Minggu, 04 Januari 2015

BETAPA INDAHNYA MEMILIKI ANAK SHALEH SHALEHAH

Sampailah Farrukh di masjid. Di sana, ia mendapati imam sudah menyelesaikan salatnya. ia pun segera salat, kemudian menuju ke makam Rasulullah dan mengucap shalawat atasnya.

Setelah itu, ia mengambil tempat di Raudhah (tempat antara makam nabi dengan mimbarnya). Betapa rindunya ia salat di tempat itu. ia pun melakukan salat sunah sebelum kemudian merapalkan sepenggal doa.

Ketika ia berhasrat untuk pulang, dilihatnya ruangan masjid sudah padat dengan orang - orang yang hendak belajar, pemandangan yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Mereka duduk melingkari seorang guru majelis tersebut sampai tak ada lagi tempat kosong untuk berjalan. ia mengamati orang - orang yang hadir.

Ternyata, mereka kebanyakan orang - orang yang telah lanjut usia, orang - orang yang terlihat berwibawa dan terhormat. Mereka semua duduk bersila, masing - masing memegang buku dan pena untuk mencatat semua penjelasan sang guru. Semua mata tertuju kepada sang guru. Dengan tekun, mereka mendengarkan dan mencatat hingga seolah - olah leher mereka terlipat. Beberapa orang mengulang kata demi kata dari sang guru, agar tidak ada seorang pun yang keliru mendengarnya mengingat jaraknya yang cukup jauh.

Farrukh berusaha melihat wajah sang guru yang luar biasa itu. nihil. Orang - orang terlalu rapat duduknya dan jaraknya pun cukup jauh. Diam - diam ia kagum dengan perkataan dan nasihat sang guru, juga pada ingatannya yang tajam dan ilmunya yang luas.
Beberapa waktu kemudian, majelis itu pun usai. Guru itu berdiri dari tempatnya, sementara orang - orang berkerumun dan mengiringi kepergiannya hingga keluar masjid.

Farrukh yang belum beranjak dari tempatnya bertanya kepada seseorang yang duduk di sebelahnya, “Siapakah orang alim yang baru saja berceramah?”
“Anda bukan penduduk Madinah?” jawab orang itu.
“Saya penduduk sini,” jawab Farrukh.
“Masih adakah di Madinah ini orang yang tidak mengenal ulama tadi?” orang itu memicingkan mata, heran.
“Maaf, saya benar - benar tidak tahu. Sudah 30 tahun saya meninggalkan kota ini dan baru kemarin saya kembali.”
“tidak apa, duduklah sejenak, akan aku jelaskan. Ulama yang anda dengarkan ceramahnya tadi adalah seorang tokoh tabi’in, termasuk di antara ulama yang terpandang. Dialah ahli hadits di Madinah, fuqaha, dan imam kami, meski usianya masih sangat muda.”

“Masya allah…la quwwata illa billah.”

“Majelis ilmunya dihadiri oleh Malik bin anas, abu hanifah, Yahya bin Sa’id al - anshari, Sufyan ats - tsauri, abdurrahman bin
amr al - auza’i, laits bin Sa’id, dan lain - lain.”

“anda belum…”

Orang tersebut tidak memberi Farrukh kesempatan untuk bicara. Dia melanjutkan pujiannya, “Di samping itu, ia sangat dermawan dan bijaksana. tidak ada di Madinah ini orang yang lebih dermawan terhadap kawan dan keluarga darinya. Dia hanya mengharapkan apa yang ada di sisi allah.

“tetapi, anda belum menyebutkan namanya.”

“namanya Rabi’ah ar - Ra’yi.”

“Rabi’ah ar - Ra’yi?” Farrukh sedikit terkejut.

“nama aslinya ar - Rabi’ah, tetapi para ulama dan pemuka Madinah biasa memanggilnya ar - Rabi’ah ar - Ra’yi. Setiap kali mereka menjumpai kesulitan atau merasa bingung tentang suatu nash dalam Kitabullah dan hadits, mereka akan bertanya kepadanya. Kemudian, beliau berijtihad dalam masalah itu, menyebutkan qiyas apabila tidak ada nash sama sekali, dan menyimpulkan hukum bagi mereka yang memerlukannya secara bijak dan menenteramkan hati.”

“anda belum menyebutkan nasabnya.”

“Dia adalah ar - Rabi’ah putra Farrukh yang memiliki julukan abu abdirrahman. Dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan Madinah sebagai mujahid fi sabilillah, lalu ibunyalah yang memelihara dan mendidiknya. tapi, sebelum salat tadi, saya mendengar dari orang - orang bahwa ayahnya telah datang kemarin malam.”

Farrukh tak kuasa menahan lelehan air mata. Orang yang berbincang dengannya keheranan tanpa tahu penyebabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^

Minggu, 04 Januari 2015

BETAPA INDAHNYA MEMILIKI ANAK SHALEH SHALEHAH

Sampailah Farrukh di masjid. Di sana, ia mendapati imam sudah menyelesaikan salatnya. ia pun segera salat, kemudian menuju ke makam Rasulullah dan mengucap shalawat atasnya.

Setelah itu, ia mengambil tempat di Raudhah (tempat antara makam nabi dengan mimbarnya). Betapa rindunya ia salat di tempat itu. ia pun melakukan salat sunah sebelum kemudian merapalkan sepenggal doa.

Ketika ia berhasrat untuk pulang, dilihatnya ruangan masjid sudah padat dengan orang - orang yang hendak belajar, pemandangan yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Mereka duduk melingkari seorang guru majelis tersebut sampai tak ada lagi tempat kosong untuk berjalan. ia mengamati orang - orang yang hadir.

Ternyata, mereka kebanyakan orang - orang yang telah lanjut usia, orang - orang yang terlihat berwibawa dan terhormat. Mereka semua duduk bersila, masing - masing memegang buku dan pena untuk mencatat semua penjelasan sang guru. Semua mata tertuju kepada sang guru. Dengan tekun, mereka mendengarkan dan mencatat hingga seolah - olah leher mereka terlipat. Beberapa orang mengulang kata demi kata dari sang guru, agar tidak ada seorang pun yang keliru mendengarnya mengingat jaraknya yang cukup jauh.

Farrukh berusaha melihat wajah sang guru yang luar biasa itu. nihil. Orang - orang terlalu rapat duduknya dan jaraknya pun cukup jauh. Diam - diam ia kagum dengan perkataan dan nasihat sang guru, juga pada ingatannya yang tajam dan ilmunya yang luas.
Beberapa waktu kemudian, majelis itu pun usai. Guru itu berdiri dari tempatnya, sementara orang - orang berkerumun dan mengiringi kepergiannya hingga keluar masjid.

Farrukh yang belum beranjak dari tempatnya bertanya kepada seseorang yang duduk di sebelahnya, “Siapakah orang alim yang baru saja berceramah?”
“Anda bukan penduduk Madinah?” jawab orang itu.
“Saya penduduk sini,” jawab Farrukh.
“Masih adakah di Madinah ini orang yang tidak mengenal ulama tadi?” orang itu memicingkan mata, heran.
“Maaf, saya benar - benar tidak tahu. Sudah 30 tahun saya meninggalkan kota ini dan baru kemarin saya kembali.”
“tidak apa, duduklah sejenak, akan aku jelaskan. Ulama yang anda dengarkan ceramahnya tadi adalah seorang tokoh tabi’in, termasuk di antara ulama yang terpandang. Dialah ahli hadits di Madinah, fuqaha, dan imam kami, meski usianya masih sangat muda.”

“Masya allah…la quwwata illa billah.”

“Majelis ilmunya dihadiri oleh Malik bin anas, abu hanifah, Yahya bin Sa’id al - anshari, Sufyan ats - tsauri, abdurrahman bin
amr al - auza’i, laits bin Sa’id, dan lain - lain.”

“anda belum…”

Orang tersebut tidak memberi Farrukh kesempatan untuk bicara. Dia melanjutkan pujiannya, “Di samping itu, ia sangat dermawan dan bijaksana. tidak ada di Madinah ini orang yang lebih dermawan terhadap kawan dan keluarga darinya. Dia hanya mengharapkan apa yang ada di sisi allah.

“tetapi, anda belum menyebutkan namanya.”

“namanya Rabi’ah ar - Ra’yi.”

“Rabi’ah ar - Ra’yi?” Farrukh sedikit terkejut.

“nama aslinya ar - Rabi’ah, tetapi para ulama dan pemuka Madinah biasa memanggilnya ar - Rabi’ah ar - Ra’yi. Setiap kali mereka menjumpai kesulitan atau merasa bingung tentang suatu nash dalam Kitabullah dan hadits, mereka akan bertanya kepadanya. Kemudian, beliau berijtihad dalam masalah itu, menyebutkan qiyas apabila tidak ada nash sama sekali, dan menyimpulkan hukum bagi mereka yang memerlukannya secara bijak dan menenteramkan hati.”

“anda belum menyebutkan nasabnya.”

“Dia adalah ar - Rabi’ah putra Farrukh yang memiliki julukan abu abdirrahman. Dilahirkan tak lama setelah ayahnya meninggalkan Madinah sebagai mujahid fi sabilillah, lalu ibunyalah yang memelihara dan mendidiknya. tapi, sebelum salat tadi, saya mendengar dari orang - orang bahwa ayahnya telah datang kemarin malam.”

Farrukh tak kuasa menahan lelehan air mata. Orang yang berbincang dengannya keheranan tanpa tahu penyebabnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^