Bolehkah
ngalap berkah dari bekas makan dan minum seorang kyai, ulama, ustadz atau orang
shalih? Atau mungkin ngalap berkah dengan mengusap-ngusap tubuhnya saat ia
masih hidup?
Ada
kebiasaan sebagian masyarakat yang pasti sebagian kita pernah melihatnya. Sengaja
makanan atau minuman Pak Kyai dibuat berlebih, bahkan sangat-sangat lebih dari
kebutuhannya saat ingin menjamunya. Sampai-sampai ada kya yang diberikan satu
nampan besar oleh jama’ahnya, itu pun hanya dimakan sesuap dan sisanya jadi
arakan dan rebutan untuk tujuan ngalap berkah.
Ngalap
berkah atau dalam kaca mata syari’at disebut dengan tabarruk berarti mencari
berkah atau kebaikan. Berkah atau barokah sendiri berarti tetapnya atau
bertambahnya kebaikan.
Jadi tujuan
sebagian orang ngalap berkah dengan sisa makan, minum, air liur, keringan atau
badan seorang tokoh spiritual adalah supaya memperoleh kebaikan.
Bagaimana
Islam memandang hal ini?
Ngalap Berkah dengan Pohon di Masa Silam
Coba kita
ambil pelajaran dari pohon Dzatu Anwath. Dari Abu Waqid Al Laistiy, ia berkata,
“
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- لَمَّا خَرَجَ إِلَى خَيْبَرَ مَرَّ بِشَجَرَةٍ لِلْمُشْرِكِينَ
يُقَالُ لَهَا ذَاتُ أَنْوَاطٍ يُعَلِّقُونَ عَلَيْهَا أَسْلِحَتَهُمْ فَقَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ اجْعَلْ لَنَا ذَاتَ أَنْوَاطٍ كَمَا لَهُمْ ذَاتُ أَنْوَاطٍ.
فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « سُبْحَانَ اللَّهِ هَذَا كَمَا قَالَ
قَوْمُ مُوسَى (اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ) وَالَّذِى نَفْسِى
بِيَدِهِ لَتَرْكَبُنَّ سُنَّةَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ »
“Dahulu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju
Khoibar. Lalu, beliau melewati pohon orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath.
Mereka menggantungkan senjata mereka. Lalu mereka berkata, “Wahai
Rasulullah! Buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath (tempat menggantungkan senjata)
sebagaimana mereka memiliki Dzatu Anwath.” Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menjawab, “Subhanallah! Sebagaimana yang
dikatakan oleh kaum Musa: Jadikanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka
memiliki sesembahan-sesembahan.” (QS. Al A’raaf: 138). Kalian benar-benar
akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmidzi
no. 2180. Abu Isa mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Hadits
ini dikatakan shahih oleh Al Hafizh Abu Thohir Zubair ‘Ali
Zaiy)
Syaikh
Sulaiman At Tamimi dalam Taisir Al ‘Azizil Hamid (1: 407)
berkata, “Jika menggantungkan senjata di pohon, lalu bersemedi (i’tikaf) di
sampingnya, serta menjadikan sekutu bagi Allah, walau tidak sampai menyembahnya
atau tidak pula memintanya, (dinilai keliru), maka bagaimana lagi jika ada yang
sampai berdo’a pada orang yang telah mati seperti yang dilakukan oleh para
pengagum kubur wali, atau ada yang sampai beristighotsah padanya, atau dengan
melakukan sembelihan, nadzar atau melakukan thowaf pada kubur?!”
Pelajaran
penting yang bisa kita ambil bahwa ngalap berkah melalui pohon tidak
diperkenankan karena tidak ada dalil yang menunjukkan tuntunannya.
Ngalap Berkah yang Dibolehkan
Para ulama
menjelaskan bahwa ngalap berkah yang dibolehkan ada dua macam:
1- Ngalap
berkah yang terbukti secara dalil yaitu dari dalil Al Qur’an dan hadits.
2- Ngalap
berkah yang terbukti secara kauni yaitu terbukti dari eksperimen atau
pengalaman.
Contoh yang
ada dalilnya adalah mencium hajar Aswad. Ini adalah bentuk tabarruk (ngalap
berkah) yang ada tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lihat
perkataan Umar dalam hadits ini,
عَنْ عَابِسِ بْنِ رَبِيعَةَ
قَالَ رَأَيْتُ عُمَرَ يُقَبِّلُ الْحَجَرَ وَيَقُولُ إِنِّى لأُقَبِّلُكَ
وَأَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَلَوْلاَ أَنِّى رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- يُقَبِّلُكَ لَمْ أُقَبِّلْكَ
“Dari ‘Abis
bin Robi’ah, ia berkata, “Aku pernah melihat ‘Umar (bin Al Khottob) mencium
hajar Aswad. Lantas ‘Umar berkata, “Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu
bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.” (HR.
Bukhari no. 1597, 1605 dan Muslim no. 1270).
Dalam lafazh
lain disebutkan,
إِنِّى لأُقَبِّلُكَ وَإِنِّى
أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ وَأَنَّكَ لاَ تَضُرُّ وَلاَ تَنْفَعُ وَلَوْلاَ أَنِّى
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَبَّلَكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“Sesungguhnya
aku menciummu dan aku tahu bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan
mudhorot (bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya bukan
karena aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku
tidak akan menciummu.” (HR. Muslim no. 1270).
Begitu pula
ngalap berkah yang masih dibolehkan adalah meraih kebaikan lewat dzikir, do’a
dan membaca Al Qur’an.
Contoh
ngalap berkah yang terbukti secara kauni yaitu menikah untuk raih keturunan,
berdagang untuk mengais rezeki, meminum obat adalah sebab untuk sembuh dari
penyakit.
Jadi ngalap
berkah yang boleh ada jika memiliki bukti dari dalil atau eksperimen.
Ngalap
berkah yang dibolehkan ini bisa jadi berupa ngalap berkah: (1) dengan waktu
seperti bulan Ramadhan, (2) dengan tempat seperti Masjidil Haram, (3) dengan
zat yaitu zat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, (4) dengan amalan
shalih seperti lewat bacaan Al Quran.
Ngalap Berkah Lewat Zat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
Ngalap
berkah yang satu ini masih dibolehkan dengan catatan selama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam masih hidup. Salah satu buktinya adalah Aisyah radiyallahu
‘anha,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ
وَيَنْفُثُ ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ
بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sakit, beliau membaca Al Qur’an untuk
dirinya sendiri dengan mu’awwidzaat (Al Ikhlas, Al Falaq, dan An Naas) lalu
beliau meniup. Ketika sakit beliau semakin parah, akulah yang membacakan surat
tadi. Lantas aku mengusap tangan beliau untuk mendapatkan berkahnya.” (HR.
Bukhari no. 5016 dan Muslim no. 2192).
Begitu juga
dapat disimpulkan dari hadits Abu Juhaifah bahwasanya para sahabat Nabi pernah
ngalap berkah dari badan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Juhaifah
berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar dalam keadaan
cuaca yang begitu panas hingga sampai ke daerah Bathaa’. Kemudian beliau
berwudhu, lalu melaksanakan shalat Zhuhur dan Ashar masing-masing dua raka’at.”
Dalam hadits tersebut disebutkan,
وَقَامَ النَّاسُ فَجَعَلُوا
يَأْخُذُونَ يَدَيْهِ ، فَيَمْسَحُونَ بِهَا وُجُوهَهُمْ ، قَالَ فَأَخَذْتُ
بِيَدِهِ ، فَوَضَعْتُهَا عَلَى وَجْهِى ، فَإِذَا هِىَ أَبْرَدُ مِنَ الثَّلْجِ ،
وَأَطْيَبُ رَائِحَةً مِنَ الْمِسْكِ
“Orang-orang
ketika itu berdiri, lalu mereka menarik tangan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, mereka lantas mengusap wajah mereka. Aku (Abu Juhaifah) pun
pernah memegang tangan beliau, lalu aku letakkan tangan beliau di wajahku. Yang
kurasakan tangan beliau lebih dingin dari salju dan lebih wangi dari wanginya
minyak misik.” (HR. Bukhari no. 3553)
Juga ada
sahabat yang ngalap berkah dengan bekas minum Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Dari Sahl bin Sa’ad As Sa’idiy radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – أُتِىَ بِشَرَابٍ ، وَعَنْ يَمِينِهِ غُلاَمٌ وَعَنْ يَسَارِهِ
أَشْيَاخٌ ، فَقَالَ لِلْغُلاَمِ « أَتَأْذَنُ لِى أَنْ أُعْطِىَ هَؤُلاَءِ » .
فَقَالَ الْغُلاَمُ لاَ ، وَاللَّهِ لاَ أُوثِرُ بِنَصِيبِى مِنْكَ أَحَدًا .
فَتَلَّهُ فِى يَدِهِ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah disodorkan suatu minuman. Di sebelah kanan
beliau ada seorang anak muda dan sebelah kiri beliau terdapat para sepuh.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan pada anak muda
tersebut, “Apakah engkau mengizinkanku memberikan minuman ini terlebih
dahulu pada mereka yang lebih sepuh? Pemuda itu menjawab, “Tidak. Demi
Allah aku tidak mau bekas dari minummu yang sebenarnya sebagai jatah untukku
lebih dahulu diserahkan pada selainku.” Lantas minuman tersebut (bekas dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) diserahkan ke tangan
pemuda tersebut.” (HR. Bukhari no. 2605 dan Muslim no. 2030).
Dalam
shahihain disebutkan bagaimanakah para sahabat ngalap berkah dengan bekas wudhu
Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Juhaifah radhiyallahu
‘anhu, ia berkata,
خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بِالْهَاجِرَةِ ، فَأُتِىَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ
، فَجَعَلَ النَّاسُ يَأْخُذُونَ مِنْ فَضْلِ وَضُوئِهِ فَيَتَمَسَّحُونَ بِهِ ،
فَصَلَّى النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الظُّهْرَ رَكْعَتَيْنِ وَالْعَصْرَ
رَكْعَتَيْنِ ، وَبَيْنَ يَدَيْهِ عَنَزَةٌ
“Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah keluar menemui kami dalam keadaan cuaca yang
begitu panas. Beliau didatangkan air untuk berwudhu, lantas beliau berwudhu
dengannya. Ketika itu orang-orang mengambil bekas wudhu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam lantas mereka mengusap-ngusapnya. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam melakukan
shalat Zhuhur dan ‘Ashar masing-masing dua raka’at. Saat itu di tangan beliau
ada tongkat.” (HR. Bukhari no. 187 dan Muslim no. 503).
Ngalap Berkah Lewat Orang Shalih
Kalau contoh
yang kami sebutkan di atas adalah bentuk ngalap berkah dari para sahabat
radhiyallahu ‘anhum dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah hal itu
bisa diqiyaskan (dianalogikan) bolehnya ngalap berkah dengan orang shalih?
Seperti misalnya yang kita kaji saat ini dengan bekas makan atau minum orang
shalih.
Jawabannya,
tidak bisa dianalogikan dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Imam Asy Syatibi rahimahullah yang
wafat tahun 790 H berkata, “Para sahabat radhiyallahu ‘anhumsepeninggal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak didapati ngalap
berkah tersebut ada pada mereka dilakukan oleh orang-orang setelahnya. Padahal
ada Abu Bakr Ash Shiddiq adalah khalifah sepeninggal Nabishallallahu ‘alaihi
wa sallam, begitu pula Umar, Utsman dan Ali, kemudian ada lagi sahabat
lainnya yang memiliki keutamaan, ternyata tidak didapatkan satu riwayat pun
dari mereka dengan jalan yang shahih dan ma’ruf yang menunjukkan bahwa mereka
mengambil berkah dari lainnya sebagaimana ngalap berkah pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Para sahabat hanyalah cukup mencontoh perbuatan, perkataan
dan jalan hidup beliau sepeninggalnya. Jadi ini sama saja dikatakan sebagai
ijma’ (kesepakatan para sahabat) bahwa ngalap berkah terhadap zat sebagaimana
para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan pada
nabinya tidak dibolehkan lagi setelah itu.” (Al I’tisham, 2: 8-9).
Intinya,
kalau para sahabat radhiyallahu ‘anhum sampai meninggalkan
tabarruk (ngalap berkah) pada sesama mereka seperti itu berarti mereka punya
keyakinan bahwa hal itu hanya khusus pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tidak pada selainnya, dikecualikan para nabi lainnya. Intinya, para nabi telah
diberi anugerah oleh Allah dengan kekhususan yang istimewa yang tidak didapati
pada selainnya, yaitu pada zat dan bekas mereka ada keberkahan. Namun zat
setiap individu, para nabi dan lainnya berbeda.
اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ
يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
“Allah lebih
mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (QS. Al An’am: 124)
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا
يَشَاءُ وَيَخْتَارُ
“Dan
Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.” (QS. Al
Qashshash: 68). Lihat At Tabarruk, hal. 263.
Syaikh
Shalih Alu Syaikh menyatakan, “Sesungguhnya jasad para nabi itu terdapat berkah
pada zatnya dan itu bisa berpindah bekasnya pada yang lainnya. Namun ini khusus
bagi para nabi dan rasul. Adapun orang-orang shalih selain mereka tidaklah
terdapat dalil yang menunjukkan bahwa sahabat-sahabat para nabi terdapat
kebaikan dari sisi zatnya. Bahkan tidak kita temukan pada sahabat terbaik
seperti Abu Bakr dan Umar di mana sahabat lainnya dan para tabi’in ngalap
berkah melalui mereka. Tidak ditemukan hal ini dilakukan pada Abu Bakr, Umar,
Utsman dan Ali sebagaimana yang dilakukan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dengan ngalap berkah melalui bekas wudhu, air liur, keringat atau dengan
pakaian beliau. Ini bisa diketahui dengan pasti bahwa berkah yang ada pada Abu
Bakr dan Umar hanyalah berkah amali, bukan berkah dari sisi zat mereka.
Artinya, keberkahan pada selain para nabi tidaklah bisa berpindah secara zat.”
(At Tamhid, hal. 152).
Adapun
masalah ngalap berkah pada orang shalih ada beberap sisi kekeliruan jika itu
dianggap sama dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana
disebutkan oleh Syaikh Sulaiman At Tamimi berikut:
1-
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang shalih lainnya
tidaklah sama dalam hal keutamaan sehingga tidak bisa disamakan apa yang pada
beliau dengan lainnya.
2-
Keshalihan seseorang tidak bisa dipastikan karena kita tidak tahu akan
keshalihan hati. Yang kita harap hanyalah moga ia tetap termasuk orang-orang
yang shalih, namun tetap tidak bisa dipastikan dengan pasti karena kita pun
tidak tahu akan keadaan akhirnya.
3- Begitu
pula ngalap berkah dengan orang shalih semacam itu tidak dilakukan oleh sahabat
junior pada sahabat-sahabat senior ketika mereka hidup.
4- Orang
yang diambil berkah tidak aman dari sifat ujub, sombong dan riya’. Ngalap
berkah seperti seperti memuji di hadapan muka seseorang, bahkan sebenarnya yang
dilakukan lebihlah dahsyat. (Taisir Al ‘Azizil Hamid, 1: 413)
Jadi
ambillah suri tauladan dan ilmu yang baik dari orang shalih, bukan dengan
ngalap berkah lewat bekas makan, minum dan mengusap tubuhnya. Ngalap berkah
pada mereka bisa jadi syirik akbar jika meyakini keberkahan adalah orang shalih
yang beri dan bukan Allah. Bisa jadi amalan tersebut mengada-ada karena tidak
ditetapkan keberkahan mereka berpindah secara dzat.
֎֎֎
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^