Barokah atau berkah selalu
diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam
memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya.
Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi.
Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah
paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya. Sudah sepatutnya kita
bisa mendalami hal ini.
Makna Barokah
Dalam bahasa Arab, barokah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa
juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu. Tabriik adalah
mendoakan seseorang agar mendapatkan keberkahan. Sedangkantabarruk adalah
istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”.
Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah
langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan
bisa bermakna kedua-duanya. Sebagaimana do’a keberkahan kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang sering kita baca saat tasyahud mengandung dua makna di
atas.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Maksud
dari ucapan do’a “keberkahan kepada Muhammad dan keluarga Muhammad karena
engkau telah memberi keberkahan kepada keluarga Ibrahim, do’a keberkahan ini
mengandung arti pemberian kebaikan karena apa yang telah diberi pada keluarga
Ibrahim. Maksud keberkahan tersebut adalah langgengnya kebaikan dan
berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan. Inilah hakikat barokah”.
Seluruh Kebaikan Berasal dari Allah
Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan
dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu
bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah. AllahTa’ala berfirman,
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي
الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ
تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ
”Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau
berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan
dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”
(QS. Ali Imron: 26). Yang dimaksud ayat “di tangan Allah-lah segala kebaikan”
adalah segala kebaikan tersebut atas kuasa Allah. Tiada seorang pun yang dapat
mendatangkannya kecuali atas kuasa-Nya. Karena Allah-lah yang Maha Kuasa atas
segala sesuatu. Demikian penjelasan dari Ath Thobari rahimahullah.
Dalam sebuah do’a istiftah yang diajarkan oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam disebutkan,
وَالْخَيْرُ
كُلُّهُ فِى يَدَيْكَ
“Seluruh kebaikan di tangan-Mu.” (HR. Muslim no. 771)
Begitu juga dalam beberapa ayat lainnya disebutkan bahwa
nikmat (yang merupakan bagian dari kebaikan) itu juga berasal dari Allah. Dan
nikmat ini sungguh teramat banyak, sangat mustahil seseorang menghitungnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا
بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari
Allah-lah (datangnya)” (QS. An Nahl: 53).
قُلْ
إِنَّ الْفَضْلَ بِيَدِ اللَّهِ
“Sesungguhnya karunia itu di tangan Allah” (QS. Ali
Imron: 73).
وَإِنْ
تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat
menghitungnya” (QS. Ibrahim: 34 dan An Nahl: 18).
Kita telah mengetahui bahwa setiap kebaikan dan nikmat, itu
berasal dari Allah. Inilah yang disebut dengan barokah. Maka ini menunjukkan
bahwa seluruh barokah, berkah atau keberkahan berasal dari Allah semata.
Berbagai Keberkahan yang Halal
Setelah kita mengerti dengan penjelasan di atas, maka untuk
meraih barokah sudah dijelaskan oleh syari’at Islam yang mulia ini. Sehingga
jika seseorang mencari berkah namun di luar apa yang telah dituntunkan oleh
Islam, maka ia berarti telah menempuh jalan yang keliru. Karena ingatlah sekali
lagi bahwa datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari Allah.
Perlu diketahui bahwa keberkahan yang halal bisa ada dalam hal
diniyah dan hal duniawiyah, atau salah satu dari keduanya. Contoh yang mencakup
keberkahan diniyah dan duniawiyah sekaligus adalah keberkahan pada Al Qur’an Al
Karim, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat radhiyallahu ‘anhum. Keberkahan seperti ini juga
terdapat pada majelis orang sholih, keberkahan bulan Ramadhan, keberkahan makan
sahur. Keberkahan pada hal diniyah saja semisal pada tiga masjid yang mulia
yaitu masjidil harom, masjid nabawi, dan masjidil aqsho. Sedangkan keberkahan
pada hal duniawiyah seperti keberkahan pada air hujan, pada tumbuhnya berbagai
tumbuhan, keberkahan pada susu dan hewan ternak.
Ada satu catatan yang perlu diperhatikan. Keberkahan yang
halal di atas kadang diketahui karena ada dalil tegas yang menunjukkannya,
kadang pula dilihat dari dampak, di sisi lain juga dilihat dari kebaikan yang
amat banyak yang diperoleh. Namun untuk keberkahan dalam hal duniawiyah bisa
diperoleh jika digunakan dalam ketaatan pada Allah. Jika digunakan bukan pada
ketaatan, itu bukanlah nikmat, namun hanyalah musibah.
Contoh Ngalap Berkah yang Halal
Kami contohkan misalnya keberkahan orang sholih, yaitu orang
yang sholih secara lahir dan batin, selalu menunaikan hak-hak Allah. Di antara
keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena
istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan
sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara. Allah Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلَا يَضِلُّ وَلَا
يَشْقَى
“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu
barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan
celaka.” (QS. Thoha: 123).
Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka
lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat
sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih
yang berilmu sebagai pewaris para nabi.
إِنَّ
الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”.
Keberkahan juga bisa diperoleh jika seseorang berlaku jujur
dalam jual beli. Dari Hakim bin Hizam, Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
الْبَيِّعَانِ
بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا
فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki
hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan transaksi) selama keduanya belum
berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan
keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka
keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”.
Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa
tamak, maka keberkahan pun akan mudah datang. Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,
يَا
حَكِيمُ إِنَّ هَذَا الْمَالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ
نَفْسٍ بُورِكَ لَهُ فِيهِ ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ
لَهُ فِيهِ كَالَّذِى يَأْكُلُ وَلاَ يَشْبَعُ ، الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ
الْيَدِ السُّفْلَى
“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis.
Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak
mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya
untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang
makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang
di bawah”. Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat
dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak
dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan
harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang.
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan,
“Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan senantiasa
mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti
itu tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.”
Begitu pula keberkahan dapat diperoleh dengan berpagi-pagi
dalam mencari rizki. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اللَّهُمَّ
بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”
Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim
peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallammengirimnya
pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa
membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya
dan banyak harta.
Ngalap Berkah yang Keliru
Ngalap berkah yang keliru di sini karena tidak ada dasar
pegangan dalil yang kuat di dalamnya. Di sini kami akan contohkan beberapa hal
yang termasuk ngalap berkah yang keliru.
Pertama: Tabarruk dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat.
Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau.
Bentuknya adalah seperti meminta do’a dan syafa’at dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan,
“Wahai Rasul, ampunilah aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah kepada Allah agar
mengampuniku dan menunjuki jalan yang lurus”. Perbuatan semacam ini bahkan
termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat bentuk permintaan yang hanya
Allah saja yang bisa mengabulkannya.
Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas mengambil berkah dari kuburnya dengan mencium
atau mengusap-usap kubur tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah mengatakan,
“Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menziarahi kubur
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para
nabi dan orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul bait,
ia tidak dianjurkan sama sekali untuk mengusap-usap atau mencium kubur
tersebut.” Imam Al Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan
adalah adat Nashrani dan Yahudi”.
Kedua: Tabarruk dengan orang sholih
setelah wafatnya.
Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja
tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau dengan mencium atau
mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur
para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan
pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan do’a
“wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini”, “wahai Habib, mudahkanlah
urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang”, “wahai wali, lancarkanlah
bisnisku”. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya
Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika do’a semacam itu ditujukan pada
selain Allah, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.
Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah
tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk berdo’a kepada
Allah agar mendo’akan dirinya.
Ketiga: Tabarruk dengan pohon, batu dan
benda lainnya.
Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula
ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo
Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang tercela dan sebab terjadinya
kesyirikan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
“Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya … yang dinama dijadikan tabarruk atau
diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah
perkara bid’ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya
kesyirikan.”
Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw
terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih
keberkahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah
beliau wafat adalah dengan ittiba’ atau mengikuti setiap tuntunan beliau,
sedangkan kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka
dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan
Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.
Penutup
Dari penjelasan di atas, sebenarnya banyak sekali jalan untuk
meraih keberkahan atau ngalap berkah yang dibenarkan. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya kita mencukupkan dengan hal itu saja tanpa mencari berkah lewat
jalan yang keliru, bid’ah atau bernilai kesyirikan. Carilah keberkahan dengan
beriman dengan bertakwa pada Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ
أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ
مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا
يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^