan
Muslim no. 2637).
9.
Hadits ini menunjukkan dekatnya hamba pada Allah dan dekatnya Allah pada
hamba-Nya.
10. Di
antara nama Allah adalah: Al Qoriib Al Mujiib (Maha Dekat lagi
Maha Mengabulkan). Allah Ta’alamenyebutkan mengenai nabi-Nya,
Sholih ‘alaihis salam,
فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ
تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
“Karena
itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbmu
amat dekat lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)” (QS. Hud: 61). Sifat Allah
dekat sebagaimana sifat Allah lainnya. Sifat ini tidaklah sama dengan kedekatan
makhluk dan tidak diketahui kaifiyah (cara) kedekatan Allah tersebut.
11.
Kedekatan Allah pada hamba itu bertingkat-tingkat. Ada hamba yang Allah lebih
dekat padanya lebih dari yang lain.
12.
Kedekatan hamba pada Allah bertingkat-tingkat pula. Ada hamba yang begitu dekat
pada Allah lebih dari yang lain.
13.
Kedekatan Allah didekati dengan penyebutan sesuatu yang terindra seperti dengan
jengkal, hasta dan depa. Namun ini cuma secara maknawi yang menunjukkan Allah
itu dekat.
14. “Harwalah”
yang disebutkan dalam hadits bermakna berjalan cepat. Dari konteks hadits
menunjukkan bahwa jika hamba dekat pada Allah, maka Allah akan semakin dekat
pada hamba.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^