Pernikahan
adalah miniatur kondisi surga dan neraka dunia. Memang bukan dalam arti surga
sebenarnya yang bahkan imajinasi kita tak akan mampu membayangkan meskipun
hanya secuil. Surga di sini maksudnya adalah kebahagiaan yang dipenuhi rasa
kasih dan sayang melingkupi semua anggota keluarga. Orang biasa
menyebutnya sakinah mawaddah wa rahmah.
Manusia
adalah tempat salah dan lupa. Begitu juga suami dan istri dalam hubungannya
sehari-hari, selalu terselip sifat dhaif atau lemah sebagai ciri khas manusia.
Dan bukanlah penikahan yang berisi pasangan sempurna yang disebut sebagai
pasangan ideal itu namun sosok suami dan istri yang sama-sama mau introspeksi.
Dalam perjalanan mengarungi bahtera rumah tangga, ombak dan badai adalah hal
biasa. Tinggal bagaimana masing-masing pihak berperan dan mengambil sikap
terhadap permasalahan yang ada.
....Dan
bukanlah penikahan yang berisi pasangan sempurna yang disebut sebagai pasangan
ideal itu namun sosok suami dan istri yang sama-sama mau introspeksi....
Suami
sebagai qawwam atau pemimpin, tugasnya adalah membimbing istri
dan anak-anak menuju surga-Nya. Hal ini tidak bisa dicapai bila suami bersikap
otoriter dan ingin menang sendiri. Bila ada salah di pihak istri, maka ia harus
bisa mengingatkan dengan kata-kata santun dan lembut. Ingat, istri yang
notabene perempuan ibaratnya tulang rusuk yang bengkok. Meluruskannya tak bisa
dengan keras karena ia akan patah. Tapi juga tak bisa dibiarkan atau terlalu
lembut sehingga ia akan tetap bengkok selamanya. Harus ada sikap pertengahan
dalam mengingatkan pada kebenaran yang itu semua butuh kesabaran.
Begitu juga
dengan istri. Tidak ada posisi tinggi atau rendah bila disandingkan dengan
suami. Itu karena kedua pihak ini adalah mitra, sejajar yang mempunyai hak dan
kewajiban masing-masing. Perbedaan antara hak dan kewajiban bukan berarti
meninggikan atau merendahkan salah satu pihak. Istri sebagai partner dan sahabat
suami, maka harus bisa memposisikan diri saat suami melakukan kesalahan. Dalam
hal ini yang harus diingat adalah tabiat laki-laki berbeda dengan perempuan.
Bila istri masih belum paham pendekatan terbaik terhadap suaminya, jangan malas
untuk terus mencari tahu.
....Istri
sebagai partner dan sahabat suami, maka harus bisa memposisikan diri saat suami
melakukan kesalahan....
Aktivitas
sebagai ibu rumah tangga yang lebih disibukkan dengan urusan domestik sering
membuat perempuan atau para istri lupa meng-upgrade diri. Banyak membaca adalah
salah satu menimba ilmu untuk memperbaiki pola komunikasi dengan pasangan.
Jangan malas! Membaca ada kalanya tidak harus melalui buku tapi ‘membaca’
situasi di sekitar. Intinya teruslah bersemangat untuk belajar. Jangan menutup
diri dari perubahan ataupun nyaman dengan ‘kejumudan’ (hal yang monoton).
Pekerjaan
domestik adalah rutinitas yang ada kalanya membosankan. Kebosanan ini bila
tidak segera diatasi maka akan memunculkan stress atau bahkan depresi. Saya
suka istilah salah satu ibu rumah tangga yang memilih aktivitas menulis untuk
keluar dari titik jenuh ini dengan istilah ‘untuk menjaga kewarasan’. Menulis
tidak harus muluk-muluk, cukup apa yang kita rasa sehari-hari. Hal-hal yang
sering kita temui. Apa yang menjadi kegelisahan diri, atau bahkan melecut
semangat untuk bangkit dan berlari. Karena dari sosok ibu yang jauh dari
stress, aura bahagia itu akan terpancar. Dari ibu bahagia akan tercipta suasana
rumah ibarat surga. Bila tak percaya, tanya suami dan anak-anak. Mereka pasti
sepakat.
Bahagia itu
tak mahal. Ia ada dalam diri makhluk yang pandai bersyukur. Maka bersyukurlah,
maka Allah akan menambah nikmatNya. Nikmat yang dicapai dari rasa syukur inilah
yang akan memunculkan sakinah dalam rumah tangga sebagai perwujudan surga di
dunia. Insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^