Di pagi ini,
kami mendapatkan pelajaran menarik dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdilllah bin
Baz rahimahullah. Beliau memberikan faedah menarik bahwa orang yang
berilmu bukanlah hanya memperbanyak ilmu saja, tahu berbagai macam hukum atau
berbagai macam fadhilah amal. Namun mereka juga adalah orang yang memperhatikan
amalan dari ilmu yang telah mereka ketahui dan pahami. Jika mereka tahu bahwa
shalat malam (shalat tahajud) itu adalah utama, mereka pun selalu menjaganya.
Walaupun kita tahu bersama shalat tahajud hanyalah sunnah.
Perhatikan
fatwa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berikut ini.
Si penanya
menuturkan, “Sungguh banyak dari para penuntut ilmu saat ini yang mengetahui
banyak hal tentang fadhilah amal, tahu pula ganjarannya. Di antara yang mereka
tahu adalah keutamaan shalat malam. Namun sayangnya mereka tidak melakukannya.
Mereka hanya sekedar berilmu, namun jauh dari amal.”
Syaikh rahimahullah lantas
menjelaskan,
“Amalan yang
dijelaskan fadhilah (keutamaan) di dalamnya ada dua
macam. Pertama adalah amalan wajib. Seorang muslim –baik dia itu
orang yang berilmu atau bukan- wajib memperhatikan hal ini, dengan ia bertakwa
kepada Allah untuk menjalankan yang wajib. Ia wajib menjaga shalat lima waktu,
menunaikan zakat, dan menunaikan kewajiban lainnya. Kedua adalah amalan
sunnah (mustahab). Contohnya adalah menunaikan shalat malam, shalat Dhuha,
dan shalat sunnah lainnya. Seorang mukmin dituntut untuk bersemangat dalam
melakukan amalan sunnah tersebut. Lebih-lebih lagi jika dia adalah orang yang
berilmu. Orang yang berilmu adalah orang yang jadi teladan (qudwah).
Seandainya
ia sibuk atau meninggalkan amalan tadi di sebagian waktu, maka itu tidak
mengapa karena amalan tadi hanyalah amalan sunnah. Namun sifat orang
yang berilmu (yang ‘alim) dan yang istimewa adalah selalu memperhatikan dan
menjaga amalan sunnah seperti shalat malam, shalat Dhuha, shalat
rawatib dan berbagai bentuk kebaikan lainnya.” [Majmu’ Fatawa wa
Maqolat Mutanawwi’ah, juz ke-8]
Kalau
kita perhatikan penuntut ilmu saat ini, ada sebagian di antara mereka yang
malah bangun shubuh saja susah, ada yang seringkali ikut jama’ah kedua. Selain
ibadah, akhlaknya pun terhadap ortu, terhadap tetangga, terhadap sesama, amat
jelek. Ilmu sekedar tambah wawasan. Datang pengajian hanya sekedar tambah
pesona. Wallahul musta’an.
Ingatlah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
القُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ
عَلَيْكَ
“Al
Qur’an akan menjadi hujjah (yang akan membela) engkau atau akan menjadi
bumerang yang akan menyerangmu.” (HR Muslim no 223). Dari sini menunjukkan
bahwa apa yang kita ilmui bisa jadi bumerang bagi kita sendiri karena tidak
kita amalkan.
Lalu di
akhirat kelak, kita akan ditanya di manakah ilmu tersebut kita amalkan. Dalam
hadits Ibnu Mas’ud Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ
آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ
عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ
أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ
“Kedua
kaki anak Ibnu Adam tidaklah bergeser pada hari kiamat di sisi Rabbnya hingga
ia ditanya lima perkara: [1] umurnya, di mana ia habiskan, [2] waktu mudahnya,
di mana ia manfaatkan, [3, 4] hartanya, bagaimana ia memperolehnya dan di mana
ia infakkan, [5] amalan dari ilmu yang ia ketahui.” (HR. Tirmidzi no.
2416, hasan kata Syaikh Al Albani)
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata,
كُلُّ عِلْمٍ وَعَمَلٍ لاَ
يَزِيْدُ الإِيمَانَ واليَقِيْنَ قُوَّةً فَمَدْخُوْلٌ، وَكُلُّ إِيمَانٍ لاَ
يَبْعَثُ عَلَى الْعَمَلِ فَمَدْخُوْلٌ
“Setiap
ilmu dan amal yang tidak menambah kekuatan dalam keimanan dan keyakinan maka
telah termasuki (terkontaminasi), dan setiap iman yang tidak mendorong untuk
beramal maka telah termasuki (tercoreng).”( Al Fawa’id, hal. 86)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Fatawanya,
وَإِذَا أَصَرَّ عَلَى تَرْكِ
مَا أُمِرَ بِهِ مِنْ السُّنَّةِ وَفِعْلِ مَا نُهِيَ عَنْهُ فَقَدْ يُعَاقَبُ
بِسَلْبِ فِعْلِ الْوَاجِبَاتِ حَتَّى قَدْ يَصِيرُ فَاسِقًا أَوْ دَاعِيًا إلَى
بِدْعَةٍ
“Seseorang
jika terus meninggalkan sunah yang diperintahkan dan melakukan perkara yang
terlarang maka bisa jadi dia dihukum (oleh Allah) dengan meninggalkan hal-hal
yang wajib, hingga akhirnya bisa jadi ia menjadi orang fasik atau orang yang
menyeru kepada bid’ah.” (Majmu’ Al-Fatawa, 22/306)
Pernah ada
seseorang yang bertanya (masalah agama) kepada Abu Ad-Darda’, maka Abu
Ad-Darda’ berkata kepadanya: “Apakah semua masalah agama yang kau tanyakan kau
amalkan?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Maka Abu Ad-Darda’ menimpalinya: “Apa
yang engkau lakukan dengan menambah hujjah yang akan menjadi bumerang bagimu?”
(Al-Muwaafaqaat 1/82 sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Abdil-Bar dalam Al-Jami’
no 1232).
Semoga Allah
melengkapi kita dengan ilmu dan amal, serta menjauhkan kita dari sifat beramal
tanpa ilmu dan menjauhkan pula dari sifat banyak berilmu, namun enggan
mempraktekkan dalam amalan.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^