SHALAT TEPAT WAKTU
Shalat
adalah tiang agama. Siapa mendirikan shalat, maka ia mengokohkan agama. Sedangkan
mereka yang meninggalkan shalat, amalan buruknya itu tergolong merobohkan
agama. Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah Ta’ala. Ia juga
merupakan waktu ketika seseorang bisa berkomunikasi dengan Zat yang
menciptakannya. Maka, shalat disebut sebagai Mi’rajnya
orang yang beriman.
Shalat
sudah ditentukan syariatnya. Tentang bagaimana menjalankannya,
keutamaan-keutamaan, sunnah-sunnahnya, termasuk waktu dan aturan-aturan lain
yang sifatnya given sehingga
tidak bisa ditawar.
Maka
dalam hal ini, mendirikan shalat tepat waktu menjadi salah satu amalan yang
paling dicintai Allah Ta’ala. Dalam amalan ini, ada banyak tafsir yang menjelaskan. Di
antaranya adalah bersegera dalam melakukan seruan Allah Ta’ala ketika waktu shalat telah tiba.
Bersegera
dalam shalat bukanlah hal yang mudah. Sebab ada banyak urusan yang harus
dikerjakan oleh seorang hamba. Sehingga, dalam diri setiap hamba akan terjadi
tarik-menarik kepentingan antara banyak komponen itu.
Saat
adzan berkumandang, misalnya, ada yang sedang sibuk dengan dagangannya. Maka
dengan mudah, ketika Allah Ta’ala tidak menjadi prioritasnya, ia akan berkata
kepada dirinya, “Nanti saja, waktu masih panjang.”
Sama
halnya dengan seorang pendidik, murid, karyawan dan sebagainya. Padahal, andai
pemahaman shalat tepat waktu dibawa ke ranah tauhid dan ketetapan ajal, maka
konsepnya sama, “Siapa yang menjamin hidup kita sedetik lagi sehingga dengannya kita
menunda pelaksanaan shalat, padahal waktunya telah tiba dan tak ada halangan
syar’i untuk menunda?”
BERBAKTI KEPADA ORANG TUA
Setelah
menyebut shalat tepat waktu sebagai amalan pertama yang paling dicintai Allah
Ta’ala,
Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Nabi, “Apalagi, ya Rasulullah?” Beliau mengatakan, “Berbakti kepada orang tua.”
Surga
adanya di telapak kaki ibu. Ridha Allah Ta’ala, salah satu kuncinya juga terletak
dalam ridha orang tua. Siapa yang berbakti kepada orang tua, kesuksesan hidup
di dunia dan keselamatan di akhirat adalah keniscayaan baginya. Sebaliknya,
andai durhaka, maka siksa dunia dan azab neraka telah menunggu dengan nyalanya
yang teramat dahsyat.
Berbakti
kepada orang tua menempati derajat yang agung. Bahkan, perintahnya bergandengan
dengan larangan berlaku syirik kepada Allah Ta’ala. Maknanya, berbakti kepada
orang tua erat kaitannya dengan kualitas akidah seseorang. Semakin benar iman
dan taqwanya, maka ia akan semakn berbakti kepada orang tuanya.
Berbakti
kepada orang tua hanya berlaku untuk amal shaleh. Ketika orang tua memerintahkan
untuk berlaku buruk, seberapa pun kadarnya, maka seorang anak tidak wajib
menuruti, harus menolak dan/atau mengingatkan dengan cara yang baik. Bukankah
Nabi Ibrahim As tidak berbakti kepada bapaknya dalam hal berbuat syirik?
BERJIHAD DI JALAN ALLAH
Jihad
adalah kunci kemenangan Islam. Inilah maqam tertinggi; tiada kemuliaan tanpa
jihad. Jihad adalah syariat dari Allah Ta’ala untuk mempertahankan ketinggian
Islam. Dalam jihad, ada banyak hal yang harus dikorbankan: waktu, usia, dana,
harta bahkan keluarga dan nyawa.
Jihad
tidak terbatas pada mengangkat senjata di medan juang. Jihad bisa dilakukan di
banyak bidang. Maka ada istilah jihad politik, jihad terhadap nafsu, jihad
menghidupi keluarga, jihad konstitusi dan puncaknya adalah mengangkat senjata
tatkala agama Allah Ta’a dinistakan.
Jihad
adalah puncak amal. Ia hanya bisa dilakukan oleh mereka yang benar imannya dan
tidak mengidap penyakit nifaq atau takut mati. Jihad adalah jalan hidup yang
semestinya dipilih oleh mereka yang mengikrarkan Islam dan iman kepada Allah Ta’ala.
Jihad
dalam sebuah ayat disebutkan sebagai perniagaan yang tak pernah merugi karena
menukar diri dengan surga yang lebih luas dari langit dan bumi. Semoga Allah Ta’ala mematikan
kita dalam keadaan berjihad. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa tinggalkan pesan, kritik dan sarannya.. Makasih ^_^