Allah akan senantiasa menolong kaum muslimin karena keikhlasan
sebagian orang dari umat ini. Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا
يَنْصُرُ اللَّهُ هَذِهِ الْأُمَّةَ بِضَعِيفِهَا بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلَاتِهِمْ
وَإِخْلَاصِهِمْ
“Allah akan menolong umat ini karena sebab orang miskin,
karena do’a orang miskin tersebut, karena shalat mereka dan karena keikhlasan
mereka dalam beramal.”
Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya suatu amalan, di
samping amalan tersebut harus sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Tanpa ikhlas, amalan jadi sia-sia belaka. Ibnul Qayyim
dalam Al Fawa-idmemberikan nasehat yang sangat indah tentang
ikhlas, “Amalan yang dilakukan tanpa disertai ikhlas dan tanpa mengikuti
tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagaikan seorang musafir yang
membawa bekal berisi pasir. Bekal tersebut hanya memberatkan, namun tidak
membawa manfaat apa-apa.”
Perintah untuk Ikhlas
Setiap amalan sangat tergantung pada niat. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّمَا
الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya amal itu tergantung dari niatnya. Dan setiap
orang akan memperoleh apa yang dia niatkan.”
Dan niat itu sangat tergantung dengan keikhlasan pada Allah.
Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah pun mengetahui segala sesuatu yang ada dalam isi hati
hamba. Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ
إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ
“Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam
hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui”.” (QS. Ali Imran:
29)
Dalam ayat lainnya, Allah memperingatkan dari bahaya riya’
–yang merupakan lawan dari ikhlas- dalam firman-Nya,
لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
“Jika kamu mempersekutukan (Rabbmu), niscaya akan hapuslah
amalmu.” (QS. Az Zumar: 65)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلاً أَشْرَكَ فِيهِ مَعِى غَيْرِى تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ
“Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: Aku sama sekali tidak
butuh pada sekutu dalam perbuatan syirik. Barangsiapa yang menyekutukan-Ku
dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (maksudnya: tidak menerima
amalannya, pen) dan perbuatan syiriknya.” An Nawawi mengatakan,
“Amalan seseorang yang berbuat riya’ (tidak ikhlas), itu adalah amalan batil
yang tidak berpahala apa-apa, bahkan ia akan mendapatkan dosa.”
Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang menutut ilmu yang sebenarnya harus
ditujukan hanya untuk mengharap wajah Allah, namun ia mempelajarinya hanya
untuk mendapatkan materi duniawi, maka ia tidak akan pernah mencium bau surga
pada hari kiamat nanti.”
Pengertian Ikhlas Menurut Para Ulama
Para ulama menjelaskan ikhlas dengan beberapa pengertian,
namun sebenarnya hakikatnya sama. Berikut perkataan ulama-ulama tersebut.
Abul Qosim Al Qusyairi mengatakan, “Ikhlas adalah menjadikan
niat hanya untuk Allah dalam melakukan amalan ketaatan. Jadi, amalan ketaatan
tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri pada Allah. Sehingga yang
dilakukan bukanlah ingin mendapatkan perlakuan baik dan pujian dari makhluk
atau yang dilakukan bukanlah di luar mendekatkan diri pada Allah.”
Abul Qosim juga mengatakan, “Ikhlas adalah membersihkan amalan
dari komentar manusia.”
Jika kita sedang melakukan suatu amalan maka hendaklah kita
tidak bercita-cita ingin mendapatkan pujian makhluk. Cukuplah Allah saja yang
memuji amalan kebajikan kita. Dan seharusnya yang dicari adalah ridho Allah,
bukan komentar dan pujian manusia.
Hudzaifah Al Mar’asiy mengatakan, “Ikhlas adalah kesamaan
perbuatan seorang hamba antara zhohir (lahiriyah) dan batin.” Berkebalikan
dengan riya’. Riya’ adalah amalan zhohir (yang tampak) lebih baik dari amalan
batin yang tidak ditampakkan. Sedangkan ikhlas, minimalnya adalah sama antara
lahiriyah dan batin.
Dzun Nuun menyebutkan tiga tanda ikhlas:
1. Tetap
merasa sama antara pujian dan celaan orang lain.
2. Melupakan
amalan kebajikan yang dulu pernah diperbuat.
3. Mengharap
balasan dari amalan di akhirat (dan bukan di dunia).
Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan, “Meninggalkan amalan karena
manusia adalah riya’. Beramal karena manusia termasuk kesyirikan. Sedangkan
ikhlas adalah engkau terselamatkan dari dua hal tadi.”
Ada empat definisi dari ikhlas yang bisa kita simpulkan dari
perkataan ulama di atas.
1. Meniatkan
suatu amalan hanya untuk Allah.
2. Tidak
mengharap-harap pujian manusia dalam beramal.
3. Kesamaan
antara sesuatu yang tampak dan yang tersembunyi.
4. Mengharap
balasan dari amalannya di akhirat.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^