Ada beberapa hal keimanan yang mesti diimani seorang muslim
berkaitan dengan hujan, yaitu:
Pertama: Tidak ada yang mampu menurunkan
hujan melainkan Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman,
مَا
يَفْتَحِ اللَّهُ لِلنَّاسِ مِنْ رَحْمَةٍ فَلَا مُمْسِكَ لَهَا وَمَا يُمْسِكْ
فَلَا مُرْسِلَ لَهُ مِنْ بَعْدِهِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa
rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang
ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah
itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Fathir: 2).
Sebagian ulama seperti penulis tafsir Al Jalalain mengatakan bahwa rahmat yang
dimaksudkan di sini adalah rizki dan hujan.
Al Qurthubi mengatakan bahwa sebagian ulama menafsirkan rahmat
dalam ayat di atas dengan hujan atau rizki. Mereka mengatakan, “Hujan atau
rizki yang Allah datangkan pada mereka, tidak ada satu pun yang dapat
menahannya. Jika Allah menahannya untuk turun, maka tidak ada seorang pun yang
dapat menurunkan hujan tersebut.”
Ada pula ulama yang memaksudkan rahmat di sini dengan
diutusnya rasul karena rasul adalah rahmat untuk manusia. Ada pula ulama yang
menafsirkan rahmat dengan do’a, taubat, taufik dan hidayah. Namun yang lebih
tepat, makna rahmat di sini adalah umum mencakup segala apa yang dimaksudkan
oleh para ulama tadi. Jadi makna rahmat adalah hujan, rizki, do’a, taubat,
taufik dan hidayah.
Kedua: Diturunkannya hujan termasuk
kunci ilmu ghoib dan hanya Allah yang tahu kapan turunnya
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ
اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي
الأرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ
بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang
pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Luqman: 34)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
مِفْتَاحُ الْغَيْبِ خَمْسٌ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ اللَّهُ لاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِى غَدٍ ، وَلاَ يَعْلَمُ أَحَدٌ مَا يَكُونُ فِى الأَرْحَامِ ، وَلاَ تَعْلَمُ نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا ، وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ، وَمَا يَدْرِى أَحَدٌ مَتَى يَجِىءُ الْمَطَرُ
“Kunci ilmu ghoib ada lima, tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Allah Ta’ala. [1] Tidak ada seorang pun yang mengetahui apa yangg
terjadi keesokan harinya. [2] Tidak ada seorang pun mengetahui apa yang terjadi
dalam rahim. [3] Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui apa yang ia lakukan
besok. [4] Tidak ada satu jiwa pun yang mengetahui di manakah ia akan mati. [5]
Tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan turunnya hujan.”
Inilah lima hal yang disebut dengan mafatihul ghoib (kunci
ilmu ghoib). Dan di antara kunci ilmu ghoib adalah diturunkannya hujan.
Qotadah mengatakan, “Tidak ada seorang pun yang mengetahui
kapankah diturunkannya hujan, malam ataukah siang hari.”
Ketiga: Ada Malaikat yang bertugas
menurunkan hujan
Dalam Al Mu’jam Al Kabir, Imam Ath Thobroni meriwayatkan
tentang percakapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
malaikat Jibril, di antaranya,
قُلْتُ:
عَلَى أَيِّ شَيْءٍ مِيكَائِيلُ؟ قَالَ: عَلَى النَّبَاتِ وَالْقَطْرِ
“Aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)
bertanya, “Tentang apakah Mikail itu ditugaskan? Ia (yaitu Jibril) menjawab, “Ia
ditugaskan mengurus tanaman dan hujan.”
Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan bahwa
dalam sanad hadits ini terdapat Muhammad bin ‘Abdirrahman bin Abi Laila. Ia
telah didho’ifkan (dilemahkan) karena jeleknya hafalan, namun ia tidak
ditinggalkan. Ibnu Katsir mengatakan bahwa hadits ini ghorib dari
sisi ini.
Ibnu Katsir menjelaskan, “Mikail ditugaskan untuk mengurus
hujan dan tumbuh-tumbuhan yang darinya berbagai rizki diciptakan di alam ini.
Mikail memiliki beberapa pembantu. Mereka melaksanakan apa yang diperintahkan
kepada mereka melalui Mikail berdasarkan perintah dari Allah. Mereka mengatur
angin dan awan, sebagaimana yang dikehendaki oleh Rabb yang Maha Mulia. Sebagaimana
pula telah kami riwayatkan bahwa tidak ada satu tetes pun air yang turun dari
langit melainkan Mikail bersama malaikat lainnya menurunkannya di tempat
tertentu di muka bumi ini.”
Keempat: Turunnya hujan telah ditulis
di Lauhul Mahfuzh
Kejadian apa saja yang terjadi di muka bumi ini telah
diketahui, tercatat dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50.000 tahun
sebelum penciptaan langit dan bumi dan telah ditakdirkan oleh Allah. Termasuk
dalam hal ini adalah diturunkannya hujan, kapan terjadinya, di mana diturunkan,
berapa intensitasnya dan bagaimana dampak dari hujan tersebut.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ
اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ
بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000
tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda,
إِنَّ
أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ. قَالَ رَبِّ وَمَاذَا
أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Sesungguhnya yang pertama kali Allah ciptakan adalah
qolam. Lalu Allah firmankan padanya, ‘Tulislah’. Qolam mengatakan, “Apa yang
akan aku tulis?’ Allah berfirman, ’Tulislah berbagai takdir dari segala sesuatu
yang akan terjadi hingga hari kiamat’. ”
Berkaitan dengan qadha’ Allah terhadap segala sesuatu yang
akan terjadi pada makhluk-Nya, Allah berfirman,
فِيهَا
يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.”
(QS. Ad Dukhan: 4). Malam yang dimaksudkan di sini adalah malam Lailatul Qadar
sebagaimana pendapat mayoritas ulama tafsir.
Asy Syaukani menyebutkan sebagaimana dikeluarkan oleh Muhammad
bin Nashr, Ibnul Mundzir dan Ibnu Abi Hatim, bahwa Ibnu ‘Abbas menafsirkan ayat
di atas, “Pada malam lailatul qadar segala sesuatu dicatat dalam Ummul Kitab
(yang ada di Lauhul Mahfuzh) berupa rizki, kematian, kehidupan, hujan,
sampai orang yang berhaji yaitu si fulan akan berhaji dan si fulan akan
berhaji.”
Kelima: Ucapan istighfar dapat
menyebabkan turunnya hujan
Allah Ta’ala berfirman,
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ
عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ
لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada
Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan
mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan
anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12)
Terdapat sebuah atsar dari Hasan Al Bashri rahimahullah
sebagai berikut.
أَنَّ
رَجُلًا شَكَى إِلَيْهِ الْجَدْب فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ
آخَر الْفَقْر فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر جَفَاف
بُسْتَانه فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، وَشَكَى إِلَيْهِ آخَر عَدَم الْوَلَد
فَقَالَ اِسْتَغْفِرْ اللَّه ، ثُمَّ تَلَا عَلَيْهِمْ هَذِهِ الْآيَة
Sesungguhnya seseorang mengadukan kepada Al Hasan tentang
musim paceklik yang terjadi. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah
(mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang
kemiskinannya. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah (mohon ampunlah)
kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau tentang
kekeringan pada lahan (kebunnya). Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah
(mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian orang lain mengadu lagi kepada beliau karena sampai
waktu itu belum memiliki anak. Lalu Al Hasan menasehatkan, “Beristigfarlah
(mohon ampunlah) kepada Allah”.
Kemudian setelah itu Al Hasan Al Bashri membacakan surat Nuh
di atas.
Maksud surat Nuh di atas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu
Katsir, “Jika kalian meminta ampun (beristigfar) kepada Allah dan mentaati-Nya,
niscaya kalian akan mendapatkan banyak rizki, akan diberi keberkahan hujan dari
langit, juga kalian akan diberi keberkahan dari tanah dengan ditumbuhkannya
berbagai tanaman, dilimpahkannya air susu, serta akan dilapangkan pula harta
dan anak, yaitu kalian akan diberi anak dan keturunan. Di samping itu, Allah
juga akan memberikan kepada kalian kebun-kebun dengan berbagai buah yang di
tengah-tengahnya akan dialirkan sungai-sungai.”
Keenam: Suara geledek adalah malaikat
yang membawa api
Ada tiga istilah untuk kilatan petir dan geledek yaitu ar
ro’du, ash showa’iq dan al barq. Ar
ro’du adalah istilah untuk suara petir atau geledek. Sedangkan ash
showa’iq dan al barq adalah istilah untuk kilatan
petir, yaitu cahaya yang muncul beberapa saat sebelum adanya suara petir.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Dalam hadits marfu’ (sampai
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) pada riwayat At
Tirmidzi dan selainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya
tentang ar ro’du, lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
مَلَكٌ
مِنْ الْمَلَائِكَةِ مُوَكَّلٌ بِالسَّحَابِ مَعَهُ مخاريق مِنْ نَارٍ يَسُوقُ
بِهَا السَّحَابَ حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ
”Ar ro’du adalah malaikat yang diberi tugas
mengurus awan dan bersamanya pengoyak dari api yang memindahkan awan sesuai
dengan kehendak Allah.”
Disebutkan dalam Makarimil Akhlaq milik Al
Khoro-ithi, ’Ali pernah ditanya mengenai ar ro’du. Beliau menjawab,
”Ar ro’du adalah malaikat. Beliau ditanya pula mengenai al
barq. Beliau menjawab, ”Al barq (kilatan petir) itu adalah
pengoyak di tangannya.” Dan dalam riwayat lain dari Ali juga,” Al barq itu
adalah pengoyak dari besi di tangannya”.”
Kemudian Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan lagi, “Ar-ro’du adalah mashdar (kata
kerja yang dibendakan) berasal dari kata ro’ada, yar’udu, ro’dan (yang
berarti gemuruh, pen). … Namanya gerakan pasti menimbulkan suara. Malaikat
adalah yang menggerakkan (menggetarkan) awan, lalu memindahkan dari satu tempat
ke tempat lainnya. Dan setiap gerakan di alam ini baik yang di atas (langit,
pen) maupun di bawah (bumi, pen) adalah dari malaikat. Suara manusia
dihasilkan dari gerakan bibir, lisan, gigi, lidah, dan dan tenggorokan. Dari
situ, manusia bisa bertasbih kepada Rabbnya, bisa mengajak kepada kebaikan dan
melarang dari kemungkaran. Oleh karena itu, ar ro’du (suara
gemuruh) adalah suara yang membentak awan. Dan al barq (kilatan
petir) adalah kilauan air atau kilauan cahaya. ”
Ketujuh: Kewajiban zakat yang tidak
ditunaikan dapat menghalangi turunnya hujan
Jika suatu kaum yang sudah memiliki kewajiban mengeluarkan
zakat enggan mengeluarkan zakat, itu bisa menjadi sebab terhalangnya turunnya
hujan.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
لَمْ
يَمْنَعْ قَوْمٌ زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ ,
وَلَوْلا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا.
“Jika suatu kaum enggan mengeluarkan zakat dari harta-harta
mereka, maka mereka akan dicegah dari mendapatkan hujan dari langit. Sekiranya
bukan karena binatang-binatang ternak, niscaya mereka tidak diberi hujan.”
Dari Buraidah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
نَقَضَ قَوْمٌ العَهْدَ قَطٌّ إِلاَّ كَانَ القَتْلُ بَيْنَهُمْ وَمَا ظَهَرَتْ
فَاحِشَةً فِي قَوْمٍ قَطٌّ إِلاَّ سَلَّطَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِمْ
المَوْتَ وَلاَ مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ حَبَسَ اللهُ عَنْهُمْ القَطْرَ
“Tidaklah suatu kaum mengingkari janji mereka melainkan
akan ada pembunuhan di tengah-tengah mereka. Tidaklah tampak perbuatan keji di
tengah-tengah suatu kaum melainkan Allah akan kuasakan kematian pada mereka.
Dan tidaklah suatu kaum enggan mengeluarkan zakat melainkan Allah akan menahan
hujan untuk mereka.”
Asy Syaukani menjelaskan faedah hadits yang serupa dengan
hadits di atas:
1. Enggan
menunaikan zakat menjadi sebab tidak diturunkannya hujan dari langit.
2. Jika
hujan itu diturunkan padahal maksiat merajalela, maka itu hanya karena rahmat
Allah Ta’ala pada binatang ternak.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan seseorang menunaikan zakat,
berarti ia telah memakmurkan bumi Allah.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^