Sebuah
hadits yang bisa kita renungkan hari ini adalah hadits yang berisi penjelasan
mengenai kewajiban sedekah seluruh persendian. Dan sedekah ini bisa digantikan
dengan shalat Dhuha. Semoga bermanfaat.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ، تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تََمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
“Setiap
persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya mulai matahari
terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih)
adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat
barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik juga
termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat
adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”.
[HR. Bukhari dan Muslim]
PENJELASAN
HADITS
(سُلاَمَى) bermakna persendian. Ada
juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah tulang. Ibnu Daqiq Al ‘Ied
mengatakan bahwa (سُلاَمَى) adalah persendian dan
anggota badan.
Dinukil oleh
Ibnu Daqiq Al ‘Ied bahwa Al Qadhi ‘Iyadh (seorang ulama besar Syafi’iyyah)
berkata, “Pada asalnya kata (سُلاَمَى) bermakna tulang telapak tangan, tulang
jari-jari dan tulang kaki. Kemudian kata tersebut digunakan untuk tulang
lainnya dan juga persendian”.
Terdapat
hadits dalam shohih Muslim bahwa tubuh kita ini memiliki 360 persendian. Di
mana Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ
إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ
“Sesungguhnya
setiap manusia keturunan Adam diciptakan memiliki 360 persendian.” (HR.
Muslim no. 2377)
Inilah yang
terdapat dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para dokter saat ini juga mengatakan seperti yang beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam sabdakan. Maka hal ini menunjukkan bahwa risalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.
(كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ) bermakna setiap hari
diwajibkan bagi anggota tubuh kita untuk bersedekah. Yaitu diwajibkan bagi
setiap persendian kita untuk bersedekah. Maka dalam setiap minggu berarti ada
360 x 7 = 2520 sedekah.
Akan tetapi
dengan nikmat Allah, sedekah ini adalah umum untuk semua bentuk qurbah (pendekatan
diri pada Allah). Setiap bentuk pendekatan diri kepada Allah adalah termasuk
sedekah. Berarti hal ini tidaklah sulit bagi setiap orang. Karena setiap orang
selama dia menyukai untuk melaksanakan suatu qurbah (pendekatan
diri pada Allah) maka itu akan menjadi sedekah baginya.
(تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ) adalah memisahkan di
antara dua orang yang berselisih baik dengan cara mendamaikan atau dengan cara
diadili.
Pertama adalah menyelesaikan perselisihan antara dua
orang yang berselisih dengan cara mendamaikan. Ini dilakukan jika belum jelas
mana yang benar di antara keduanya. Namun, apabila sudah jelas yang benar di
antara keduanya, dilarang untuk melakukan islah (perdamaian).
Kesalahan semacam inilah yang kadang dilakukan oleh seorang qodhi (hakim).
Di mana hakim malah seriang mendamaikan (mengadakan islah) terhadap
perselisihan antara dua belah pihak yang menuduh dan tertuduh, padahal sudah
diketahui kebenaran pada salah satu pihak.
Jadi,
menyelesaikan perkara antara dua orang yang berselisih baik dengan diadili dan
didamaikan termasuk sedekah. Akan tetapi, jika telah diketahui bahwa kebenaran
ada di salah satu pihak, maka dalam hal ini tidak boleh diadakan islah (perdamaian)
bahkan harus diputuskan dengan memihak pada yang benar.
(وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا), maksudnya adalah
menolong seseorang di atas kendaraannya -misalnya di zaman dahulu adalah unta-,
dengan membantunya naik di atas kendaraannya adalah sedekah. Atau boleh jadi (تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ), dengan mengangkat
barang-barangnya yang digunakan untuk bepergian jauh seperti makanan dan
minuman, juga termasuk sedekah.
(وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ), kata-kata yang thoyib baik
yang thoyib di sisi Allah seperti bacaan tasbih, takbir dan
tahlil atau thoyib di sisi manusia dengan berakhlak yang baik,
ini juga termasuk sedekah.
(وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تََمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ), setiap langkah kaki
menuju shalat adalah sedekah baik jarak yang jauh maupun dekat.
Dari Abu
Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ
ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ
فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً
وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa
bersuci di rumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu dari rumah Allah (yaitu
masjid) untuk menunaikan kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu
langkah kakinya akan menghapuskan dosa dan langkah kaki lainnya akan
meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim no. 1553)
Maka orang
yang melakukan semacam ini akan mendapatkan dua kebaikan: [1] ditinggikan
derajatnya, [2] akan dihapuskan dosa-dosa.
Catatan
Penting:
Ada sebagian
ulama yang menganjurkan bahwa setiap orang yang hendak ke masjid hendaknya
memperpendek langkah kakinya. Akan tetapi, ini adalah anjuran yang bukan pada
tempatnya dan tidak ada dalilnya sama sekali. Karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits hanya mengatakan ‘setiap langkah kaki
menuju shalat’ dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
mengatakan ‘hendaklah setiap orang memperpendek langkahnya.’ Seandainya
perbuatan ini adalah perkara yang disyari’atkan, tentu Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam akan menganjurkannya kepada kita. Yang dimaksudkan
dalam hadits ini adalah bukan memanjangkan atau memendekkan langkah, namun yang
dimaksudkan adalah berjalan seperti kebiasaannya.
(وَتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ), menyingkirkan gangguan
dari jalanan yang akan mengganggu orang yang lewat, baik berupa batu, pecahan
kaca, kotoran. Maka segala sesuatu yang disingkirkan dari jalan yang akan
mengganggu orang yang lewat adalah sedekah.
FAEDAH
HADITS
Pertama, wajibnya sedekah bagi
setiap orang dengan setiap anggota badannya pada setiap harinya mulai dari
matahari terbit. Karena perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (عَلَيْهِ صَدَقَةٌ) menunjukkan wajibnya.
Bentuk dari hal ini adalah setiap orang bersyukur kepada Allah setiap paginya
atas keselamatan pada dirinya baik keselamatan pada tangannya, kakinya, dan
anggota tubuh lainnya. Maka dia bersyukur kepada Allah karena nikmat ini.
Kalau ada
yang mengatakan hal seperti ini sulit dilakukan karena setiap anggota badan
harus dihitung untuk bersedekah?
Jawabannya :
Nabi telah memberikan ganti untuk hal tersebut yaitu untuk mengganti 360
sedekah dari persendian yang ada. Penggantinya adalah dengan mengerjakan shalat
sunnah Dhuha sebanyak 2 raka’at. Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى
مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ
صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ
بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ
ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى »
“Pada
pagi hari diwajibkan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah.
Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah,
setiap bacaan tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah.
Begitu juga amar ma’ruf (memerintahkan kepada ketaatan) dan nahi mungkar
(melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti)
dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR.
Muslim no. 1704)
Ibnu Daqiq
Al ‘Ied mengatakan, “Maksudnya, semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota
badan tersebut dapat diganti dengan dua raka’at shalat Dhuha, karena shalat
merupakan amalan semua anggota badan. Jika seseorang mengerjakan shalat, maka
setiap anggota badan menjalankan fungsinya masing-masing.”
An Nawawi
dalam Syarh Muslim 3/47 mengatakan,
. وَفِيهِ دَلِيل عَلَى عِظَم فَضْل الضُّحَى
وَكَبِير مَوْقِعهَا ، وَأَنَّهَا تَصِحُّ رَكْعَتَيْنِ
“Hadits ini
adalah dalil yang menunjukkan tentang agung dan mulianya shalat Dhuha dan
menunjukkan pula besarnya kedudukannya. Dan shalat Dhuha boleh dilakukan hanya
dengan 2 raka’at.”
Dari hadits
Abu Dzar menunjukkan bahwa boleh untuk terus menerus dalam mengerjakan shalat
Dhuha.
Adapun waktu
mengerjakannya adalah ketika matahari sudah setinggi tombak dilihat dengan mata
telanjang hingga dekat dengan waktu matahari bergeser ke barat yaitu
kira-kira 1/3 jam (20 menit) setelah matahari terbit hingga 10 atau 5 menit
sebelum matahari bergeser ke barat. Dan jumlah raka’at minimal adalah 2 raka’at
tanpa ada batasan raka’at maksimal. Inilah yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad
bin Sholih Al Utsaimin.
Namun, Ibnu
Qudamah dalam Al Mughni 3/322, menyebutkan bahwa jumlah
raka’at minimal untuk shalat Dhuha adalah 2 raka’at sedangkan maksimalnya
adalah 8 raka’at. Hal ini berdasarkan hadits muttafaqun ‘alaih dari
Ummu Hani,
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ ، وَصَلَّى
ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ ، فَلَمْ أَرَ صَلَاةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا ، غَيْرَ
أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahnya ketika Fathul Makkah. Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat 8 raka’at. Maka aku tidak pernah
melihat beliau shalat seringan itu kecuali beliau menyempurnakan ruku’ dan
sujudnya.”
Namun
sebagian ulama lainnya menyatakan bahwa shalat Dhuha tidak ada batasan
raka’atnya.
Dalil yang
menyatakan bahwa maksimal jumlah raka’atnya adalah tak terbatas, yaitu hadits,
مُعَاذَةُ أَنَّهَا سَأَلَتْ
عَائِشَةَ – رضى الله عنها – كَمْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى
صَلاَةَ الضُّحَى قَالَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَيَزِيدُ مَا شَاءَ.
Mu’adzah
pernah menanyakan pada ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha- berapa jumlah raka’at
shalat Dhuha yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam? ‘Aisyah menjawab, “Empat raka’at dan beliau tambahkan sesuka
beliau.” (HR. Muslim no. 719). Hadits ini menunjukkan bahwa shalat
Dhuha tidak ada batasan raka’atnya. Inilah yang lebih tepat.
Kedua,
hadits ini menunjukkan keutamaan berbuat adil di antara dua orang yang
berselisih. Dan AllahTa’ala telah mendorong kita agar berbuat islah
(perdamaian) sebagaimana dalam firman-Nya,
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِنْ
بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يُصْلِحَا
بَيْنَهُمَا صُلْحًا وَالصُّلْحُ خَيْرٌ وَأُحْضِرَتِ الْأَنْفُسُ الشُّحَّ
“Dan jika
seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka
tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya , dan
perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya
kikir .” (QS. An Nisa’ [4] : 128)
Maka
mengadakan islah adalah suatu kebaikan. Dan berbuat adil ketika mengadili
adalah suatu kewajiban.
Ketiga, dalam hadits ini terdapat dorongan untuk menolong
saudara kita, karena melakukan seperti ini termasuk sedekah. Baik dalam contoh
yang diberikan oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits ini atau perbuatan lainnya.
Keempat, hadits ini memberi motivasi untuk berkata dengan
perkataan yang baik. Hal itu bisa berupa dzikir, membaca, ta’lim (memberikan
pelajaran), berdakwah dan lain sebagainya. Dan keutamaan berdakwah telah
ditunjukkan dalam hadits,
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ
فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa
menunjukkan (orang lain) kepada kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang
mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 5007)
Kelima, dalam hadits ini juga ditunjukkan mengenai keutamaan
berjalan ke masjid. Dan berjalan pulang dari masjid juga akan dicatat
sebagaimana perginya berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ
قَالَ كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ
وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ – قَالَ – فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ
اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا
يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ
يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى
أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَمَعَ اللَّهُ
لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ »
Dari Ubay
bin Ka’ab berkata, “Dulu ada seseorang yang tidak aku ketahui siapa lagi yang
jauh rumahnya dari masjid selain dia. Dan dia tidak pernah luput dari shalat.
Kemudian ada yang berkata padanya atau aku sendiri yang berkata padanya,
‘Bagaimana kalau kamu membeli unta untuk dikendarai ketika gelap dan ketika
tanah dalam keadaan panas.’ Kemudian orang tadi mengatakan, ‘Aku tidaklah
senang jika rumahku di samping masjid. Aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku
menuju masjid dan langkahku ketika pulang kembali ke keluargaku.’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh
Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.” (HR. Muslim no. 1546)
An Nawawi
dalam Syarh Muslim 2/130 mengatakan,
فِيهِ : إِثْبَات الثَّوَاب
فِي الْخُطَا فِي الرُّجُوع مِنْ الصَّلَاة كَمَا يَثْبُت فِي الذَّهَابِ .
“Dalam
hadits ini terdapat dalil bahwa langkah kaki ketika pulang dari shalat akan
diberi ganjaran sebagaimana pergi.”
Keenam, dalam hadits ini terdapat keutamaan menyingkirkan
gangguan dari jalanan. Dan juga ini termasuk cabang keimanan sebagaimana
disebutkan dalam hadits lainnya.
Dari Abu
Huroiroh, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ
أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ
الإِيمَانِ
“Iman itu
ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling utama adalah kalimat laa ilaha
illallah. Yang paling rendah adalah menyingkirkan duri dari jalanan. Dan malu
termasuk bagian dari iman.” (HR. Muslim no. 162)
Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu memberikan ilmu
yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan amalan kita diterima di
sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud da’awaat. Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^